Sah! – Pinjaman Online (Pinjol) adalah salah satu trend yang sangat berkembang di Indonesia akhir-akhir ini. Dimana pinjaman online sering dijadikan sebagai jalan alternatif untuk memulai bisnis, membuka usaha atau bahkan hanya karena sekedar membutuhkan uang.
Selain karena pinjol memberikan adanya unsur kemudahan dalam melakukan peminjaman, pinjol juga di sisi lain menawarkan jumlah pinjaman yang terbilang cukup besar kepada setiap peminjamnya.
Namun karena kemudahan prosesnya itu justru sering membuat orang-orang mudah tertipu atau lengah untuk menentukan atau memilah-milih platform pinjaman online kredibel dan terpercaya.
Dimana hal tersebut harus dilihat dari unsur legalitasnya. Dimana jasa pinjaman online tersebut harus terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu sendiri sebagai sebuah legitimasi bahwa lembaga atau jasa tersebut diketahui pemerintah dan memiliki izin.
Sebenarnya jika berbicara mengenai pinjam-meminjam, tentunya kata kunci utamanya adalah perjanjian. Baik dilakukan secara online atau tidak, pada dasarnya pinjam-meminjam ini dilakukan berdasarkan perjanjian.
Tidak ada pinjam-meminjam yang dimulai tanpa perjanjian. Untuk itu, maka secara umum pengaturan perjanjian termuat dalam Buku ke-III KUHPerdata yang bersifat terbuka. Artinya semua pihak bebas melakukan perjanjian asal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Ini dikenal dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang memberikan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dan perjanjian tersebut berlaku secara sah bagi mereka yang membuatnya.
Lebih lanjut, perjanjian dalam proses pinjaman online ini merupakan perjanjian baku. UU Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengistilahkan perjanjian baku dengan klausula baku.
Pada Pasal 1 butir 10 UU tersebut, memberikan pengertian bahwa klausula baku adalah aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Dalam praktiknya, perjanjian baku ini bersifat take it or leave it, dimana jika salah satu pihak tidak setuju, maka pihak tersebut dapat memilih untuk tidak melakukan perjanjian tersebut.
Namun, dalam praktiknya, teknologi informasi dewasa ini telah digunakan untuk mengembangkan industri keuangan di tengah masyarakat untuk memberikan kemudahan.
Hal ini mengingat juga untuk memberikan perlindungan atas transaksi-transaksi tersebut yang perlu kiranya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengatur lebih lanjut mengenai hal ini yang kemudian dituangkan dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Di dalam POJK tersebut, diatur mengenai bentuk badan hukum, kepemilikan, permodalan, kegiatan usaha, batasan pemberian pinjaman dana, pendaftaran dan perizinan kepada OJK, perubahan kepemilikan penyelenggara, pencabutan izin penyelenggara atas permohonan penyelenggara, kualifikasi Sumber Daya Manusia bagi Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tersebut.
Diatur juga mengenai pengguna jasa, perjanjian layanan, mitigasi risiko, tata kelola sistem teknologi informasi penyelenggaraan, edukasi dan perlindungan pengguna layanan, tanda tangan elektronik, larangan, laporan berkala, serta sanksi yang diberlakukan terhadap pelanggaran kewajiban dan larangan dalam POJK ini.
Pada dasarnya dalam POJK ini menyebutkan bahwa Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi ini juga disebut sebagai Fintech Lending atau Fintech Peer-to-Peer Lending. Di dalam POJK ini dibedakan antara penyelenggara dan pengguna jasa.
Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Sementara pengguna jasa nya terdiri dari penerima pinjaman dan pemberi pinjaman.
Dalam melakukan pinjaman online, tentunya kita harus berhati-hati dalam proses melakukan pinjaman tersebut. Tujuannya agar kita tidak terjerumus pada pinjaman online yang illegal dan dikejar-kejar oleh debt collector, diancam, hingga disebarkan data pribadinya.
Saat sedang dalam keadaan terdesak, tentunya manusia sering terpaksa ataupun ceroboh dalam melakukan suatu hal. Katakanlah di satu sisi, manusia memiliki kebutuhan yang sangat banyak.
Di sisi lain, keadaan keuangan manusia tidak memadai. Sementara proses pengajuan peminjaman di bank tidaklah mudah karena terdapat adanya proses yang ketat dan berbelit yang sangat rumit untuk dipahami orang yang masih awam.
Kemudian, kebetulan tersedialah pinjaman online yang sangat gampang prosesnya. Bahkan pinjaman online tersebut ditawarkan secara cuma-cuma melalui SMS ataupun website di internet secara mudah.
Dalam keadaan posisi manusia yang terdesak tersebut, maka secara rasional manusia akan memilih melakukan pinjaman online. Yang ternyata sayangnya pinjaman online tersebut merupakan pinjaman online yang illegal.
Untuk itu, kiranya setiap orang harus memperhatikan secara benar-benar dalam melakukan pinjaman online, jangan sampai terjerat dalam pinjaman online yang illegal. Berikut ini merupakan kiat-kiat melakukan pinjaman online diantaranya:
Calon Peminjam (calon debitur) memastikan terlebih dahulu apakah fintech lending/layanan pinjaman online yang ingin dipinjam tersebut benar termasuk dalam pinjaman online yang legal.
Untuk itu, maka kiranya calon peminjam (calon debitur) harus memastikan status legal/tidak legalnya tersebut melalui situs resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Untuk memastikannya tersebut, calon peminjam (calon debitur) dapat memeriksa melalui https://bit.ly/3riE2Jk. Pastikan disana bahwa fintech lending/layanan pinjaman online yang hendak dituju terdaftar sebagai yang legal.
Jika sudah terverifikasi bahwa pinjaman online tersebut legal, maka calon peminjam (calon debitur) dapat melakukan pinjaman online tersebut dengan melengkapi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk melakukan pinjaman online.
Calon peminjam (calon debitur) harus membaca Syarat & Ketentuan penggunaan aplikasi ataupun penggunaan layanan pinjaman online tersebut.
Calon peminjam (calon debitur) memperhatikan tanggal jatuh tempo dari pinjaman online tersebut. Perhatikan pula berapa bunga serta biaya denda yang akan dikenakan jika telat melakukan pembayaran pinjaman online tersebut.
Hal ini kiranya penting, agar calon peminjam (calon debitur) bisa memperkirakan dan mempersiapkan keuangan untuk mengembalikan dana yang sudah dipinjam.
Hal ini juga tergolong penting karena agar jangan sampai terjadi gali lobang, tutup lobang akibat gagal bayar. Yang mana, karena gagal membayar, peminjam (debitur) melakukan peminjaman kembali ke fintech lending yang lain untuk menutupi kredit yang sebelumnya.
Calon peminjam (calon debitur) harus memperhatikan pasal-pasal ataupun klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjian tersebut.
Nah, demikian informasi terkait Dasar Hukum Pinjaman Online di Indonesia dan Kiat-Kiat Melakukan Pinjaman Online, semoga dapat bermanfaat bagi kamu. Selain itu, kamu dapat membaca artikel-artikel lain yang berhubungan dengan bisnis dan legalitas di sah.co.id.
Kamu juga dapat memanfaatkan jasa dari Sah! jika kamu ingin memastikan platform pinjaman-pinjaman online yang legal. Sah! dapat membantu kamu untuk memudahkan kamu agar tidak terjerat penawaran pinjol illegal.
Source:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
https://heylaw.id/blog/dasar-hukum-peminjaman-online-di-indonesia
https://www.hukumonline.com/klinik/a/asas-asas-hukum-kontrak-lt617a88d958bb9/