Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

Penggunaan Gambar Hasil Generate AI: Melanggar Hak Cipta?

Ilustrasi Gambar Hasil Generate AI

Sah! – Artificial Intelligence (AI) telah membawa revolusi dalam berbagai bidang, tidak terkecuali dalam penciptaan konten visual. 

Dengan kemunculan berbagai platform text-to-image generator seperti DALL-E, Midjourney, dan Stable Diffusion, kini siapapun dapat menghasilkan gambar-gambar sesuai keinginannya hanya dengan mengetikkan deskripsi teks, tanpa membutuhkan kemampuan desain grafis secara pribadi.

Kemudahan dan kecepatan ini membuka pintu kreativitas yang tak terbatas, namun di sisi lain, juga memunculkan pertanyaan kompleks terkait aspek legal, terutama mengenai hak cipta. 

Apakah gambar yang sepenuhnya dihasilkan oleh algoritma komputer ini bebas digunakan? Ataukah penggunaannya justru menyimpan potensi pelanggaran hak cipta karya orang lain? 

Artikel ini akan mengupas lebih dalam mengenai potensi pelanggaran hak cipta dalam penggunaan gambar hasil generate AI.

Memahami Dasar-Dasar Hak Cipta

Sebelum membahas lebih jauh mengenai gambar AI, penting untuk memahami prinsip dasar hak cipta. Di sebagian besar yurisdiksi hukum di seluruh dunia, termasuk di Indonesia melalui UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC), hak cipta diberikan kepada pencipta itu sendiri. 

UUHC mendefinisikan pencipta sebagai “seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi”. 

Penekanan pada “orang” dan “pribadi” ini secara implisit menunjukkan bahwa subjek hukum yang dapat memegang hak cipta adalah manusia, dengan kreativitas dan intelektualitas yang melekat padanya.

Dalam konteks ini, karya yang murni dihasilkan oleh AI tanpa intervensi kreatif manusia yang signifikan seringkali dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hak cipta. Terlebih hal tersebut memerlukan orisinalitas, yang berbeda dengan unsur kebaruan (novelty).

US Copyright Office telah beberapa kali menolak pendaftaran hak cipta untuk karya yang sepenuhnya dibuat oleh AI, dengan alasan ketiadaan unsur “human authorship” atau kepengarangan manusia. 

Meskipun pengguna memberikan prompt atau perintah teks pada AI, argumennya adalah AI itu sendiri yang melakukan “eksekusi kreatif” berdasarkan algoritma dan data latihnya, bukan pengguna secara langsung menciptakan detail visual akhir.

Bagaimana AI Menghasilkan Gambar: Akar Potensi Pelanggaran

Untuk memahami di mana letak potensi pelanggaran hak cipta, kita perlu melihat bagaimana cara AI generatif ini bekerja. 

AI pembuat gambar dilatih (trained) menggunakan miliaran pasangan data teks dan gambar yang dikumpulkan dari internet.

Sebagian besar dari data gambar ini mungkin merupakan karya-karya yang dilindungi hak cipta milik fotografer, ilustrator, pelukis, dan seniman lainnya.

Ketika AI menghasilkan gambar baru berdasarkan prompt pengguna, mereka tidak hanya mencari referensi dari gambar yang sudah ada di internet. 

Melainkan, mereka juga mempelajari pola, gaya, tekstur, bentuk, dan hubungan antar objek dari data latihnya, kemudian menggunakan pemahaman tersebut untuk menciptakan sesuatu yang baru (novelty).

Namun, kebaruan ini tidak selalu mutlak. Ada beberapa skenario di mana penggunaan gambar hasil AI dapat berujung pada pelanggaran hak cipta:

  1. Kemiripan Substansial: Terkadang output yang dihasilkan bisa sangat mirip atau bahkan identik dengan karya berhak cipta yang ada dalam dataset pelatihannya. Jika kemiripan ini bersifat substansial dan mencakup elemen-elemen kreatif yang dilindungi dari karya asli, maka penggunaan gambar AI tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.
  2. Karya Turunan: UUHC juga melindungi hak eksklusif pencipta untuk membuat karya turunan dari ciptaannya. Gambar yang dihasilkan AI, meskipun tidak identik, bisa saja dianggap sebagai karya turunan jika ia secara jelas mengambil elemen-elemen penting dan khas dari karya berhak cipta yang sudah ada.
  3. Pelanggaran Gaya Artistik: Meskipun gaya artistik secara umum tidak dilindungi hak cipta (yang dilindungi adalah ekspresi konkret dari gaya tersebut), penggunaan AI untuk secara sengaja meniru gaya khas seorang seniman yang masih hidup atau yang karyanya masih dilindungi hak cipta dapat menimbulkan masalah etika dan hukum, terutama jika digunakan untuk tujuan komersial yang dapat merugikan seniman tersebut.

Ketidakpastian Hukum dan Peran Platform AI

Situasi hukum terkait karya AI masih terus berkembang dan belum ada konsensus global yang pasti. Di Indonesia sendiri, UUHC yang berlaku saat ini belum secara eksplisit mengatur status karya yang dihasilkan oleh AI maupun tanggung jawab hukum terkait penggunaannya. 

AI belum diakui sebagai subjek hukum, sehingga tidak dapat memegang hak cipta maupun dituntut atas pelanggaran hak cipta. 

Tanggung jawab cenderung akan jatuh pada pengguna atau pihak yang mengkomersilkan karya AI tersebut.

Banyak platform AI generator gambar memiliki ketentuan layanan yang mengatur hak dan kewajiban pengguna. 

Beberapa platform mengklaim bahwa pengguna memiliki hak atas gambar yang mereka hasilkan, bahkan untuk penggunaan komersial. 

Namun, penting untuk diperhatikan bahwa kepemilikan dari platform ini umumnya hanya berlaku antara pengguna dan platformnya. Itu pun setiap platform memiliki kebijakan-kebijakan sendiri yang bisa berbeda, sehingga pengguna wajib memahami ketentuan layanan setiap platform AI.

Ini merupakan selayaknya asas perjanjian hukum perdata yaitu the duty to read, atau kewajiban membaca kontrak pada setiap layanan yang akan digunakan.

Ketentuan tersebut tidak secara otomatis membebaskan pengguna dari potensi tuntutan pelanggaran hak cipta dari pihak ketiga yang karyanya mungkin secara tidak sengaja atau sengaja tereplikasi oleh AI.

Langkah Bijak dalam Menggunakan Gambar Hasil AI

Mengingat kompleksitas dan ketidakpastian hukum yang ada, pengguna gambar hasil AI perlu mengambil langkah-langkah bijak untuk meminimalkan risiko:

  1. Pahami Risiko Penggunaan Komersial: Risiko hukum cenderung lebih tinggi jika gambar AI digunakan untuk tujuan komersial yang dapat merugikan pemegang hak cipta asli.
  2. Teliti Ketentuan Layanan Platform: Baca dan pahami Ketentuan Layanan dari platform AI yang digunakan, terutama terkait kepemilikan dan lisensi penggunaan. Beberapa platform mulai menawarkan opsi untuk menggunakan model yang dilatih dengan data yang diklaim lebih “bersih” secara lisensi.
  3. Hindari Prompt yang Mengarah pada Peniruan: Jangan memberikan prompt yang secara spesifik meminta AI untuk meniru karya atau gaya seniman tertentu yang masih dilindungi hak cipta.
  4. Lakukan Pemeriksaan Kemiripan: Sebisa mungkin, lakukan pemeriksaan visual untuk memastikan gambar yang dihasilkan tidak terlalu mirip dengan karya berhak cipta yang sudah ada, terutama jika akan digunakan secara luas.
  5. Pertimbangkan Kontribusi Kreatif Sendiri: Jika memungkinkan, gunakan gambar AI sebagai dasar atau inspirasi, kemudian tambahkan sentuhan kreatif orisinal Anda sendiri secara signifikan. Ini dapat memperkuat argumen bahwa karya akhir memiliki unsur kepengarangan manusia.
  6. Ikuti Perkembangan Hukum: Isu hak cipta dan AI adalah bidang yang dinamis. Tetaplah mengikuti perkembangan regulasi dan kasus-kasus hukum terkait.

Kesimpulan

Teknologi AI generatif gambar menawarkan potensi luar biasa untuk memperkaya kreativitas visual. Namun, kemudahan ini datang dengan tanggung jawab untuk memahami dan menghormati hak kekayaan intelektual orang lain. 

Meskipun gambar yang dihasilkan AI mungkin tidak secara otomatis memiliki hak ciptanya sendiri, proses pembuatannya dan kemiripannya dengan karya yang sudah ada dapat membuka celah terjadinya pelanggaran hak cipta.

Sampai adanya kejelasan regulasi yang komprehensif, pengguna perlu bersikap hati-hati, terutama dalam penggunaan komersial. 

Memahami cara kerja AI, risiko yang terlibat, dan mengambil langkah-langkah mitigasi adalah kunci untuk memanfaatkan teknologi ini secara bijak tanpa melanggar batas-batas hukum dan etika. 

Masa depan interaksi antara AI dan hak cipta akan terus dibentuk oleh perkembangan teknologi, dan adaptasi pengaturan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Apabila anda membutuhkan bantuan pendaftaran hak cipta, Sah! menyediakan layanan tersebut. Segera urus legalitas hak cipta anda sebelum terkena konsekuensi hukum yang ada, guna menjaga hak moral dan hak ekonomi anda.

Konsultasikan terlebih dahulu kepada kami, gratis. Silahkan kontak kami melalui WhatsApp di 0851 7300 7406 atau pelajari tentang layanan lebih lanjut mengenai layanan kami di https://sah.co.id/pendaftaran-merek/.

Sumber:

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta

Suryani, A. N. (2024). Tinjauan Yuridis Komersialisasi Karya Cipta Gambar Hasil Artificial Intelligence (AI) Image Generator di Indonesia (Doctoral dissertation, UPN Veteran Jawa Timur).

Menyoal Aspek Hak Cipta atas Karya Hasil Artificial Intelligence. https://www.hukumonline.com/berita/a/menyoal-aspek-hak-cipta-atas-karya-hasil-artificial-intelligence-lt641d06ea600d9/?page=3

Apakah Gambar Hasil Generate AI Dapat Didaftarkan sebagai Hak Cipta?. https://penerbitalinea.com/2023/11/30/apakah-gambar-hasil-generate-ai-dapat-didaftarkan-sebagai-hak-cipta/?srsltid=AfmBOoo_-gKQju83VzhXqOIk9ZaQ0aUdTE7ZiF0fINSfZGeLbYjYXhKu

Artificial intelligence and copyright: Who owns AI-generated images?. https://www.novagraaf.com/en/insights/artificial-intelligence-and-copyright-who-owns-ai-generated-imagesKarya AI Dianggap Sah Sebagai Hak Cipta Kita Sendiri?. https://humic.telkomuniversity.ac.id/id/karya-ai-dianggap-sah-sebagai-hak-cipta-kita-sendiri/

WhatsApp us

Exit mobile version