Sah! – Beberapa waktu lalu, media sosial dihebohkan dengan beberapa konten sepasang kekasih membuat surat perjanjian menggunakan materai, namun isi perjanjiannya seperti ”tidak akan meninggalkan dalam keadaan apapun”, atau ”tidak akan mencari pengganti ketika jarak dan waktu memisahkan”.
Namun, apakah janji-janji saat berpacaran tersebut bisa digugat ke pengadilan ? Kemudian seberapa penting peran materai dalam perjanjian tersebut ?
Artikel ini akan membahas tentang peran materai dalam suatu perjanjian, syarat sahnya perjanjian, bisa atau tidaknya menggugat janji kekasih dalam konteks pacaran ke pengadilan.
Artikel ini akan membahas juga contoh Putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan perjanjian pacaran.
Peran Materai dalam Surat Perjanjian
Pada dasarnya, materai itu adalah pajak atas suatu dokumen yang bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
Hal itu dijelaskan di Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai, yakni fungsi materai adalah sebagai pengenaan pajak atas dokumen tertentu.
Namun, penggunaan materai dalam sebuah surat perjanjian sering kali kita temui pada kehidupan sehari-hari, terutama pada dokumen penting seperti surat perjanjian, kontrak, surat pernyataan, dan sebagainya.
Fungsi lain dari materai dalam perjanjian adalah karena dokumen tersebut bersifat perdata dan penggunaan materai dapat membuat dokumen memiliki kekuatan pembuktian yang lebih tinggi, yaitu sebagai alat bukti yang otentik di pengadilan.
Materai digunakan sebagai tanda pajak atas suatu dokumen penting dan memberikan kekuatan hukum pada sebuah dokumen.
Disini perlu diingat bahwa tolak ukur sah atau tidaknya suatu perjanjian bukan ditentukan oleh materai, namun apabila suatu dokumen ingin dijadikan alat bukti yang lebih tinggi atau otentik di pengadilan, maka dokumen tersebut perlu menggunakan materai.
Akan tetapi walaupun materai bukan syarat sah perjanjian, penggunaannya tetap harus dilakukan dengan hati-hati dan atas kesepakatan bersama, dan juga perlu diperhatikan aturan penggunaannya supaya tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan materai.
Syarat Sahnya Perjanjian
Suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila perjanjian tersebut sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu :
- Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Kesepakatan yaitu persesuaian antara pernyataan kehendak dari kedua belah pihak atau lebih yang berjanji. Pernyataan kehendak tersebut tidak harus disampaikan secara tertulis, pernyataan kehendak juga bisa dilakukan dengan lisan atau dengan isyarat.
- Kecakapan untuk membuat perjanjian
Kecakapan untuk membuat perikatan adalah kemampuan seseorang untuk membuat perjanjian yang mengikat dirinya secara hukum. Orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
- Orang yang belum dewasa
- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan
- Perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang
- Suatu hal tertentu
Suatu hal tertentu yang dimaksud disini adalah adalah objek yang menjadi perjanjian. Objek yang perjanjian tersebut harus dapat ditentukan secara jelas dan pasti.
- Suatu sebab yang halal.
Suatu sebab yang halal adalah alasan atau motif yang menjadi dasar pembuatan perjanjian. Maksud dari sebab yang halal adalah sebab yang tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, atau ketertiban umum.
Jadi apabila satu syarat sahnya perjanjian tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat batal demi hukum. Pembatalan perjanjian dapat dilakukan oleh salah satu pihak atau oleh kedua belah pihak.
Bisa atau tidaknya menggugat janji kekasih dalam konteks ”Pacaran” ke Pengadilan
Bisa atau tidaknya seseorang menggugat janji kekasih dalam konteks ”pacaran” ini dapat dilihat dari beberapa sisi. Apabila kedua belah pihak dikategorikan sebagai orang yang belum dewasa menurut hukum, maka tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian.
Apabila sudah dikategorikan dewasa sehingga memenuhi kriteria kecakapan hukum, perlu dilihat juga isi klausul atau objek perjanjiannya. Karena ketentuan ”Suatu hal tertentu” dalam syarat sahnya perjanjian, objek perjanjiannya harus dapat ditentukan dengan jelas dan pasti.
Apabila isi klausul perjanjian tersebut hanya berisi ”tidak akan meninggalkan dalam keadaan apapun”, atau ”tidak akan mencari pengganti ketika jarak dan waktu memisahkan”, maka tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian. Karena objek perjanjiannya tidak dapat ditentukan dengan jelas dan pasti.
Karena ”pacaran” ini merupakan hubungan asmara antara sepasang kekasih yang belum menikah. Hubungan ini tidak diatur secara khusus dalam hukum Indonesia. Perjanjian yang dibuat dalam hubungan pacaran tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Namun, ada beberapa pengecualian terhadap hal ini. Perjanjian pacaran bisa digugat ke pengadilan dalam hal-hal seperti :
- Apabila didalam perjanjian itu menyangkut kepentingan anak di bawah umur
- Apabila didalam perjanjian itu menyangkut kepentingan umum
Dalam hal perjanjian pacaran yang menyangkut kepentingan anak di bawah umur, maka perjanjian itu bisa digugat ke pengadilan untuk melindungi kepentingan anak tersebut.
Misalnya, jika seorang pria berjanji akan menikahi seorang wanita yang belum dewasa, maka perjanjian tersebut dapat digugat ke pengadilan jika pria tersebut tidak memenuhi janjinya.
Kemudian dalam hal perjanjian pacaran yang menyangkut kepentingan umum, maka perjanjian tersebut dapat digugat ke pengadilan untuk melindungi kepentingan umum tersebut.
Misalnya, jika seorang pria berjanji bahwa tidak akan melakukan kekerasan terhadap seorang wanita, maka perjanjian tersebut dapat digugat ke pengadilan jika pria tersebut melakukan kekerasan terhadap wanita tersebut.
Contoh Putusan Mahkamah Agung atas Perjanjian Pacaran
Pada tahun 2019, Mahkamah Agung pernah mengeluarkan putusan dalam kasus pacaran yang berkaitan dengan perjanjian tertulis. Dalam kasus itu, sepasang kekasih berpacaran selama 2 tahun dan keduanya membuat perjanjian tertulis yang berisi janji untuk menikah.
Setelah 2 tahun, salah satu pihak tidak memenuhi janjinya. Pihak yang merasa dirugikan kemudian menggugat pihak yang tidak memenuhi janjinya ke pengadilan.
Mahkamah Agung menyatakan bahwa perjanjian tersebut dapat digugat ke pengadilan karena dibuat secara tertulis. Mahkamah Agung juga menyatakan bahwa perjanjian tersebut dapat dipaksakan untuk dilaksanakan karena menyangkut kepentingan umum, yaitu perlindungan hak-hak perempuan.
Kemudian Mahkamah Agung juga memutuskan bahwa pihak yang tidak memenuhi janjinya harus membayar ganti rugi kepada pihak yang merasa dirugikan.
Dari Putusan Mahkamah Agung tersebut kita dapat melihat bahwa perjanjian pacaran yang dibuat secara tertulis dapat digugat ke pengadilan. Perjanjian tersebut juga dapat dipaksakan untuk dilaksanakan jika menyangkut kepentingan umum.
Jadi intinya bisa atau tidaknya perjanjian pacaran itu digugat ke pengadilan, harus memperhatikan Pasal 1320 KUHPerdata. Apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian, maka perjanjian tersebut dapat digugat ke pengadilan.
Kemudian yang harus digarisbawahi adalah penggunaan materai berfungsi sebagai pajak atas suatu dokumen bagi negara dan penggunaan materai pada suatu surat perjanjian dapat menjadikan surat perjanjian itu memiliki kekuatan pembuktian yang lebih tinggi, yaitu sebagai alat bukti yang otentik.
Buat kalian yang ingin mendapatkan update informasi yang menarik lainnya, kalian dapat mengunjungi website sah.co.id/blog/.
Kalian juga bisa berkonsultasi secara gratis terkait persoalan hukum terutama persoalan pengurusan legalitas usaha dengan mengunjungi sah.co.id atau menghubungi WA 085173007406.
Source :
Undang-Undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
KUHPerdata
Putusan Nomor 724/Pdt.G/2019/PN Jkt.Utr