Berita Terbaru Hari Ini, Update dan Terpercaya

Tren Foto Bareng Idol Hasil AI, Apakah Melanggar Hak Cipta?

Ilustrasi Hak cipta foto AI bersama idol K-Pop

Fenomena Tren Foto AI Bersama Idol

Dewasa ini, tengah ramai di media sosial tren mengedit foto seolah-olah sedang berpose bersama idol, khususnya para selebritas dan artis K-Pop, dengan bantuan AI. Akibatnya, hasil editan tersebut tampak realistis dan membuat penggemar merasa lebih dekat dengan idolanya. Selain itu, tren ini juga menjadi bahan hiburan sekaligus konten yang menarik perhatian banyak orang.

Meskipun demikian, tren yang tampak biasa saja ini menyisakan pertanyaan penting: apakah praktik mengedit foto idol dengan AI hanya sebatas ekspresi kreativitas kekaguman penggemar terhadap idolanya, atau justru berpotensi melanggar hak cipta dan hak potret?

Oleh karena itu, penting untuk mengulas fenomena ini lebih jauh dengan meninjau dari perspektif hukum hak cipta. Artikel ini akan membahas bagaimana tren foto bareng idol hasil editan AI dipandang dalam kerangka hukum di Indonesia, khususnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, serta batas aman dalam memanfaatkan teknologi AI agar tetap sesuai dengan etika dan hukum yang berlaku.

AI dalam Kacamata Hukum

Menurut Russell dan Norvig dalam buku Artificial Intelligence: A Modern Approach, AI adalah ilmu dan disiplin teknik yang berfokus pada penciptaan mesin yang cerdas, khususnya program komputer yang mampu menunjukkan kecerdasan. Kecerdasan ini mencakup kemampuan mesin untuk memahami informasi, belajar dari pengalaman, merencanakan tindakan, serta memecahkan masalah.

Sampai saat ini, AI merupakan entitas bukan subjek hukum yang diatur secara eksplisit oleh perundang-undangan. Namun demikian, menurut Fatimah Nada dkk. dalam penelitiannya berjudul Gagasan Pengaturan Artificial Intelligence Sebagai Subjek Hukum di Indonesia, Artificial Intelligence (AI) berpotensi diakui sebagai subjek hukum di Indonesia.

Hal ini karena kemampuan AI dalam beberapa aspek bisa menyamai atau bahkan melampaui kemampuan manusia. Dengan demikian, sebagai subjek hukum, AI berpotensi memiliki hak dan kewajiban karena dirancang untuk menjalankan fungsi kompleks serta memahami perintah manusia secara legal.

Dasar Hukum Hak Cipta di Indonesia

Perlindungan hukum terhadap karya cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Regulasi ini menegaskan bahwa setiap ciptaan, termasuk potret, memiliki hak eksklusif yang tidak boleh digunakan tanpa izin dari pencipta maupun pihak yang difoto.

Sebagaimana termaktub dalam Pasal 10 ayat (1), setiap karya yang memiliki nilai orisinalitas dilindungi secara hukum. Oleh sebab itu, penggunaan karya cipta tanpa izin, termasuk hasil foto atau potret seseorang, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta.

Potensi Pelanggaran Hak Moral

Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa hak cipta terdiri atas dua hak utama, yaitu hak moral dan hak ekonomi.

1. Pengertian Hak Moral

Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta, hak ini memberikan kewenangan kepada pencipta untuk menentukan apakah namanya dicantumkan atau tidak ketika karyanya digunakan oleh publik.

Selain itu, pencipta juga berhak menggunakan nama asli, alias, atau nama samaran, serta mengubah karyanya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. Lebih jauh lagi, pencipta berhak mempertahankan karyanya dari distorsi, mutilasi, modifikasi, atau segala tindakan yang dapat merugikan kehormatan dan reputasinya.

2. Perlindungan Informasi Elektronik Hak Cipta

Pada Pasal 6 dan Pasal 7, dijelaskan bahwa pencipta berhak memiliki informasi manajemen hak cipta dan informasi elektronik hak cipta untuk melindungi hak moralnya. Informasi ini mencakup identitas pencipta, kode akses, serta data elektronik terkait orisinalitas karya.

Dengan demikian, semua informasi tersebut tidak boleh diubah, dihilangkan, atau dirusak agar integritas karya tetap terjaga.

3. Relevansi dengan Tren Foto Idol Hasil AI

Dalam konteks tren foto bareng idol hasil AI, apabila karya fotografer asli diubah atau digunakan sedemikian rupa hingga merusak nilai artistik atau reputasi pencipta, maka hal ini berpotensi dianggap sebagai pelanggaran hak moral, walaupun hasilnya dibuat dengan bantuan AI.

Potensi Pelanggaran Hak Ekonomi

Selain hak moral, terdapat hak ekonomi, yaitu hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk memperoleh keuntungan ekonomi atas ciptaannya.

1. Bentuk Hak Ekonomi

Berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta, hak ekonomi mencakup hak untuk:

  • menerbitkan karya,
  • menggandakan dalam berbagai bentuk,
  • menerjemahkan, mengadaptasi, atau mengubah karya,
  • mendistribusikan salinan karya,
  • menampilkan atau mengumumkan karya, serta
  • menyewakan karya.

Dengan kata lain, setiap penggunaan karya untuk tujuan komersial tanpa izin dapat menimbulkan konsekuensi hukum.

2. Risiko dalam Tren Foto AI

Meskipun aktivitas ini sering dilakukan oleh penggemar dengan tujuan hiburan atau fan art, namun demikian, risiko hukum tetap ada apabila foto yang digunakan dilindungi hak cipta. Risiko pelanggaran meningkat jika hasil editan digunakan untuk tujuan ekonomis, seperti iklan atau promosi.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 12 Undang-Undang Hak Cipta, bahwa setiap orang dilarang menggunakan potret untuk tujuan komersial tanpa persetujuan tertulis dari orang yang dipotret atau ahli warisnya.

Dilema Etika dan Hukum di Era AI

Tren ini menimbulkan dilema yang cukup kompleks.
Di satu sisi, penggemar hanya ingin mengekspresikan rasa kagum terhadap idolanya melalui karya digital. Namun di sisi lain, penggunaan foto idol dan potret asli tanpa izin dapat melanggar hukum serta menimbulkan dampak negatif bagi reputasi pihak yang terlibat.

Oleh karena itu, perlu keseimbangan antara kebebasan berkreasi dan kepatuhan terhadap etika hukum hak cipta.

Batas Aman dalam Menggunakan AI

Agar tetap aman secara hukum, pengguna AI sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut:

  1. Pertama, gunakan foto yang bebas lisensi atau hasil karya pribadi.
  2. Kedua, jangan mengedit foto orang lain tanpa izin.
  3. Ketiga, hindari penggunaan hasil editan untuk kepentingan komersial.
  4. Keempat, sertakan atribusi kepada pencipta asli jika menggunakan karya orang lain.
  5. Terakhir, jangan membuat atau menyebarkan editan yang merusak reputasi individu.

Dengan memperhatikan langkah-langkah tersebut, pengguna AI dapat tetap kreatif tanpa melanggar hak cipta atau hak potret orang lain.

Kesimpulan

Fenomena foto bareng idol dengan AI menunjukkan bagaimana teknologi dapat memicu kreativitas baru di masyarakat digital. Namun demikian, penggunaannya harus disertai pemahaman terhadap hukum hak cipta dan etika digital.

Tanpa pemahaman hukum yang baik, kegiatan ini bisa menimbulkan pelanggaran hak moral dan hak ekonomi. Karena itu, penting untuk memahami batas aman penggunaan teknologi AI agar tetap menghormati hak-hak pencipta dan subjek foto.

Call to Action

Sah! siap menjadi mitra terpercaya Anda dalam setiap tahap pendirian usaha dan pengurusan legalitas bisnis. Dengan layanan yang profesional dan terintegrasi, kami mendampingi seluruh proses yang dibutuhkan.
Untuk informasi lebih lanjut atau kebutuhan konsultasi, Anda dapat menghubungi kami melalui WhatsApp di 0856 2160 034 atau mengunjungi situs resmi Sah.co.id.

Sumber

Perundang-undangan

  • Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Website

Artikel Jurnal

  • Nabila Nabila. (2025). Hukum dan Etika Penggunaan AI di Era 4.0. Politika Progresif: Jurnal Hukum, Politik dan Humaniora, 2(2), 184–192.
  • Nada, F., Abqori, F. F., Fatimah, D. R. N. R. H., Rahadiyan, I., & Riswandi, B. A. (2025). Gagasan Pengaturan Artificial Intelligence Sebagai Subjek Hukum di Indonesia.
Exit mobile version