Berita Terbaru Hari Ini, Update dan Terpercaya

Siapa Sebenarnya Kelompok Rentan? Menelusuri Hak dan Fakta Pelanggarannya di Indonesia

Lonely elderly woman sitting sad feeling on wheelchair at garden in hospital

Dalam kehidupan masyarakat yang semakin beragam dan dinamis, perbedaan antarindividu adalah hal yang tak terelakkan. Setiap orang memiliki latar belakang yang unik, baik dari segi fisik, ekonomi, sosial, maupun budaya.

Namun, tidak semua lapisan masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk menikmati hak-hak dasarnya. Ada kelompok yang posisinya lebih lemah dan membutuhkan perhatian khusus dari negara. Inilah yang dikenal sebagai kelompok rentan, mereka yang lebih mudah terdampak oleh ketimpangan sosial dan kebijakan yang tidak inklusif.

Memahami Makna Kelompok Rentan

Istilah kelompok rentan sudah lama dikenal di berbagai lembaga internasional. United Nations Office for Disaster Risk Reduction menjelaskan bahwa kerentanan adalah kondisi yang timbul akibat faktor fisik, sosial, ekonomi, atau lingkungan yang membuat seseorang atau sekelompok orang lebih mudah terdampak risiko, terutama saat bencana terjadi.

Sementara Inter-agency Network for Education in Emergencies mendeskripsikannya sebagai kelompok dengan keterbatasan fisik, mental, atau sosial yang menghambat akses mereka terhadap layanan dasar tanpa dukungan pihak lain.

Dari sisi kesehatan, National Collaborating Centre for Determinants of Health memandang kelompok rentan sebagai mereka yang berisiko tinggi mengalami masalah kesehatan karena hambatan ekonomi dan lingkungan.

Sedangkan Icelandic Human Rights Centre memperluas definisi tersebut dengan menyoroti faktor-faktor struktural seperti kemiskinan, diskriminasi budaya, serta ketimpangan sosial sebagai penyebab utama kondisi rentan.

Dalam konteks nasional, istilah ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, tepatnya Pasal 5 ayat (3), yang menyatakan bahwa kelompok masyarakat rentan berhak atas perlakuan dan perlindungan khusus sesuai kekhususannya. Meski tidak memuat definisi eksplisit, undang-undang ini mencantumkan contoh kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, perempuan hamil, fakir miskin, dan penyandang disabilitas.

Kemudian, Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) 2021–2025 memperluas daftar tersebut dengan menambahkan masyarakat adat, pengungsi, pekerja migran, serta kelompok yang mengalami hambatan struktural lainnya. 

Definisi yang sejalan juga termuat dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2019, yang menyebut kelompok rentan sebagai pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS), yaitu individu atau kelompok yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar akibat kendala sosial atau ekonomi.

Hak-Hak Dasar bagi Kelompok Rentan

Perlindungan terhadap kelompok rentan dijamin oleh berbagai aturan nasional. Selain UU Nomor 39 Tahun 1999, pengaturannya dipertegas lewat Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang RANHAM. Regulasi-regulasi tersebut menegaskan tanggung jawab negara untuk memastikan bahwa kelompok rentan memperoleh hak-hak dasar yang sama dengan warga lainnya.

Secara umum, hak-hak yang melekat pada kelompok rentan meliputi:

  1. Hak untuk memperoleh kebutuhan dasar dan kehidupan yang layak.
  1. Hak atas pekerjaan dan upah yang adil.
  1. Akses terhadap pelayanan kesehatan yang memadai.
  1. Kesempatan memperoleh pendidikan tanpa diskriminasi.
  1. Hak untuk tinggal di lingkungan yang aman, bersih, dan bebas konflik.
  1. Hak atas perlindungan hukum dan keadilan.
  1. Akses terhadap fasilitas publik serta keterlibatan dalam program pembangunan.

Meski payung hukum sudah tersedia, persoalan utama justru muncul pada tataran pelaksanaan. Banyak kelompok rentan yang masih kesulitan memperoleh hak-haknya karena hambatan sosial, ekonomi, atau budaya. Misalnya, penyandang disabilitas yang tidak dapat mengakses gedung publik karena fasilitas yang tidak ramah difabel, atau perempuan korban kekerasan yang tidak mendapatkan keadilan karena lemahnya sistem perlindungan hukum.

Potret Pelanggaran terhadap Kelompok Rentan

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa pelanggaran terhadap kelompok rentan masih sering terjadi. Data Komnas HAM memperlihatkan bahwa setiap tahun ada ribuan aduan yang melibatkan kelompok minoritas dan rentan. Bentuk pelanggarannya beragam, mulai dari pelanggaran atas hak kesejahteraan, hak rasa aman, hingga hak sosial dan ekonomi.

Beberapa contoh kasus yang sering ditemukan antara lain:

  • Penelantaran dan kekerasan fisik terhadap perempuan dan lansia.
  • Kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan daring (cyber gender-based violence) seperti pelecehan di media sosial.
  • Diskriminasi dalam pelayanan publik, terutama di bidang pendidikan dan kesehatan bagi penyandang disabilitas.
  • Pengabaian hak ekonomi yang menyebabkan kelompok miskin tidak memperoleh akses terhadap pekerjaan layak.
  • Pengucilan sosial dan manipulasi ekonomi yang sering dialami masyarakat adat atau kelompok minoritas.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa kerentanan bukanlah semata akibat kelemahan individu, tetapi juga hasil dari struktur sosial yang belum adil. Budaya patriarki, kebijakan yang belum inklusif, serta rendahnya kesadaran masyarakat turut memperkuat ketimpangan yang dialami kelompok rentan.

Upaya Perlindungan dan Harapan ke Depan

Pemerintah dan berbagai lembaga sosial terus berupaya memperkuat perlindungan bagi kelompok rentan. Salah satu contoh nyata ialah Program PN-PRIMA (Pencerah Nusantara Puskesmas Responsif Inklusif Masyarakat Aktif Bermakna) yang diterapkan di sejumlah daerah seperti Bekasi, Bandung, dan Depok.

Program ini membantu ribuan individu rentan mendapatkan layanan kesehatan dan vaksinasi COVID-19. Inisiatif seperti ini menunjukkan bahwa pendekatan berbasis komunitas dan inklusi sosial dapat mempersempit jurang ketimpangan.

Namun, tanggung jawab melindungi kelompok rentan tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah. Diperlukan keterlibatan aktif dari seluruh elemen masyarakat, mulai dari keluarga, lembaga pendidikan, organisasi sosial, hingga sektor swasta untuk menumbuhkan budaya empati, saling menghormati, dan keadilan sosial. Kesadaran bahwa kerentanan adalah urusan bersama menjadi langkah penting menuju masyarakat yang lebih setara.

Penutup

Kelompok rentan bukan sekadar istilah dalam hukum atau kebijakan sosial. Mereka adalah cerminan nyata dari ketimpangan yang masih hidup di tengah masyarakat kita. Mereka bukanlah pihak yang lemah secara alami, tetapi sering kali dilemahkan oleh sistem dan struktur yang tidak berpihak.

Oleh karena itu, memahami hak-hak kelompok rentan berarti memahami makna kemanusiaan yang sesungguhnya. Negara, masyarakat, dan individu memiliki tanggung jawab bersama untuk memastikan tidak ada satu pun warga yang tertinggal. Perlindungan terhadap kelompok rentan menjadi ukuran sejauh mana bangsa ini menegakkan keadilan, kesetaraan, dan nilai kemanusiaan.

Seluruh informasi yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Bagi kamu yang ingin mendirikan usaha atau mengurus perizinan, silakan hubungi WhatsApp 0856 2160 034 atau kunjungi website Sah.co.id.

Exit mobile version