Berita Hukum Legalitas Terbaru

Pemerintah Resmi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Simak Kebijakannya!

Ilustrasi Pemerintah Resmi Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Simak Kebijakannya!

Sah! – Dalam beberapa hari terakhir, berita tentang kebijakan baru terkait ekspor pasir laut menjadi sorotan media.

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengeluarkan kebijakan yang kontroversial dan dianggap merugikan masyarakat.

Kebijakan ini berkaitan dengan ekspor pasir laut, yang merupakan sumber daya yang berada di perairan Indonesia, dan tidak mengandung mineral golongan A atau B dalam jumlah signifikan dari perspektif ekonomi pertambangan.

Kebijakan ini ditandai dengan revisi terhadap dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait ekspor.

Revisi tersebut tercantum dalam Permendag Nomor 20 Tahun 2024, yang merupakan perubahan kedua dari Permendag Nomor 22 Tahun 2023 mengenai barang yang dilarang untuk diekspor, serta Permendag Nomor 21 Tahun 2024, yang juga merupakan perubahan kedua atas Permendag Nomor 23 Tahun 2023 mengenai kebijakan dan pengaturan ekspor.

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 yang diterbitkan pada bulan Mei tahun lalu, dan juga merupakan inisiatif dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Jenis pasir laut yang diizinkan untuk diekspor diatur dalam Permendag No. 21/2024, yang mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 mengenai Spesifikasi Pasir Hasil Sedimentasi di Laut untuk Ekspor.

Untuk dapat mengekspor pasir laut tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sesuai dengan Permendag No. 21/2024.

Persyaratan ini meliputi penetapan sebagai Eksportir Terdaftar (ET), memperoleh Persetujuan Ekspor (PE), serta menyertakan Laporan Surveyor (LS).

Sedangkan, jenis pasir laut yang dilarang untuk diekspor diatur dalam Permendag No. 20/2024.

Kebijakan Ekspor Pasir Laut Sebelumnya (Era Megawati dan SBY)

Kebijakan ekspor pasir laut ini sangat kontras dengan kebijakan yang diterapkan pada masa pemerintahan Presiden Megawati dan Presiden SBY.

Di era Megawati, menurut berbagai sumber, ekspor pasir laut Indonesia pertama kali dimulai pada tahun 1970-an di era pemerintahan Presiden Soeharto untuk memenuhi kebutuhan Singapura.

Namun, pada tahun 2002, Presiden Megawati menghentikan ekspor ini karena dianggap merusak lingkungan.

Larangan tersebut diberlakukan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut akibat pengerukan pasir laut yang berlebihan, yang dapat mengancam keberadaan pulau-pulau kecil.

Dikeluarkanlah Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri, yaitu Menperindag, Menteri Kelautan dan Perikanan, serta Menteri Lingkungan Hidup (Nomor 89/MPP/Kep/2002, SKB.07/MEN/2002, dan 01/MENLH/2/2002) yang ditandatangani pada 14 Januari 2002.

Ketiga menteri saat itu, Menperindag Rini S Soemarno, Menteri KP Rokhmin Dahuri, dan Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim mengumumkan bahwa SKB mengenai penghentian sementara ekspor pasir laut mulai berlaku pada 18 Januari 2002.

Selanjutnya, Megawati menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33 Tahun 2002 tentang Pengendalian dan Pengawasan Pengusahaan Pasir Laut, yang membatasi ekspor pasir laut, pada 23 Mei 2002.

Pasal 8 ayat (2) dari Keppres tersebut menyebutkan, “Pasir laut yang ditetapkan sebagai komoditas yang diawasi tata niaga ekspornya sesuai ayat (1) dapat diubah menjadi komoditas yang dilarang untuk diekspor setelah mempertimbangkan rekomendasi dari Tim Pengendali dan Pengawas Pengusahaan Pasir Laut.”

Setelah itu, dikeluarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Perdagangan Nomor 117/MPP/Kep/2/2003 yang mengatur penghentian ekspor pasir laut.

Kemudian di era SBY, larangan ini kembali ditegaskan pada masa pemerintahan Presiden ke-6 RI, SBY, pada tahun 2007 sebagai respon terhadap pengiriman pasir ilegal ke Singapura.

Pemerintah dan DPR lalu mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang mencakup larangan penambangan pasir.

Pentingnya larangan ekspor pasir laut tidak hanya berkaitan dengan dampaknya terhadap ekosistem pesisir dan laut.

Pada 2007, Freddy Numberi, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa Pulau Nipah dan Sebatik di Batam hampir tenggelam akibat abrasi dari pengerukan pasir. Ia menegaskan bahwa aktivitas ekspor pasir laut merugikan.

Begitu juga yang disampaikan oleh Menlu kabinet SBY pada tahun 2007, Hassan Wirajuda bahwa “Pelarangan ekspor pasir lebih didasari oleh kepedulian kita terhadap kerusakan lingkungan, hal ini sepenuhnya merupakan hak negara berdaulat dan tidak perlu diperdebatkan dalam konteks perbatasan,” ungkap Hassan dalam sebuah artikel di Antara yang diterbitkan pada 12 Maret 2007.

Aturan yang Bertentangan, Ancaman serta Dampaknya

Dalam sebuah unggahan di akun Instagram @narasinewsroom, Zenzi Zuhadi, direktur eksekutif WALHI nasional, menyatakan bahwa peraturan pemerintah mengenai ekspor pasir laut bertentangan dengan Pasal 56 Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.

Ia berpendapat bahwa kebijakan ini berpotensi menjadi langkah untuk mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia.

Menurut Zenzi, proses normalisasi pelabuhan dan sungai tidak dapat digabungkan dengan aktivitas perdagangan pasir, karena hal itu akan mengubah tujuan pengerukan yang seharusnya.

Selain itu, Dr. Fahmy Radhi, M.B.A, seorang pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM, mengungkapkan bahwa pengerukan pasir laut dapat menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan dan ekosistem laut.

Ia juga menekankan bahwa aktivitas ini berpotensi mengakibatkan tenggelamnya pulau-pulau, yang tentu saja akan membahayakan masyarakat di kawasan pesisir.

Kebijakan tersebut bisa meminggirkan nelayan, yang mungkin tidak bisa melaut lagi. Meskipun kebijakan ekspor pasir laut bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara, menurutnya hal itu tidak tepat.

“Kementerian Keuangan menyatakan bahwa selama ini pendapatan dari ekspor laut, termasuk pasir laut, sangat kecil, sedangkan biaya yang harus dikeluarkan untuk ekspor pasir jauh lebih tinggi,” jelasnya.

Fahmy menyatakan bahwa kebijakan ekspor pasir laut yang tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh tidak layak untuk dilanjutkan.

Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan kerugian akibat kerusakan lingkungan dan ekosistem yang ditimbulkan.

“Selain itu, ada juga potensi ancaman tenggelamnya beberapa pulau, yang merugikan masyarakat pesisir, termasuk nelayan yang kehilangan mata pencaharian,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa satu-satunya negara yang membeli pasir laut Indonesia adalah Singapura untuk reklamasi daratannya.

Menurutnya, sangat ironis jika pengerukan pasir laut menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau Indonesia, sementara daratan Singapura justru semakin meluas berkat pasir dari Indonesia.

“Jika hal ini terus berlanjut, tentu akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura,” tandasnya.

Berbagai pihak mulai mendesak pemerintah untuk segera menghentikan ekspor pasir laut ini. Karena pada kenyataannya kegiatan ekspor ini sama saja dengan menjual tanah air yang mewakili negara.

Demikianlah artikel kebijakan pemerintah mengenai ekspor pasir laut yang perlu diketahui. Semoga kebijakan-kebijakan pemerintah kedepannya mampu membawa perubahan positif demi kemajuan negara Indonesia.

Sah! Indonesia hadir sebagai solusi dari berbagai legalistas/hukum bisnis anda. Masih bingung dengan masalah legalitas? tidak perlu khawatir!

Sah! menyediakan berbagai layanan yang tersebut. Untuk informasi lebih lanjut kunjungi laman resmi Sah.co.id.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

Sources;

https://bisnis.tempo.co/read/1917835/apa-itu-sedimen-yang-dibuka-keran-ekspornya-tapi-diklaim-jokowi-bukan-pasir-laut#:~:text=Apa%20Itu%20Pasir%20Laut%3F,ditinjau%20dari%20sisi%20ekonomi%20pertambangan.

https://ugm.ac.id/id/berita/pengamat-ugm-stop-ekspor-pasir-laut/

https://www.cnbcindonesia.com/news/20240910112013-4-570582/sah-ri-buka-keran-ekspor-pasir-laut-aturannya-berlaku-bulan-ini

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240919132647-20-1146042/riwayat-ekspor-pasir-laut-ditutup-mega-sby-dibuka-di-ujung-era-jokowi

https://www.pajak.com/pajak/soal-ekspor-pasir-laut-pengamat-kebijakan-yang-menyengsarakan-rakyat/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *