Sah!- Presiden Joko Widodo baru saja mengeluarkan kebijakan baru dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 yang merubah peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Kebijakan ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat karena dengan dikeluarkanya kebijakan yang baru, maka gaji masyarakat akan dipotong sebesar 2,5%-3% setiap tanggal 10 sebagai iuran tapera yang mana ini merupakan keharusan.
Tapera sendiri merupakan akronim dari tabungan perumahan rakyat. Sebelumnya Tapera dikelola oleh Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil (BAPERTARUM-PNS) yang dibentuk berdasarkan Keppres No. 14 Tahun 1993.
Dibentuknya BAPERTARUM-PNS merupakan pengejawantahan amanat Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi sebagai berikut:
“setiap warga Negara memiliki hak untuk dapat hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, serta mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.”
Seperti yang diketahui secara umum, ketersediaan rumah atau tempat tinggal menjadi hal yang sangat fundamental bagi manusia terutama dalam melangsungkan kehidupannya. Tempat tinggal digunakan sebagai tempat berlindung dan sebagai sarana dalam menjalankan aktifitas kesehariannya.
Namun demikian ketersediaan tempat tinggal menjadi barang yang mahal saat ini akibat dari perbedaan rasio yang cukup signifikan antara ketersediaan lahan dan jumlah masyarakat usia produktif.
Indonesia memiliki luas wilayah sebesar 8.300.000 kilometer persegi dengan daratan seluas 1.916.906 kilometer persegi yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Indonesia terdiri dari sekitar 17.000 pulau. Namun demikian sebagian populasi masyarakat tersentralisasi di pulau jawa.
Jumlah populasi di Indonesia pada tahun 2024 mencapai lebih dari 279 juta jiwa. Tingginya jumlah populasi produktif dan terbatasnya daratan yang dapat dihuni oleh masyarakat, menyebabkan meningkatnya permintaan lahan huni yang berdampak pada tingginya harga tanah.
Alasan tersebut yang kemudian mendorong terbentuknya Undang–Undang Tapera yang menggantikan peraturan perundang-undangan sebelumnya. Dengan dibentuknya peraturan terbaru, maka kepesertaan atas tapera yang sebelumnya hanya diperuntukan bagi PNS diperluas.
Hal ini menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Beberapa keberatan masyarakat yang diuangkan di sosial media antara lain yaitu:
- Sebagian Masyarakat Telah mempunyai tempat tinggal
Masyarakat mempertanyakan kebijaksanaan pemerintah akan program tapera bagi masyarakat yang telah memiliki hunian. Selain itu sebagian lainnya juga telah melakukan cicilan rumah, sehingga dirasa tidak adil apabila pemerintah memaksa semua masyarakat baik ASN maupun Pekerja Swasta untuk wajib mengikuti program Tapera ini. - Harga Hunian yang Mahal
Masyarakat meragukan program tapera akan berjalan dengan semestinya melihat mahalnya harga huniaan saat ini. Pemotongan gaji untuk iuran tapera berkisar 2.5-3%, apabila seorang karyawan mempunyai gaji sebesar Rp 10.000.000,00 maka 3% dari total gaji tersebut adalah Rp 300.000,00.
Setiap satu bulan maka gaji karyawan akan dipotong sebesar Rp 300.000,00. Di Jakarta Pusat harga hunian dengan luas sekitar 100-200 m2 mempunyai harga sekitar Rp 3.000.000.000 hingga Rp 10.000.000.000.
Dengan demikian untuk mendapatkan hunian tersebut maka pekerja harus bekerja selama 800 tahun, yang mana sangat tidak mungkin bagi masyarakat untuk bekerja selama lebih dari 800 tahun untuk mendapatkan hunian yang layak.
Maka yang terjadi kemudian adalah pengembalian tabungan yang telah berakhir masa kepesertaannya. Salah satunya ketika peserta telah pensiun. - Tingginya Angka Korupsi di Indonesia
Tidak dapat dipungkiri, Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai angka kasus korupsi yang tinggi. Indonesia mempunyai skor 34 dari skala 0-100 dari Corruption Perceptions Index (CPI) yang mana rata-rata global menunjukan skor 43. dengan demikian Indonesia menjadi salah satu negara dengan kasus korupsi terbanyak, menduduki urutan ke 65 dari 180 negara.
Dengan banyaknya kasus korupsi di Indonesia, masyarakat menjadi skeptis akan adanya program tapera yang ditakutkan semata-mata hanya menjadi ladang korupsi bagi pihak yang berkepentingan. - Banyaknya Tanggungan Lainnya
seperti yang diketahui awal tahun masyarakat jika diributkan dengan adanya PPh 21 sedangkan belum genap di pertengahan tahun saat ini muncul kembali Tapera. Hal tersebut menambah beban masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya disaat harga barang semakin naik.
Bagaimana Cara Pencairan Tapera?
Simpanan dan hasil pemupukan tapera dapat diperoleh oleh peserta ketika kepesertaannya berakhir. Hal ini tercantum dalam Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020. Kepesertaan Tapera berakhir dalam beberapa kondisi yang tercantum dalam Pasal 23, yakni:
- Pekerja telah pensiun;
- Bagi pekerja mandiri telah mencapai usia 58 tahun;
- Peserta meninggal dunia; atau
- Peserta tidak memenuhi kriteria selama 5 tahun berturut-turut.
Simpanan dan hasil pemupukan tersebut wajib diberikan paling lama 3 bulan setelah kepesertaan tapera dinyatakan berakhir.
Simpanan dan pemupukan tersebut dibayarkan melalui bank Kustodian oleh Badan Penyelenggara Tapera.
Sah! Menyediakan layanan pengurusan legalitas usaha, pendaftaran HAKI, serta pendaftaran hak cipta. Bagi para calon pelaku usaha yang hendak melakukan pengurusan legalitas usaha atau memiliki keinginan untuk membentuk badan usaha, bisa menghubungi kontak WhatsApp: 0851 7300 7406 untuk melakukan konsultasi atau dapat mengunjungi laman Sah.co.id
Sources:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Penyelenggaraan Tapera.
Badan Informasi Geospal (BIG) dengan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL:
https://www.worldometers.info/world-population/indonesia-population/