“Parens patriae” — “Negara sebagai pelindung,” Pasal 26 KUHP terbaru mengatur tentang hak pengaduan bagi korban tindak pidana aduan yang berada di bawah pengampuan, dengan ketentuan khusus mengenai siapa yang berhak mengajukan pengaduan dalam berbagai situasi.
Pengantar: Pengaduan Tindak Pidana bagi Korban yang Berada di Bawah Pengampuan
Korban tindak pidana yang berada di bawah pengampuan sering kali tidak memiliki kemampuan hukum untuk mengajukan pengaduan sendiri.
Pasal 26 KUHP terbaru memberikan aturan rinci mengenai siapa yang dapat bertindak atas nama korban dalam situasi ini, memastikan bahwa hak-hak korban tetap terlindungi meskipun mereka berada di bawah pengampuan.
Berikut adalah kutipan lengkap dari Pasal 26 KUHP terbaru:
- Pasal 26: Pengaturan Pengaduan bagi Korban Tindak Pidana yang Berada di Bawah Pengampuan
- Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.
- Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.
- Dalam hal suami atau istri korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
Penjelasan Mendalam: Mekanisme Pengaduan bagi Korban di Bawah Pengampuan
Pasal 26 KUHP terbaru memberikan panduan yang komprehensif mengenai proses pengaduan tindak pidana aduan yang melibatkan korban yang berada di bawah pengampuan. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai elemen-elemen penting dari pasal ini:
1. Hak Pengampu untuk Mengadu
Ayat (1) menyatakan bahwa jika korban tindak pidana aduan berada di bawah pengampuan, hak untuk mengajukan pengaduan ada pada pengampunya.
Pengampuan adalah kondisi di mana seseorang dianggap tidak mampu mengelola kepentingannya sendiri dan memerlukan seorang pengampu untuk mewakilinya secara hukum.
Namun, ada pengecualian bagi korban yang berada di bawah pengampuan karena boros. Dalam kasus seperti itu, korban tetap memiliki hak untuk mengajukan pengaduan sendiri.
Contoh: Jika seseorang berada di bawah pengampuan karena keterbelakangan mental, maka pengampunya memiliki hak untuk mengajukan pengaduan atas tindak pidana yang menimpa orang tersebut.
2. Pengaduan oleh Suami, Istri, atau Keluarga Garis Lurus
Ayat (2) menjelaskan bahwa jika pengampu tidak ada atau pengampu tersebut sendiri yang menjadi pihak yang harus diadukan, maka hak untuk mengajukan pengaduan beralih kepada suami, istri, atau keluarga sedarah dalam garis lurus, seperti orang tua atau anak.
Contoh: Jika seorang korban di bawah pengampuan mengalami tindak pidana oleh pengampunya sendiri, maka suami, istri, atau anak korban dapat mengajukan pengaduan.
3. Pengaduan oleh Keluarga Garis Menyamping
Ayat (3) menetapkan bahwa jika tidak ada suami, istri, atau keluarga sedarah dalam garis lurus yang dapat mengajukan pengaduan, hak tersebut beralih kepada keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga, seperti saudara kandung, paman, atau bibi.
Contoh: Jika seorang korban di bawah pengampuan tidak memiliki suami, istri, atau keluarga garis lurus yang masih hidup, maka saudara kandung atau kerabat dekat dapat mengajukan pengaduan atas namanya.
Kesimpulan
Bapak/Ibu pembaca yang terhormat, Pasal 26 KUHP terbaru memberikan perlindungan khusus bagi korban tindak pidana aduan yang berada di bawah pengampuan.
Dengan menetapkan prosedur yang jelas mengenai siapa yang berhak mengajukan pengaduan, hukum pidana Indonesia berupaya untuk melindungi hak-hak korban yang mungkin tidak mampu mewakili diri mereka sendiri dalam proses hukum.
Aturan ini mencerminkan komitmen hukum pidana untuk memberikan perlindungan maksimal kepada individu yang rentan, seperti mereka yang berada di bawah pengampuan.
Pasal ini memastikan bahwa meskipun korban berada dalam keadaan yang membuat mereka tidak mampu bertindak sendiri, hak mereka untuk mendapatkan keadilan tetap terjaga melalui perwakilan yang sah.
Dalam konteks yang lebih luas, pemahaman mengenai mekanisme pengaduan bagi korban di bawah pengampuan membantu kita menghargai pentingnya perlindungan hukum yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan individu yang mungkin tidak dapat membela diri mereka sendiri.
Pasal 26 ini mengingatkan kita bahwa setiap orang, terlepas dari keadaan pribadi mereka, berhak mendapatkan akses penuh keadilan dan perlindungan hukum.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.