Sah! – Denda yang harus dibayar oleh Agnez Mo karena ia digugat oleh Ari Bias sempat menjadi perhatian khalayak karena keputusan hakim untuk memenangkan gugatan Ari Bias terkait masalah hak cipta.
Agnez Mo dianggap melanggar hak cipta karena menyanyikan lagu milik Ari Bias tanpa izin walau beberapa kali sudah diberikan teguran kepada penyanyi “Matahari” tersebut.
Dari hasil keputusan kasus tersebut, beberapa justru mengkritisi putusan yang memenangkan Ari Bias.
Adanya kasus tersebut menyebabkan isu baru dimana beberapa musisi Indonesia bersama-sama mengajukan gugatan terhadap UU Hak Cipta kepada Mahkamah Konstitusi pada 7 Maret 2025 lalu.
Salah satunya adalah Ariel NOAH, ia bersama dengan 28 musisi lainnya ia mengajukan uji materiil terhadap UU Hak Cipta kepada Mahkamah Konstitusi.
Selain Ariel, ada sejumlah artis yang mengajukan gugatan in seperti Nadin Amizah, Bernadya, Nino RAN, Vidi Aldiano, Afgan, dan lain-lain.
Melansir dari BBC, Ariel dan rekan-rekannya sesama penyanyi khawatir mereka akan kesulitan dalam berkarya seperti membawakan lagu ciptaan orang lain karena dapat dikenakan denda serupa seperti Agnez Mo.
Titik fokus dari kasus pengajuan UU Hak Cipta ini adalah berkaitan dengan performing rights.
Lima pokok poin gugatan UU Hak Cipta ke MK
Berikut adalah poin-poin yang diajukan oleh para penggugat terkait Undang-Undang Hak Cipta:
- Pasal 9 Ayat 3 – Para penggugat mengusulkan agar pasal ini tetap dinyatakan konstitusional dengan ketentuan bahwa penggunaan karya cipta dalam pertunjukan komersial tetap mewajibkan pembayaran royalti kepada pencipta, tetapi tidak memerlukan izin terlebih dahulu.
- Pasal 23 Ayat 5 – Mereka meminta agar frasa “Setiap Orang” dalam pasal ini diartikan secara lebih spesifik sebagai individu atau badan hukum yang menyelenggarakan pertunjukan.
- Pasal 81 – Para penggugat berpendapat bahwa karya berhak cipta yang digunakan dalam pertunjukan komersial tidak perlu mendapatkan lisensi dari pencipta, selama royalti tetap dibayarkan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
- Pasal 87 Ayat 1 – Pasal ini dianggap tidak sesuai dengan konstitusi jika tidak memberikan opsi lain bagi pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait untuk mengumpulkan royalti secara mandiri atau jika terdapat perlakuan yang tidak adil dalam pemungutannya.
- Pasal 113 Ayat 2 huruf f – Para penggugat meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa ketentuan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Seperti yang sudah diketahui bahwa pengadilan mengabulkan gugatan dari Ari Bias sehingga Agnez Mo dikenakan denda. Keputusan pengadilan menimbulkan beberapa kritik terutama dari kalangan musisi seperti Titi Dj.
Adapun di sisi lain, Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) yang didirikan oleh Ahmad Dhani dan Piyu dari band Padi pada 3 Juli 2023 dengan tujuan melindungi dan membela hak-hak pencipta lagu, menyambut baik putusan pengadilan Niaga Jakarta Pusat
Musisi dan pencipta lagu tergabung dalam asosiasi ini meliputi Rieka Roslan, Badai, Anji Manji, Posan Tobing, dan Ari Bias.
Kemunculan kelompok AKSI mendorong lahirnya kelompok lain bernama VISI (Vibrasi Suara Indonesia), yang terdiri dari sejumlah musisi seperti Armand Maulana, Baskara Putra, Ariel NOAH, Duta Sheila On 7, Bernadya, dan Vidi Aldiano.
VISI mengusung beberapa tuntutan, salah satunya adalah memastikan bahwa hak penyanyi dan pelaku pertunjukan mendapatkan perlindungan hukum yang memadai.
Para musisi yang tergabung dalam VISI inilah yang kemudian mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Hak Cipta.
Sebelum mencuatnya kasus Agnez Mo vs Ari Bias, telah terjadi sejumlah peristiwa lain yang memperdebatkan isu serupa, yakni kompensasi bagi pencipta lagu ketika karya mereka digunakan dalam pertunjukan atau performing rights.
Bagaimana Pengaturan Mengenai Hak Cipta Lagu?
Terkait hak royalti yang menjadi pokok permasalahan dari kasus-kasus ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Regulasi ini menetapkan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan serta memperbanyak karya ciptaannya.
Dengan diberlakukannya undang-undang ini, diharapkan perlindungan hukum terhadap karya para pencipta di berbagai bidang, termasuk industri musik, dapat lebih terakomodasi.
Hak Cipta merupakan salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang mencakup ciptaan di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, seperti lagu, buku, film, lukisan, fotografi, serta tarian.
Berbeda dengan jenis HKI lainnya yang menerapkan asas first to file, di mana hak diberikan kepada pihak yang pertama kali mendaftarkan, hak cipta mengikuti asas first to use atau deklaratif.
Dengan asas ini, pihak yang pertama kali mengumumkan atau mempublikasikan suatu karya dianggap sebagai pemegang hak cipta.
Berdasarkan undang-undang ini, hak cipta berlaku sepanjang hidup pencipta dan berlanjut hingga 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
Apa itu Performing Right
Melansir dari SIPlawfirm.id, Performing right adalah hak yang dipegang oleh pelaku pertunjukan, produsen fonogram, dan lembaga penyiara yang menyiarkan siaran sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta.
Berbeda dengan pemegang hak cipta yang dimana haknya terletak ciptaannya, performing right dipegang oleh pelaku pertunjukan, produsen fonogram, dan lembaga penyiaran yang menyiarkan siaran.
Dalam suatu pertunjukan konser musik seorang artis memiliki hak atas lagu yang dinyanyikannya yang merupakan copyright, sedangkan hak atas penampilannya di konser tersebut yang ditampilkan dalam bentuk visual merupakan performing right.
Apabila artis tersebut bukan sebagai pencipta lagu, maka artis itu hanya memiliki hak performing right atas lagu yang dinyanyikannya.
Apa itu LMKN ?
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang tersebut, LMKN bertugas mengelola pengumpulan royalti atas penggunaan karya cipta lagu dan musik di Indonesia.
Sebagai lembaga yang berwenang, LMKN bertanggung jawab dalam menarik royalti dari pihak yang menggunakan lagu dan musik untuk kepentingan komersial.
Besaran tarif royalti ini kemudian akan dikumpulkan akan diberikan kepada para pencipta, pemegang hak, serta pemilik hak terkait melalui LMKN.
Berkaitan dengan kasus ini, AKSI sendiri sudah melayangkan somasi dua kali kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Kelompok VISI ingin tetap mempertahankan sistem LMKN serta kelonggaran untuk membawakan sebuah karya tanpa perlu izin kepada pemegang hak ciptanya.
Namun, AKSI, menyebut LMKN tidak transparan dalam distribusi royalti, contohnya Piyu selaku ketua mengaku hanya mendapat Rp300.000 dari satu tahun royalti musiknya.
Kelompok AKSI lantas mengajukan alternatif mekanisme pembayaran royalti lewat platfom yang disebut Digital Direct License (DDL). Dalam konferensi persnya, Ketua AKSI, Piyu, mengungkapkan bahwa AKSI tengah mengembangkan platform digital bernama DDL.
“Platform ini akan terintegrasi dengan Online Single Submission (OSS), sebuah sistem yang saat ini sedang dibahas oleh pemerintah,” ujar Piyu pada Senin (22/1/2024) di Jakarta Selatan dilansir dari investor.id
Dengan sistem ini, pencipta lagu atau karya musik akan mendapatkan notifikasi setiap kali ada permintaan pembayaran royalti. Selain itu, pembayaran royalti akan langsung diterima oleh pencipta lagu melalui rekening mereka.
Lewat mekanisme ini pencipta lagu dapat memilih menggunakan blanket licence lewat LMKN, bisa juga direct license bersama AKSI supaya bisa memberikan manfaat dan kesejahteraan buat pencipta lagu.
Sah! merupakan platform konsultasi dan manajemen legalitas, untuk itu jangan ragu untuk berkonsultasi dengan Sah! dengan mengunjungi laman Sah.co.id atau menghubungi WA 0856 2160 034.
Source :
Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 2014 Hak Cipta
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c62zne7x266o
https://siplawfirm.id/performing-right-dan-hak-cipta-bagi-pelaku-pertunjukan/?lang=id
https://investor.id/lifestyle/351824/aksi-hadirkan-sistem-digital-direct-lisence-untuk-solusi-pembayaran-royalti