Sah ! – Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan dengan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Di Indonesia peraturan yang berlaku mengenai hak cipta pada saat ini merupakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Dalam hal ini mencabut keberlakuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan mengenai fungsi serta sifat hak cipta yang diantaranya :
- Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pencipta dan/atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi dan program lainnya memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Dalam hal ini pembatasan yang dimaksudkan ialah yang tertuang dalam Undang–Undang Hak Cipta yaitu doktrin Fair Use atau kepentingan yang wajar tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang Hak Cipta.
Doktrin Fair Use atau Kepentingan Wajar
Kepentingan yang wajar merupakan bentuk perlindungan salah satunya merupakan perlindungan yang diberikan dalam hukum hak cipta untuk menggurangi timbulnya pelanggaran hak cipta.
Doktrin Fair Use dalam Undang-Undang Hak Cipta
Dalam Pasal 44 ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
Pasal 44 UU Hak Cipta mengatur kepentingan yang sah dalam pengecualian Undang-Undang Hak Cipta, yang memperhitungkan penikmatan manfaat ekonomi dari suatu penemuan.
Doktrin fair use termasuk dalam asas Anglo Saxon yang diadopsi dalam sistem hukum Indonesia.
Selain dengan perbedaan sistem hukum kepentingan yang wajar merupakan pengecualian dalam hak cipta namun masih tidak memiliki parameter yang jelas terhadap pengecualiannya.
Parameter pengecualian doktrin Fair Use
Dalam ketentuan Pasal 17 U.S.C 107 Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat tertuang parameter yang menjadi pengecualian yang jelas diantaranya :
- Tidak diperuntukan sebagai sarana komersial
- Tidak mengubah sifat dari hak cipta itu sendiri
- Jumlah yang digunakan
- Tidak mempengaruhi pasar dari hak cipta tersebut sendiri
Apabila kita perhatikan dalam Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat prinsip Fair Use memiliki batasan atas pengecualian hak cipta dengan parameter yang jelas.
Namun apabila ditinjau dalam Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia masih tidak memiliki batasan wajar dari prinsip doktrin Fair Use.
Pembatasan dalam Hak Cipta Doktrin Fair Use.
Dapat diartikan dalam Undang-Undang Hak Cipta Doktrin Fair Use memiliki pembatasan dalam hal berikut.
Yang mana memberikan izin pemakaian, pengambilan, atau memperbanyak suatu ciptaan tanpa adanya izin dari pemegang hak ciptanya sepanjang penggunaan tersebut menyebutkan sumber dan dalam hal tersebut dilakukan secara terbatas.
Perlu diingat hanya boleh dilakukan untuk kegiatan bersifat nonkomersial yang termasuk dengan kegiatan sosial.
Fair use yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta diantaranya :
- Pengambilan berita aktual
- Penggunaan ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.
- Pengambilan ciptaan pihak lain guna keperluan ceramah yang semata-mata untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
- Memperbanyak suatu ciptaan selain program komputer, oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata digunakan untuk keperluan aktivitasnya.
- Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer oleh pemilik program komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
Keberlakuan prinsip Fair Use pada ciptaan yang memiliki perlindungan hak cipta
Penerapan prinsip fair use di Indonesia berlaku pada ciptaan yang memiliki perlindungan hak cipta berdasarkan dengan prinsip fair use.
Berikut beberapa ciptaan dalam hukum hak cipta Indonesia yang tidak dapat diberlakukan dalam prinsip fair use diantaranya :
- Ciptaan berdasarkan dengan Pasal 13 Undang-Undang Hak Cipta yang diantaranya hasil rapat terbuka lembaga Negara, Peraturan Perundang-Undangan, Pidato Kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim, keputusan badan arbitrase atau badan sejenis lainnya.
- Ciptaan yang telah habis masa perlindungannya
- Ciptaan yang tidak memenuhi unsur dalam Pasal 1 angka 2 serta Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta.
Menurut Martine Courant Rife terdapat beberapa hal yang membuat doktrin Fair Use ini tidak menjadi berlaku kepada suatu ciptaan, yang diantaranya :
- Ciptaan sudah berada menjadi domain publik yang mana berarti perlindungan hak cipta telah habis atau selesai
- Ciptaan yang diciptakan oleh pemerintah amerika serikat, seperti putusan pengadilan, statuta, dan peraturan lainnya.
- Ciptaan yang tidak original
- Penggunaan ciptaan yang de minimalis, yang mana merupakan penggunaan ciptaan yang tidak cukup dalam melibatkan kuantitas ciptaan yang disalin guna untuk membuat kesamaan dalam substansial
- Penggunaan ciptaan dengan seizin dari pencipta.
Perbedaan Fair Use dan Fair Dealing
Meskipun jika ditinjau penggunaan istilah Fair Dealing dan Fair Use terlihat 2 hal yang sama, namun terdapat dua perbedaan dalam penggunaan cakupan maknanya.
Fair Use berlaku dalam penggunaan atau pengecualian yang disebutkan dalam undang-undang. Namun dalam fair use bersifat ilustratif dan sangat subjektif.
Fair Use memiliki cakupan yang lebih sempit dibandingkan dengan fair dealing. Fair Use hanya diterapkan untuk tujuan tertentu, yang mana fair use harus lulus uji kewajaran dengan tujuan yang tidak ditentukan.
Fair Use bersifat fleksibel dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang mengarah pada ketidakpastian.
Pengecualian Fair Use juga dianggap tidak pasti, terutama istilah-istilah seperti ‘parodi’ dan ‘sindiran’ yang tidak didefinisikan oleh hukum dan hanya ada sedikit contoh kasus mengenai hal yang sama.
Fair Use menekankan kepada penggunaan dalam perubahan karya dalam hak cipta, sedangkan Fair Dealing merupakan pengecualian dari pelanggaran hak cipta yang diatur dalam undang-undang.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta memang tidak mengenal istilah Fair Use atau Fair Dealing. Namun dalam undang-undang hak cipta menggunakan istilah yang bermakna sama.
Seperti yang kita kenal dengan “pembatasan perlindungan”. Walaupun tidak termuat dalam Undang-Undang Hak Cipta kita, kita tetap harus mengetahui bagaimana pengaturan mengenai fair use atau pembatasan wajar ini.
Hal ini sebagai tindakan preventif pelanggaran hak cipta.
Sekian artikel mengenai fair use semoga bermanfaat!
Terima kasih!
Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id
Source
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014
- Undang-Undang Hak Cipta Amerika Serikat
- https://journals.usm.ac.id/index.php/humani/article/download/4355/pdf#:~:text=Istilah%20fair%20use%20merupakan%20doktrin,lainnya%20adalah%20penggunaan%20yang%20adil.
- https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/29402/3/T1_312019044_Bab%20II.pdf
- https://business-law.binus.ac.id/2015/01/31/fair-use-vs-penggunaan-yang-wajar-dalam-hak-cipta/
- https://www.theipmatters.com/post/comparison-between-fair-use-and-fair-dealing
- https://jlrjs.com/comparative-analysis-between-fair-dealing-and-fair-use/