Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Konsumen Di Industri Jasa Keuangan

ilustrasi Perlindungan Hukum

Sah! – Industri jasa keuangan telah berkembang pesat akhir-akhir ini dengan munculnya digitalisasi yang masif. 

Dengan segala inovasi dan kompleksitasnya, industri jasa keuangan memegang peranan vital dalam perekonomian modern. 

Di satu sisi, industri jasa keuangan menawarkan berbagai produk dan layanan yang memudahkan masyarakat mengelola finansialnya, mulai dari tabungan, pinjaman, investasi, hingga asuransi. 

Namun, di sisi lain, sifat asimetris informasi, kompleksitas produk, serta potensi kekuatan yang tidak seimbang antara pelaku usaha jasa keuangan (PUJK) dan konsumen, meniscayakan adanya perlindungan hukum yang kuat bagi konsumen. 

Perlindungan ini tidak hanya untuk mencegah praktik merugikan, tetapi juga untuk menumbuhkan kepercayaan dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan: Mengapa Dibutuhkan

Konsumen jasa keuangan, atau nasabah sering kali berada pada posisi yang rentan. Mereka mungkin tidak memiliki pengetahuan atau pemahaman yang memadai mengenai produk yang ditawarkan, syarat dan ketentuan yang berlaku, serta risiko-risiko yang timbul.

Hal ini merupakan isu kesenjangan informasi, di mana PUJK memiliki informasi yang jauh lebih lengkap dibanding konsumen. Akibatnya, konsumen berpotensi terjebak dalam produk yang tidak sesuai kebutuhannya, terbebani oleh biaya tersembunyi, atau bahkan menjadi korban penipuan.

Perkembangan teknologi keuangan (fintech) dan transformasi digital membuat permasalahan ini semakin kompleks. 

Meskipun membawa kemudahan dan efisiensi, fintech juga membuka celah baru bagi praktik curang, seperti pinjaman online ilegal, skema investasi bodong, hingga kebocoran data pribadi. 

Oleh karena itu, diperlukan kerangka perlindungan hukum yang adaptif dan responsif terhadap perubahan yang ada.

Pilar Perlindungan Hukum Konsumen di Sektor Jasa Keuangan

Secara umum, perlindungan konsumen memang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (lex generalis).

Namun, dalam konteks ini juga berlaku peraturan yang bersifat lebih spesifik (lex spesialis), yang mana perlindungan hukum terhadap konsumen di industri jasa keuangan diatur secara komprehensif melalui berbagai regulasi dan lembaga. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi salah satu lembaga dalam menjalankan fungsi pengaturan, pengawasan, dan perlindungan konsumen. Beberapa bentuk perlindungan hukum yang diberikan meliputi:

  1. Regulasi dan Standarisasi Produk

Salah satu bentuk perlindungan paling mendasar adalah melalui pembentukan regulasi dan standar yang ketat bagi setiap produk dan layanan jasa keuangan.

OJK menetapkan berbagai peraturan, seperti standar minimum informasi produk, kewajiban penyampaian informasi secara jelas dan transparan, serta larangan terhadap praktik-praktik penjualan yang agresif atau menyesatkan (misleading practices).

Peraturan OJK (POJK) yang paling relevan, terbaru, dan komprehensif saat ini adalah POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan (POJK PKM SJK). 

Berdasarkan isi substansinya, POJK ini memperkuat perlindungan konsumen, antara lain dengan mewajibkan PUJK untuk:

  • Memberikan informasi yang jujur, jelas, akurat, dan tidak menyesatkan.
  • Memastikan kecukupan informasi dan pemahaman konsumen sebelum bertransaksi.
  • Menyediakan mekanisme pengaduan yang mudah dan transparan.
  • Menjamin kerahasiaan dan keamanan data pribadi konsumen.
  • Bertanggung jawab atas kerugian konsumen yang diakibatkan oleh kelalaian atau kesalahan PUJK.
  1. Mekanisme Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa

Konsumen yang merasa dirugikan memiliki hak untuk mengajukan pengaduan. PUJK diwajibkan untuk memiliki unit atau mekanisme penanganan pengaduan internal. 

Jika pengaduan tidak terselesaikan di tingkat internal PUJK atau konsumen tidak puas dengan hasilnya, konsumen dapat meneruskan pengaduan ke OJK.

OJK berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam penyelesaian sengketa antara konsumen dan PUJK. Selain itu, terdapat Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS-SJK) yang merupakan badan independen.

Pendirian LAPS-SJK ini selaras dengan peraturan yang diterbitkannya yaitu dalam POJK Nomor 61/POJK.07 Tahun 2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

LAPS-SJK menyediakan layanan mediasi, adjudikasi, dan arbitrase sebagai mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang lebih cepat, efisien, dan bersifat final serta mengikat. 

Keberadaan LAPS-SJK sangat penting untuk memastikan akses keadilan bagi konsumen tanpa harus melalui proses pengadilan yang cenderung panjang dan mahal.

  1. Edukasi dan Literasi Keuangan

Perlindungan hukum tidak hanya berhenti pada aspek regulasi dan penegakan, tetapi juga mencakup upaya preventif melalui edukasi dan literasi keuangan. 

OJK secara aktif menyelenggarakan program-program edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang produk dan layanan jasa keuangan, risiko-risikonya, serta hak dan kewajiban sebagai konsumen.

Literasi keuangan yang baik membekali konsumen dengan kemampuan untuk membuat keputusan finansial yang tepat, serta memahami cara mengajukan pengaduan jika terjadi masalah.

  1. Pengawasan dan Penegakan Hukum

OJK memiliki kewenangan pengawasan yang kuat terhadap PUJK. Ini termasuk pemeriksaan berkala, analisis laporan keuangan, serta pengawasan terhadap kepatuhan PUJK terhadap peraturan perlindungan konsumen. 

Jika ditemukan pelanggaran, OJK berwenang menjatuhkan sanksi administratif, mulai dari peringatan, denda, hingga pembekuan atau pencabutan izin usaha.

Selain sanksi administratif, dalam kasus-kasus tertentu yang melibatkan tindak pidana di sektor jasa keuangan, OJK dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (kepolisian atau kejaksaan) untuk proses hukum lebih lanjut.

Meskipun kerangka perlindungan hukum sudah cukup memadai, implementasinya selalu dihadapkan pada tantangan di lapangan. Pesatnya inovasi teknologi, keterbatasan sumber daya pengawasan, dan yang paling utama yaitu rendahnya literasi keuangan di sebagian masyarakat.

Salah satu upaya OJK dalam hal mengatasi kurangnya transparansi antara pelaku usaha dan nasabah, baik karena kurangnya literasi maupun keterbatasan informasi adalah dengan menetapkan Ringkasan Informasi Produk dan Layanan Sektor Jasa Keuangan (RIPLAY).

Kewajiban pelaku usaha dalam membuat RIPLAY tercantum pada Pasal 30 POJK PKM dengan beberapa ketentuan yang harus dipenuhi.

Kunjungi laman sah.co.id dan jangan lupa follow kami di instagram @sahcoid untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.

Kami juga menyediakan layanan konsultasi dan pengurusan legalitas, khususnya usaha. Silahkan klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406.

Sumber:

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 61/POJK.07 Tahun 2020 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 22 Tahun 2023 Tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan

Pedoman Standar Ringkasan Informasi Produk dan Layanan Sektor Jasa Keuangan. https://ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Pedoman-Standar-Ringkasan-Informasi-Produk-dan-Layanan-Sektor-Jasa-Keuangan.aspxPrinsip Hukum Perlindungan Konsumen Jasa Keuangan. https://www.hukumonline.com/berita/a/prinsip-hukum-perlindungan-konsumen-jasa-keuangan-lt63904bd95c234/?page=2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *