Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

First to File vs First to Use: Dua Wajah Perlindungan Merek

Ilustrasi first to file dan first to use Merek

Sah! – Perlindungan terhadap merek merupakan aspek penting dalam hukum kekayaan intelektual, karena merek berfungsi sebagai identitas dari suatu produk atau jasa yang membedakannya dari produk atau jasa lainnya di pasaran.

Di berbagai negara, sistem perlindungan merek diatur dengan pendekatan yang berbeda, terutama dalam menentukan siapa pemilik sah dari suatu merek. Dua sistem utama yang digunakan dalam menentukan kepemilikan merek adalah First to File dan First to Use.

Masing-masing sistem ini memiliki implikasi hukum yang berbeda terhadap perlindungan merek, proses pendaftaran, dan penyelesaian sengketa.

Pengertian First to File

Sistem First to File adalah sistem yang mengakui hak eksklusif atas suatu merek kepada pihak yang pertama kali mengajukan permohonan pendaftaran merek ke kantor kekayaan intelektual.

Dalam sistem ini, penggunaan merek sebelumnya di pasar tidak secara otomatis memberikan hak hukum atas merek tersebut. Yang menjadi tolak ukur utama adalah tanggal pengajuan pendaftaran, bukan tanggal penggunaan.

Negara-negara yang menganut sistem First to File antara lain Indonesia, Tiongkok, Jepang, dan sebagian besar negara di Eropa. Di Indonesia, sistem ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Pasal 1 angka 5 UU tersebut menyatakan bahwa hak atas merek diperoleh setelah merek tersebut didaftarkan.

Artinya, meskipun suatu merek telah digunakan bertahun-tahun oleh pelaku usaha, hak hukum baru akan muncul ketika merek tersebut didaftarkan dan memperoleh sertifikat dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).

Pengertian First to Use

Sistem First to Use memberikan hak merek kepada pihak yang pertama kali menggunakan merek tersebut secara nyata dalam kegiatan perdagangan atau bisnis.

Dalam sistem ini, pendaftaran merek tetap penting untuk memperkuat bukti hak atas merek, tetapi bukan menjadi penentu utama dalam klaim kepemilikan. Yang lebih utama adalah siapa yang terlebih dahulu menggunakan merek tersebut secara konsisten dan terus-menerus dalam dunia usaha.

Sistem First to Use umumnya dianut oleh negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada. Di Amerika Serikat, misalnya, prinsip ini tercermin dalam aturan yang memungkinkan pihak yang menggunakan merek terlebih dahulu untuk memiliki klaim prioritas, meskipun belum mendaftarkan merek tersebut secara formal.

Bahkan, pihak yang mendaftarkan belakangan pun masih bisa mengajukan gugatan pembatalan terhadap pendaftar yang tidak memiliki bona fide use (penggunaan yang sah) atas merek.

Perbedaan Filosofis

Perbedaan mendasar antara kedua sistem ini mencerminkan filosofi hukum yang berbeda. Sistem First to File lebih menekankan pada kepastian hukum dan administrasi yang tertib.

Dengan mendorong pelaku usaha untuk segera mendaftarkan mereknya, sistem ini menciptakan database merek yang teratur dan memudahkan proses pemeriksaan. Di sisi lain, sistem First to Use lebih menekankan pada keadilan substantif dan perlindungan atas itikad baik dalam penggunaan suatu merek.

Sistem First to File menganggap bahwa hak eksklusif harus diberikan kepada pihak yang proaktif mendaftarkan merek, sementara sistem First to Use menilai bahwa penggunaan nyata atas merek adalah bentuk nyata dari kepemilikan yang sah dan seharusnya dihormati oleh hukum.

Implikasi Hukum

Sistem First to File, konsekuensinya adalah bahwa pelaku usaha yang tidak segera mendaftarkan mereknya berisiko kehilangan hak atas merek tersebut, meskipun sudah digunakan secara luas.

Situasi ini bisa menimbulkan praktik yang dikenal sebagai “trademark squatting” di mana pihak ketiga mendaftarkan merek milik pihak lain dengan itikad buruk untuk mendapatkan keuntungan atau menekan pemilik sebenarnya.

Sistem First to Use, pihak yang terlebih dahulu menggunakan merek dapat mempertahankan haknya meskipun belum terdaftar.

Namun, ini juga memiliki kelemahan karena menimbulkan ketidakpastian hukum. Dalam sengketa merek, dibutuhkan bukti penggunaan yang konkret, seperti dokumen penjualan, iklan, atau kontrak. Hal ini bisa menjadi proses yang rumit dan panjang dalam pembuktian.

Studi Kasus dan Perbandingan Praktis

Perbedaan sistem First to File dan First to Use dapat dilihat secara nyata dalam berbagai kasus internasional. Berikut dua studi kasus konkret yang mencerminkan perbedaan perlakuan terhadap kepemilikan merek berdasarkan sistem hukum yang dianut.

1. Studi Kasus di Negara First to File: Kasus merek iPad di Tiongkok

Apple Inc., perusahaan teknologi asal Amerika Serikat, menghadapi kendala besar ketika meluncurkan produk iPad di Tiongkok. Pada tahun 2010, saat Apple mulai memasarkan iPad, ternyata merek “iPad” telah terlebih dahulu didaftarkan oleh perusahaan lokal bernama Proview Technology (Shenzhen) sejak tahun 2001.

Tiongkok menganut sistem First to File, sehingga meskipun Apple adalah pencipta dan pemilik merek “iPad” secara global, Apple tidak otomatis mendapatkan hak atas merek tersebut di Tiongkok hanya karena mereka menciptakan dan mempopulerkannya.

Akibatnya, Proview menggugat Apple atas dugaan pelanggaran hak merek, dan kasus ini menjadi sengketa besar.

Apple akhirnya harus membayar 60 juta dolar AS kepada Proview untuk menyelesaikan sengketa dan mendapatkan hak atas merek “iPad” di Tiongkok. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana sistem First to File dapat merugikan pemilik asli merek jika mereka terlambat melakukan pendaftaran di suatu negara.

Dalam sistem First to File, siapa cepat dia dapat. Apple kalah karena tidak mendaftarkan mereknya terlebih dahulu di Tiongkok, meskipun telah menggunakan dan mempopulerkannya di seluruh dunia.

2. Studi Kasus di Negara First to Use: Kasus merek Burger King di Australia

Australia menganut prinsip First to Use. Salah satu kasus terkenal yang menggambarkan penerapan prinsip ini adalah ketika Burger King, jaringan makanan cepat saji asal Amerika Serikat, berupaya untuk berekspansi ke Australia pada tahun 1970-an.

Merek “Burger King” ternyata telah lebih dulu digunakan dan didaftarkan oleh seorang pengusaha lokal Australia di Adelaide. Karena prinsip First to Use berlaku dan pengusaha tersebut telah menggunakan merek secara sah lebih dulu, Burger King dari Amerika Serikat tidak dapat menggunakan nama aslinya di Australia.

Sebagai solusinya, Burger King AS akhirnya menggunakan merek alternatif “Hungry Jack’s” untuk menjalankan bisnisnya di Australia. Hingga kini, semua gerai Burger King di Australia tetap memakai nama Hungry Jack’s sebagai identitas resmi.

Dalam sistem First to Use, prioritas penggunaan lebih dihargai daripada siapa yang lebih dulu mendaftarkan. Hak merek diberikan kepada pihak yang lebih dahulu menggunakan merek secara sah di pasar.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

Sumber:

Tritanaya, Neisa Ines, dan Wiwin Yulianingsih. “Perbandingan Perlindungan Hukum Merek antara Prinsip First to File Hukum Indonesia dan Prinsip First to Use pada Hukum Australia.” Yustisia Tirtayasa: Jurnal Tugas Akhir 2, no. 3 (Desember 2022): 229–243. http://dx.doi.org/10.51825/yta.v1i2.

Hukumonline. “Perbedaan Sistem Perlindungan Merek First to File dan First to Use.” Hukumonline,

Hukumonline. “First to File atau First to Use: Indonesia Anut yang Mana?” Hukumonline

Manalu, Juli Etha Ramaida. “Apple Kalah Dalam Sengketa Merek Dagang di China.” Bisnis.com

Wolf of Franchises. “Hungry Jack’s: Why Burger King Has a Different Name in Australia.” Wolf of Franchises,

WhatsApp us

Exit mobile version