Berita Hukum Legalitas Terbaru

Pengawasan BPOM terhadap Peredaran Obat dan Makanan secara Daring Berdasarkan Peraturan BPOM Nomor 14 Tahun 2024

Ilustrasi Pengawasan BPOM

Sah! – Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah mendorong perubahan signifikan dalam pola konsumsi masyarakat, termasuk dalam hal pembelian obat dan makanan. Munculnya platform perdagangan elektronik (e-commerce) membuka akses yang lebih luas bagi konsumen untuk memperoleh produk obat dan makanan secara daring. 

Namun, di balik kemudahan tersebut, terdapat potensi risiko yang besar terhadap kesehatan masyarakat, seperti peredaran produk ilegal, kedaluwarsa, palsu, atau tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Fenomena peredaran obat dan makanan yang tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan melalui platform digital semakin mengkhawatirkan. Banyak ditemukan produk yang ditawarkan secara daring tanpa melalui pengawasan yang memadai, yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan konsumen.

Kondisi ini menuntut adanya pengawasan yang adaptif dan responsif dari pemerintah, khususnya BPOM, sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia.

Menjawab tantangan tersebut, BPOM menerbitkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan Secara Daring. Peraturan ini hadir sebagai bentuk respons regulatif atas dinamika perdagangan elektronik yang kian masif. 

Peraturan ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dalam pengawasan, perlindungan terhadap konsumen, serta mendorong pelaku usaha untuk memenuhi standar keamanan, mutu, dan khasiat produk yang diperdagangkan secara daring.

Dalam lingkup pengaturannya, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2024 mencakup berbagai jenis produk yang diawasi peredarannya secara daring. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1), jenis produk tersebut meliputi obat, bahan obat, obat berbahan alam, obat kuasi, suplemen kesehatan, kosmetik, dan pangan olahan. Secara khusus, pada ayat (2) ditegaskan bahwa pangan olahan juga mencakup produk pangan untuk keperluan medis khusus (PKMK) dan bahan tambahan pangan (BTP).

Pengawasan terhadap peredaran obat dan makanan secara daring dalam Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 diatur secara sistematis melalui BAB IV yang terdiri atas beberapa pasal. Berdasarkan Pasal 17 ayat (1), bentuk pengawasan yang dilakukan meliputi dua kegiatan utama, yaitu pemeriksaan serta pembinaan terhadap pelaku usaha yang mendistribusikan produk secara elektronik. 

Pelaksanaan pengawasan ini menjadi tanggung jawab pejabat pengawas sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 17 ayat (2). Pasal 18 ayat (1) dijelaskan bahwa pemeriksaan dapat dilakukan melalui dua metode, yakni pemantauan peredaran serta iklan produk di berbagai platform digital termasuk media sosial dan situs e-commerce, serta pemeriksaan langsung ke fasilitas atau tempat yang diduga menjadi sarana peredaran obat dan makanan secara daring.

Guna meningkatkan efektivitas pengawasan, BPOM dapat mengembangkan sistem penelusuran otomatis seperti web crawlerweb scraping, atau metode lainnya yang lebih canggih, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (2).

Sistem tersebut juga dapat diintegrasikan dengan basis data atau sistem verifikasi produk dan pelaku usaha yang digunakan oleh penyelenggara sistem elektronik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3). Dalam melaksanakan pengawasan, pejabat pengawas juga dapat bekerja sama dengan kementerian/lembaga lain, pemerintah daerah, serta asosiasi pelaku usaha di bidang distribusi daring, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (4).

Pasal 18 ayat (5) memberikan kewenangan bagi pengawas untuk melakukan pemeriksaan langsung ke tempat usaha, termasuk mengambil sampel produk, memeriksa data, dokumen, maupun sistem elektronik yang digunakan dalam peredaran produk, serta mendokumentasikan kegiatan tersebut melalui foto atau video.

Pasal 18 ayat (6) ditegaskan bahwa pelaku usaha memiliki hak untuk menolak pemeriksaan apabila petugas tidak menunjukkan surat tugas dan identitas resmi.

Aspek pembinaan dalam pengawasan dijelaskan dalam Pasal 19, yang menyebutkan bahwa BPOM dapat melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap pelaku usaha agar mereka memahami dan memenuhi ketentuan perizinan sesuai hukum yang berlaku. Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan pelanggaran, BPOM memiliki wewenang untuk menginstruksikan pemblokiran atau penutupan akses terhadap informasi produk yang melanggar ketentuan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 20 ayat (1).

Perintah tersebut dapat disampaikan secara tertulis maupun melalui sistem elektronik, sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (2), dan pelaku usaha yang menerima perintah tersebut wajib menindaklanjutinya tanpa penundaan sesuai amanat Pasal 20 ayat (3).

BAB V mengatur secara tegas berbagai larangan dan pembatasan yang diberlakukan pada Pelaku Usaha dan Penyelenggara Sistem Elektronik untuk peredaran obat dan makanan secara daring. Pada Pasal 21 ayat (1), dengan jelas ditegaskan bahwa PSEF (Penyelenggara Sistem Elektronik Dalam Negeri) dan PSE/PPMSE (Penyelenggara Platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) dilarang menginformasikan penjualan produk yang memang dilarang diedarkan secara daring langsung kepada masyarakat. Ketentuan ini bertujuan untuk mencegah beredarnya obat dan makanan ilegal atau yang tidak sesuai standar kesehatan yang bisa membahayakan konsumen.

Pasal 21 ayat (2), secara khusus industri farmasi dan Pelaku Usaha yang bergerak sebagai Pedagang Besar Farmasi (PBF) serta PBF Cabang juga dilarang melakukan peredaran obat dan bahan obat secara daring secara langsung kepada masyarakat, yang bertujuan untuk menjaga keamanan dan kendali distribusi obat agar tidak langsung beredar tanpa pengawasan ketat.

Pasal 21 ayat (3) melarang pelaku usaha untuk mengedarkan atau bahkan menginformasikan penjualan obat dan kosmetik tertentu secara langsung dalam sistem elektronik kepada masyarakat, yang sesuai dengan daftar produk yang dilarang peredarannya secara daring, sebagaimana tercantum pada Lampiran I peraturan ini, ditegaskan dalam Pasal 21 ayat (4). Hal ini menjadi perlindungan penting terhadap produk yang berpotensi merugikan kesehatan konsumen apabila beredar bebas tanpa kontrol yang tepat.

Pasal 22 ayat (1) ditegaskan larangan bagi pelaku usaha untuk menampilkan informasi mengenai obat keras, baik dalam bentuk iklan, promosi, maupun penjualan, melalui sistem elektronik yang dapat langsung diakses masyarakat. Informasi tersebut termasuk gambar, kemasan, dan nama produk seperti diatur pada Pasal 22 ayat (2), yang bertujuan menjaga agar obat keras yang berpotensi berbahaya jika disalahgunakan tidak dipromosikan secara bebas di dunia maya.

Ketentuan lain terdapat pada Pasal 23, yang melarang pihak ketiga yang bertugas mengantarkan obat dan/atau Produk Kesehatan Masyarakat dan Komplementer (PKMK) untuk memberikan pelayanan informasi terkait obat dan PKMK tersebut.

Larangan ini diberikan agar penyampaian informasi tetap dilakukan oleh pihak yang berkompeten dan terkontrol, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman atau penyebaran informasi yang tidak tepat.

Pasal 24 ayat (1) dijelaskan bahwa peredaran secara daring melalui media sosialdaily deals, atau classified ads dilarang untuk obat bahan alam khusus, suplemen kesehatan khusus, dan PKMK. Daily deals adalah salah satu bentuk e-commerce yang menawarkan diskon produk dalam waktu terbatas (Pasal 24 ayat (2)), sedangkan classified ads adalah iklan kecil yang singkat dan biasanya hanya terdiri dari beberapa baris dalam sebuah kolom iklan (Pasal 24 ayat (3)).

Pembatasan ini bertujuan untuk menghindari distribusi produk yang sifatnya khusus dan sensitif melalui saluran yang tidak terkontrol, sehingga risiko penyalahgunaan bisa diminimalisir.

Pasal 25 ayat (1) ditegaskan bahwa pelaku usaha dilarang menghalangi kegiatan pemeriksaan secara langsung di tempat yang dilakukan oleh pengawas. Larangan ini penting untuk memastikan efektivitas pengawasan yang menjadi kunci dalam memastikan kepatuhan pelaku usaha terhadap regulasi.

Kegiatan yang dianggap menghalangi, seperti menolak pemeriksaan tanpa alasan sah seperti yang diatur pada Pasal 18 ayat (6) dan tidak memberikan akses terhadap tempat, alat, data, atau informasi yang dibutuhkan untuk pemeriksaan (Pasal 25 ayat (2) huruf a dan b) dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

REFERENSI

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2024 Tentang Pengawasan Obat dan Makanan Yang Diedarkan Secara Daring

WhatsApp us

Exit mobile version