Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

Daftar Nama Merek yang Melanggar Ketertiban Umum di Indonesia

Ilustrasi Nama Merek

Sah! – Ketertiban umum adalah prinsip dasar yang menjadi landasan dalam menjaga kehidupan sosial yang aman, damai, dan tertib. Dalam konteks Indonesia, ketertiban umum mencakup aturan-aturan yang mengatur perilaku masyarakat, baik di ruang publik maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini meliputi segala hal yang berhubungan dengan keamanan, kenyamanan, dan kepatuhan terhadap hukum. Nama merek yang melanggar ketertiban umum dapat mengganggu kestabilan sosial, merusak norma yang berlaku, atau bahkan melanggar hukum yang ada.

Oleh karena itu, dalam memilih nama merek, sangat penting untuk memperhatikan norma dan regulasi yang berlaku agar tidak menimbulkan masalah.

Merek yang Mengandung Unsur Kekerasan dan Anarki

Nama merek yang mengandung unsur kekerasan atau anarki berpotensi melanggar ketertiban umum, karena dapat memicu kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.

Penggunaan kata-kata atau simbol yang berhubungan dengan kekerasan, senjata, atau pembangkangan terhadap otoritas dapat menimbulkan ketakutan, kegelisahan, atau bahkan tindak kekerasan dalam masyarakat.

Nama merek yang mengandung konotasi destruktif, seperti “Rage”, “Chaos”, atau “Revolt”, bisa menimbulkan persepsi yang buruk di kalangan masyarakat dan bahkan berisiko menyebabkan protes atau larangan dari pihak berwenang.

Sebagai contoh, merek yang menggunakan nama atau simbol yang menggambarkan aksi kekerasan atau pembangkangan terhadap hukum, seperti “Warzone” atau “Bloodshed”, dapat dianggap tidak bertanggung jawab dan berisiko melanggar ketertiban umum.

Nama-nama semacam ini dapat memengaruhi perilaku konsumen, terutama generasi muda, yang mungkin terpengaruh oleh citra kekerasan yang dibawa oleh merek tersebut.

Selain itu, dalam konteks ketertiban umum, merek yang mengandung unsur-unsur yang merujuk pada pemberontakan atau anarki, seperti “Revolution” atau “Uprising”, juga bisa dianggap berisiko dalam merusak rasa aman dan ketentraman masyarakat.

Nama-nama yang mengandung potensi untuk memicu konflik sosial atau memperburuk ketegangan bisa berhadapan dengan regulasi yang melarang penyebaran ideologi ekstremis.

Merek yang Mengandung Unsur Pornografi atau Ketidakpantasan

Nama merek yang berkaitan dengan pornografi atau ketidakpantasan secara jelas dapat melanggar ketertiban umum karena dapat merusak norma sosial yang ada di masyarakat Indonesia, yang mayoritas menganut ajaran agama dan memiliki nilai-nilai moral yang tinggi.

Penggunaan nama merek yang mengandung unsur pornografi, seperti kata-kata cabul atau gambar-gambar yang bersifat seksual, dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak etis dan bertentangan dengan ketertiban umum.

Contoh merek yang dapat melanggar ketertiban umum adalah nama merek yang menggunakan kata-kata vulgar atau eksplisit, seperti “Hot Stuff” atau “Sexy Wear”. Nama merek seperti ini tidak hanya merusak citra dan reputasi perusahaan, tetapi juga bisa dianggap merusak moralitas masyarakat.

Selain itu, produk atau layanan yang menggunakan nama-nama tersebut berpotensi menambah persepsi negatif terkait dengan standar kesusilaan dan ketertiban umum.

Penggunaan simbol atau ilustrasi yang bersifat provokatif atau cabul dalam iklan atau branding juga dapat dianggap melanggar ketertiban umum.

Merek yang menampilkan gambar atau visual yang mengarah pada pornografi dapat menimbulkan gangguan sosial, terutama jika dipajang di ruang publik atau terpapar kepada konsumen muda.

Merek yang Menyebarkan SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan)

Ketertiban umum juga berkaitan dengan adanya penghormatan terhadap keberagaman dan persatuan di masyarakat. Oleh karena itu, nama merek yang menyebarkan ujaran kebencian atau diskriminasi terhadap kelompok tertentu, baik berdasarkan suku, agama, ras, atau golongan (SARA), jelas melanggar ketertiban umum dan berpotensi menimbulkan kerusuhan sosial.

Sebagai contoh, merek yang menggunakan nama atau simbol yang dapat dianggap menghina suku, agama, atau ras tertentu dapat menyebabkan ketegangan dan perpecahan di masyarakat.

Misalnya, sebuah merek yang menggunakan nama atau lambang yang merujuk pada diskriminasi rasial atau agama, seperti “Rednecks” untuk pakaian atau aksesori, dapat mengundang kecaman dari kelompok tertentu dan berisiko memicu konflik sosial.

Di Indonesia, yang memiliki keanekaragaman etnis dan agama, keberagaman ini harus dihormati dan dilestarikan. Oleh karena itu, merek yang menggunakan simbol atau nama yang menyinggung keberagaman tersebut dapat dianggap melanggar ketertiban umum dan bisa dikenakan sanksi hukum oleh pihak berwenang, terutama jika dapat memicu permusuhan atau kebencian.

Merek yang Mengandung Unsur Penipuan atau Pemalsuan

Nama merek yang mengandung unsur penipuan atau pemalsuan juga melanggar ketertiban umum, karena dapat merusak integritas dan kepercayaan dalam transaksi ekonomi.

Merek yang berusaha memanipulasi konsumen dengan cara yang tidak jujur atau dengan menyebarkan informasi yang salah dapat menimbulkan gangguan dalam perekonomian dan merusak kestabilan sosial.

Contohnya adalah merek yang menggunakan nama yang mengarah pada klaim palsu tentang kualitas produk atau jasa, seperti “100% Pure” untuk produk yang tidak benar-benar murni, atau menggunakan nama merek yang menyerupai merek besar dengan tujuan membingungkan konsumen.

Praktik semacam ini jelas melanggar prinsip ketertiban umum, karena merugikan konsumen dan dapat menyebabkan ketidakadilan dalam dunia bisnis.

Selain itu, penggunaan merek yang terlibat dalam pemalsuan atau peniruan merek terkenal juga melanggar ketertiban umum, karena dapat merusak reputasi bisnis yang sah dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perdagangan yang ada.

Merek yang meniru produk ternama dengan tujuan mengelabui konsumen dan memperoleh keuntungan tidak sah berpotensi mengganggu ketertiban dalam pasar.

Merek yang Menggunakan Nama atau Simbol yang Melanggar Hukum

Nama merek yang melanggar hukum, seperti menggunakan nama atau simbol yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan, juga bisa dianggap melanggar ketertiban umum.

Di Indonesia, terdapat banyak regulasi yang mengatur penggunaan nama merek dan simbol-simbol yang dapat merugikan atau membahayakan masyarakat. Penggunaan simbol yang bertentangan dengan hukum, seperti lambang yang digunakan oleh organisasi terlarang, dapat dikenakan tindakan hukum.

Contoh yang sering terjadi adalah penggunaan simbol atau logo yang terhubung dengan organisasi yang dianggap ilegal atau teroris, atau penggunaan kata-kata yang dilarang dalam hukum, seperti yang berkaitan dengan penyebaran ujaran kebencian, pornografi, atau ajakan untuk melakukan tindakan kriminal.

Merek yang menggunakan simbol atau kata-kata ini dapat dianggap melanggar ketertiban umum dan dapat dikenakan sanksi hukum yang berat.

Mengapa Nama Merek Bisa Melanggar Ketertiban Umum?

Nama merek dapat melanggar ketertiban umum karena beberapa alasan berikut:

  1. Unsur Kekerasan atau Anarki: Nama merek yang mengandung unsur kekerasan atau kebencian bisa memicu ketegangan sosial dan merusak kedamaian di masyarakat.
  2. Unsur Pornografi atau Ketidakpantasan: Nama merek yang menggunakan kata-kata vulgar atau simbol cabul dapat merusak moralitas masyarakat dan merusak ketertiban sosial.
  3. Menyebarkan Diskriminasi atau SARA: Nama merek yang menghina suku, agama, ras, atau golongan tertentu bisa menimbulkan perpecahan sosial dan merusak persatuan bangsa.
  4. Penipuan atau Pemalsuan: Nama merek yang melibatkan penipuan atau pemalsuan dapat merusak kepercayaan masyarakat dan merugikan konsumen.
  5. Melanggar Regulasi Hukum: Nama merek yang menggunakan simbol atau kata-kata yang dilarang oleh hukum dapat berisiko dikenakan sanksi hukum.

Nama merek yang melanggar ketertiban umum dapat menimbulkan dampak sosial dan hukum yang serius. Oleh karena itu, sangat penting bagi perusahaan dan individu yang memilih nama merek untuk mempertimbangkan norma dan regulasi yang berlaku.

Penggunaan nama yang bertentangan dengan ketertiban umum dapat merusak citra merek, menciptakan konflik sosial, dan bahkan melanggar hukum.

Dengan demikian, pemilihan nama merek yang baik dan bijaksana adalah langkah pertama dalam menjaga hubungan yang harmonis dengan masyarakat serta memastikan bisnis berjalan dengan lancar dan sesuai dengan ketertiban umum yang berlaku.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *