Sah! – Hak cipta merupakan hak eksklusif yang diberikan kepada pencipta atas karya ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra. Di Indonesia, hak cipta diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Hak ini memberikan perlindungan terhadap karya-karya orisinal dan memastikan bahwa pencipta memperoleh pengakuan dan manfaat ekonomi yang layak. Menghargai hak cipta bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga cerminan dari integritas moral dan kesadaran kolektif sebuah masyarakat terhadap keadilan dan penghargaan atas kerja intelektual.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan masih lemahnya kesadaran masyarakat dalam menghargai hak cipta. Salah satu contoh yang paling kasat mata adalah maraknya peredaran produk tiruan, khususnya barang-barang fesyen seperti sepatu “KW” atau palsu.
Produk sepatu palsu dari merek ternama seperti Nike, Adidas, atau Converse kerap dijual bebas dengan harga murah, dan seringkali dibeli tanpa rasa bersalah.
Hak Cipta dan Landasan Hukum di Indonesia
Di Indonesia, perlindungan hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini mengatur hak-hak eksklusif yang dimiliki oleh pencipta atas karya ciptaannya, termasuk hak untuk menggunakan, memperbanyak, dan mendistribusikan karya tersebut.
Beberapa pasal penting yang menegaskan penghargaan terhadap hak cipta antara lain:
- Pasal 1 ayat (1):
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelanggaran Hak Cipta Berdasrkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta menetapkan ketentuan pidana yang cukup tegas bagi pelaku pelanggaran:
- Pasal 112
Pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 52 untuk tujuan komersial dapat dikenai hukuman penjara maksimal 2 tahun dan/atau denda maksimal Rp300.000.000.
- Pasal 113:
- Huruf (a): Hukuman penjara 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp100.000.000 untuk pelanggaran hak ekonomi sebagaimana Pasal 9 ayat (1).
- Huruf (b–d): Hukuman bervariasi mulai dari 3 hingga 10 tahun dan denda hingga Rp4 miliar, terutama jika pelanggaran dilakukan dalam bentuk pembajakan.
- Pasal 114:
Pengelola tempat usaha yang mengetahui dan membiarkan peredaran produk pelanggar hak cipta dapat didenda hingga Rp100.000.000.
Menghargai Hak Cipta sebagai Cermin Integritas Moral
Penghargaan terhadap hak cipta bukan semata-mata soal patuh terhadap hukum, tapi juga merupakan integritas moral masyarakat. Integritas moral dapat dipahami sebagai kesadaran dan sikap jujur, adil, dan bertanggung jawab terhadap karya orang lain.
Ketika masyarakat menghormati hak cipta, itu berarti mereka mengakui perjuangan, kreativitas, dan inovasi yang telah dilakukan oleh pencipta.
Pelanggaran hak cipta merupakan sikap tidak menghargai hasil kerja keras orang lain dan cenderung mementingkan keuntungan pribadi secara instan tanpa memikirkan dampak sosial dan ekonomi yang luas.
Hal ini bisa merusak iklim kreativitas, menurunkan kualitas produk lokal, dan menghambat kemajuan budaya serta ilmu pengetahuan.
Contoh Kasus
Peredaran dan Jual Beli Sepatu KW
Salah satu contoh nyata pelanggaran hak cipta yang banyak terjadi di masyarakat adalah peredaran barang tiruan atau barang KW (kwalitas tidak asli), terutama dalam dunia fashion seperti sepatu.
Sepatu KW adalah sepatu yang secara desain, logo, dan merek meniru sepatu original dari merek terkenal, misalnya Nike, Adidas, atau Converse, namun diproduksi secara ilegal dan tanpa izin.
Sepatu KW memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan produk asli, sehingga banyak konsumen tergoda untuk membeli karena alasan ekonomis. Namun, membeli dan menggunakan sepatu KW sama saja mendukung pelanggaran hak cipta dan merugikan pencipta asli.
Dari aspek moral, barang KW merupakan integritas yang rendah karena melibatkan tindakan meniru karya orang lain tanpa izin dan tanpa memberikan penghargaan yang sepatutnya kepada pencipta asli.
Secara hukum, pengedaran dan penjualan sepatu KW termasuk pelanggaran hak cipta dan merek dagang (trademark), yang dapat dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta dan Undang-Undang Merek.
Pelanggaran ini juga berdampak pada kerugian ekonomi bagi pemilik merek asli, termasuk hilangnya kesempatan kerja, penurunan pendapatan perusahaan, dan berkurangnya inovasi karena tidak adanya penghargaan atas hasil karya mereka.
