Sah!-Kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2024 akan segera dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Gerakan kampanye dari masing-masing paslon terus gencar dilakukan sesuai dengan jadwal yang keluar dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Melalui kegiatan kampanye, para calon pemilih diyakinkan oleh para pihak untuk memilih paslon yang diusung pada kontestasi Pilpres mendatang. Salah satunya dengan menawarkan berbagai program, visi dan misi dari peserta Pemilu.
Kampanye dapat disuarakan melalui beberapa metode di antaranya melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga kampanye pemilu di tempat umum, media sosial, dan lainnya.
Pernyataan yang dilontarkan oleh Jokowi saat itu mendatangkan pro dan kontra. Tidak hanya itu, apa yang dikatakan oleh Jokowi salah satu isyarat untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran pada kontestasi Pilpres tahun 2024 yang sebentar lagi akan digelar.
Jokowi berkata “Hak demokrasi hak politik setiap orang, setiap menteri sama saja. Yang penting, presiden itu boleh loh kampanye. Presiden itu boleh loh memihak. Boleh,”. Hal ini dilontarkan oleh Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Statement yang disampaikan Jokowi pada Selasa, 24 Januari 2024 langsung mendapat sorotan. Hal ini sebab beberapa pihak ada yang kontra dengan pernyataan yang dilontarkan Jokowi.
Selain itu, Jokowi melontarkan alasan bahwa dirinya bebas berkampanye dan memihak yang penting tidak menggunakan fasilitas negara yakni seorang presiden bukan hanya sebagai pejabat public tetapi juga pejabat politik.
“Masak gini nggak boleh, berpolitik nggak boleh, Boleh. Menteri juga boleh,” ujar Jokowi. “Tapi kan dilakukan atau tidak dilakukan terserah individu masing-masing,” tambahnya.
Beberapa pihak yang menyoroti perkataan Jokowi memberikan tanggapan, salah satunya adalah Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) yakni Ujang Komarudin.
Beliau berpendapat bahwa memang seorang presiden boleh-boleh saja melaksanakan kampanye dan berpihak pada salah satu paslon. Di dalam aturan juga tidak melarang seorang presiden berpihak dan ikut berkampanye.
Namun, dalam forum tersebut Ujang Komarudin menyampaikan bahwa presiden seharusnya mempunyai jiwa kenegarawanan yang lenih memikirkan nasib bangsa ketimbang politik praktis.
Melihat salah satu putra Jokowi menjadi cawapres di kontestasi pilpres tahun ini, Ujang berpendapat bahwa di kondisi ini lah Jokowi dihadapkan oleh kepentingan prubadi dan kepentingan menjadi seorang presiden.
“Di satu sisi harus memenangkan anaknya. Di satu sisi publik ingin presiden menunjukkan jiwa negarawan. Saya melihat presiden akan turun gunung untuk menaikkan elektabilitas Prabowo-Gibran,” ujar Ujang.
Majunya Gibran Rakabuming Raka di kontestasi Pilpres tahun 2024 memang rasanya sangat sulit bagi Jokowi sebagai presiden untuk netral.
“Pertarungan batin Pak Jokowi sekarang adalah antara kepentingan pribadi dan jabatannya sebagai presiden,” kata Ujang.
Tentunya Jokowi ingin anaknya memenangkan Pemilu mendatang supaya putra sulungnya tersebut dapat melanjutkan tahta kekuasaan Jokowi.
Hal ini sependapat dengan Aditya Perdana, Pengamat Politik Universitas Indonesia (UI). Beliau mengatakan bahwa kondisi seperti ini bukan lah rahasia lagi. Pasti dengan majunya Gibran di Pilpres ini memperkuat bahwa Jokowi memihak ke pasangan calon nomor urut 2.
Ditambah lagi gerak-gerik yang dilakukan oleh Jokowi akhir-akhir ini membuktikan bahwa beliau adalah tokoh dibalik layar yang mendukung penuh pasangan Prabowo-Gibran.
Aditya berkata “Sederhana saja, Pak Jokowi kalau mau berpihak tidak usah lagi beri kode-kode. Langsung saja. Saya rasa semua orang sudab tahu.”
Kekhawatiran Aditya soal presiden boleh berkampanye dan berpihak salah satunya adalah digunakannya fasilitas dan sumber daya milik negara untuk mengarahkan rakyat agar mendukung pasangan calon yang dia inginkan.
Dukungan dari Jokowi semakin membuat percaya diri Rosan Roeslani, Ketua Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo-Gibran. Menurutnya, peran Jokowi akan memberi dampak positif kepada pasangan calon nomor urut 02.
Beliau berpendapat bahwa presiden mempunyai hak yang sama seperti Warga Negara Indonesia yang lain salah satunya adalah hak untuk memilih pada kontestasi Pilpres tahun 2024.
Berbeda dengan calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan berpandangan dengan menekankan konsep negara hukum.
Beliau berpendapat bahwa semua yang melaksanakan kewenangan harus merujuk pada aturan hukum, bukan merujuk kepada selera dan kepentingan yang mungkin ada pada dirinya atau kelompoknya.
Anies Baswedan memberikan kebebasan kepada masyarakat agar bisa mencerna dan menilai sendiri terkait pernyataan yang dilontarkan oleh Jokowi.
Anies berkata “Menurut saya, masyarakat bisa mencerna dan nanti menakar atau menimbang pandangan tersebut, karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua.”
Beliau menyerahkan persoalan ini kepada para pakar hukum. Pakar hukum yang seharusnya menilai supaya mencegah opini-opini yang bermunculan secara obyektif.
Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut tidak gentar apabila Jokowi berpihak kepada salah satu pasangan calon di kontestasi Pilpres mendatang. Bahkan beliau mempercayai bahwa semua ada hikmahnya.
Anis menambahkan “Kami sering ngalami dilarang di sini, di sini, dilarang di sini akhirnya kami dapat tempat yang tidak diduga sebelumnya. Eh malah digratiskan. Berarti itu seperti bagaimana kita itu mau digratiskan tapi jalannya seperti itu. Nah itu sering kami alami di sini dilarang di sana dilarang.”
Persoalan ini juga ditanggapi oleh Menkopolhukam, Prof Mahfud MD. Beliau mengatakan “Ya ndak papa, kalau Presiden mengatakan begitu silakan saja. Anda mau ikut atau nggak itu kan terserah.”
Pendapat yang dilontarkan Prof Mahfud MD tersebut disampaikan pada saat usai menjadi pembicara di Ponpes An-Nur, Ngrukem, Kepanewon Sewon, Bantul tepatnya tanggal 24 Januari 2024.
Prof Mahfud MD menyerahkan kepada Biro Hukum Sekretaris Negara untuk menanyakan soal perkataan yang dilontarkan oleh Jokowi.
Adapun pakar hukum, Bivitri Susanti berpendapat soal perkataan Jokowi yang dilontarkan pada Rabu, 24 Januari kemarin.
Beliau mengkritik bahwa seorang presiden yang melaksanakan kampanye dan berpihak kepada salah satu pasangan calon disebut melanggar etik.
Beliau menambahkan bahwa aturan hukum mengenai Jokowi sebagai presiden bisa berkampanye dan berpihak adalah salah.
Jokowi mungkin mengacu pada aturan Pasal 282 UU Pemilu. Namun, Bivitri Susanti menyampaikan mengenai aturan ini bahwa sebenarnya masih ada regulasi yang tertuang dalam Pasal 280, Pasal 304, dan 307.
Dalam ketiga pasal tersebut terdapat batasan yang diperuntukkan kepada presiden dan pejabat-pejabat negara yang lain.
Pasal tersebut menjelaskan bahwa presiden dan pejabat-pejabat negara lain dibatasi untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang dapat memberi keuntungan kepada salah satu pasangan calon. “Jelas pernyataan ini melanggar hukum dan melanggar etik,” tambah Bivitri pada Rabu, 24 Januari 2024 saat dihubungi Via WhatsApp.
Sedangkan Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera berpendapat bahwa seorang presiden seharusnya dapat mengedepankan prinsip dan etika sebagai penyelenggara negara.
Beliau mengatakan bahwa presiden sebagai pejabat negara tidak mungkin lepas dari fasilitas negara yang sudah melekat kepada mereka.
Demikianlah artikel yang membahas mengenai persoalan perkataan Jokowi yang tengah ramai dibicarakan.
Sah! juga menyediakan lebih banyak lagi artikel yang bermanfaat dan dapat diakses melalui laman Sah.co.id. Dengan mengakses laman tersebut, tentunya dapat mengetahui dan membaca berita-berita lainnya yang lebih lengkap lagi.
Source:
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum
https://www.republika.id/posts/49886/isyarat-jokowi-turun-gunung-menangkan-02-dan-respons-anies