Mengapa Banyak Masyarakat Memilih Sepatu KW?
Fenomena ini tentu tidak terjadi tanpa sebab. Banyak masyarakat memilih produk KW karena:
- Harga yang Terjangkau
Produk asli seringkali dibanderol dengan harga tinggi, tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah atau menengah. Produk tiruan menawarkan penampilan yang serupa dengan harga jauh lebih murah.
- Minimnya Kesadaran Hukum
Banyak konsumen tidak menyadari bahwa membeli produk KW juga termasuk dalam mata rantai pelanggaran hak cipta.
- Gaya Hidup Konsumerisme
Budaya konsumerisme yang melekat dalam masyarakat modern mendorong individu untuk terus tampil mengikuti tren, walau harus membeli barang palsu. Masyarakat ingin terlihat fashionable dan mengikuti gaya hidup selebriti atau influencer, tanpa mempertimbangkan keaslian atau etika pembelian. Barang menjadi simbol status, bukan lagi fungsi.
- Kurangnya Penegakan Hukum
Penjual dan pembeli produk palsu seringkali tidak dikenai sanksi hukum, sehingga praktik ini terus berulang tanpa efek jera.
Peran Masyarakat dan Pemerintah
Masyarakat berperan penting dalam membentuk budaya menghargai hak cipta dengan tidak membeli atau menggunakan produk KW dan lebih memilih produk asli atau karya lokal yang legal. Kesadaran ini harus dibangun sejak dini melalui edukasi dan kampanye publik yang efektif.
Pemerintah juga wajib menegakkan hukum dengan tegas terhadap pelaku pelanggaran hak cipta, termasuk pelaku produksi dan distribusi barang KW. Penegakan hukum yang kuat akan menjadi deterrent effect agar pelanggaran hak cipta tidak semakin merajalela.
Selain itu, pemerintah perlu mendorong kreativitas dan inovasi dalam negeri dengan memberikan kemudahan akses perlindungan hak cipta dan mendukung para pencipta karya lokal agar produk-produk mereka lebih kompetitif dan dikenal luas.
Kesimpulan
Pelanggaran hak cipta, termasuk peredaran dan konsumsi produk tiruan seperti sepatu KW yang merupakan tantangan serius dalam membangun integritas moral masyarakat Indonesia.
Fenomena ini tidak hanya merugikan pencipta dan pemegang hak cipta secara ekonomi, tetapi juga melemahkan fondasi etika dan keadilan dalam kehidupan sosial.
Rendahnya kesadaran hukum, dominasi gaya hidup konsumtif, serta lemahnya penegakan hukum menjadi faktor penyebab terus berulangnya pelanggaran hak cipta di tengah masyarakat.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta telah menyediakan landasan hukum yang tegas melalui ketentuan pidana dalam Pasal 112, 113, dan 114.
Namun, hukum tidak akan efektif tanpa adanya kesadaran kolektif dari masyarakat untuk menghargai karya orisinal sebagai bentuk penghormatan terhadap intelektualitas dan kreativitas manusia.
Budaya membeli produk KW, meski terlihat sepele, adalah bentuk nyata dari ketidakpedulian terhadap hak ekonomi dan martabat pencipta.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406
Sumber:
Digital Citizenship Indonesia. “Memahami Hak Cipta di Era Digital: Pentingnya Menghormati Karya.”. https://digitalcitizenship.id/pengetahuan-dasar/hak-cipta-di-era-digital.
Hastuti, Maya. “Ada Beberapa Cara Menghargai Kekayaan Intelektual di Era Digital.” Kompas, 23 Agustus 2021. https://adv.kompas.id/baca/ada-beberapa-cara-menghargai-kekayaan-intelektual-di-era-digital/.
Hukumonline. “Pentingnya Perlindungan Hak Cipta dalam Karya Tulis Ilmiah Hukum.” Hukumonline, 26 Oktober 2023. https://www.hukumonline.com/berita/a/pentingnya-perlindungan-hak-cipta-dalam-karya-tulis-ilmiah-hukum-lt653a5a7e5896b/.
SIP Law Firm. “Hak Cipta di Era Digital: Panduan bagi Pencipta Konten.” SIP Law Firm, 25 September 2023. https://siplawfirm.id/hak-cipta-di-era-digital-panduan-bagi-pencipta-konten/?lang=id.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta