Berita Hukum Legalitas Terbaru

Alasan Pemaaf Menurut KUHP Terbaru UU No. 1 Tahun 2023

Ilustrasi pasal KUHP

Sah! – Dalam hukum pidana, terdapat konsep yang dikenal sebagai alasan pemaaf, yang memberikan pengecualian dari hukuman bagi seseorang yang melakukan tindak pidana dalam kondisi tertentu. 

KUHP terbaru yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023 telah memperkenalkan beberapa aturan mengenai alasan pemaaf yang lebih mendalam, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih adil bagi pelaku tindak pidana yang berada dalam situasi khusus.

Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci beberapa pasal yang terkait dengan alasan pemaaf dalam KUHP terbaru, khususnya Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.

Pasal 40: Tidak Ada Pertanggungjawaban Pidana bagi Anak di Bawah Umur 12 Tahun

Pasal 40 KUHP menetapkan bahwa pertanggungjawaban pidana tidak dapat dikenakan terhadap anak yang belum berusia 12 tahun. Dalam artian, jika seorang anak yang masih di bawah umur tersebut melakukan tindak pidana, ia tidak akan dipidana.

Hal ini berangkat dari prinsip bahwa anak-anak pada usia tersebut belum memiliki kapasitas moral dan intelektual yang memadai untuk bertanggung jawab secara hukum atas tindakannya.

Alasan pemaaf ini didasarkan pada pemahaman bahwa anak-anak masih dalam tahap perkembangan fisik dan psikologis, sehingga tindakan mereka lebih dipengaruhi oleh impuls, tekanan sosial, dan lingkungan daripada niat jahat yang jelas.

Oleh karena itu, hukum memandang bahwa anak-anak tidak boleh dipidana secara langsung, melainkan diarahkan pada pendekatan yang lebih mendidik.

Perlindungan ini juga sejalan dengan berbagai konvensi internasional tentang hak-hak anak, seperti Konvensi Hak Anak, yang menekankan pentingnya perlakuan khusus bagi anak yang terlibat dalam tindak pidana.

Pasal 41: Penanganan Anak yang Melakukan Tindak Pidana di Bawah Umur 12 Tahun

Pasal 41 KUHP memperjelas bagaimana penanganan terhadap anak yang belum berumur 12 tahun jika mereka melakukan atau diduga melakukan tindak pidana.

Meskipun anak-anak tidak dapat dipidana menurut Pasal 40Pasal 41 memberikan arahan tentang langkah-langkah yang dapat diambil oleh pihak berwenang.

Ketika seorang anak yang masih di bawah umur melakukan tindak pidana, penyidik, pembimbing kemasyarakatan, dan pekerja sosial profesional memiliki dua opsi utama yang dapat diambil:

  1. Mengembalikan Anak kepada Orang Tua atau Wali Berdasarkan Pasal 41 huruf a KUHP, anak tersebut dapat dikembalikan kepada orang tua atau walinya. Opsi ini diambil jika dipandang bahwa keluarga merupakan tempat terbaik bagi anak untuk mendapatkan bimbingan dan pengawasan yang lebih ketat. Keluarga diharapkan dapat memberikan pendidikan moral dan memperbaiki perilaku anak melalui pengawasan yang lebih intensif.
  2. Mengikutsertakan Anak dalam Program Pendidikan dan Pembinaan Alternatif lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 41 huruf b KUHP, adalah mengikutsertakan anak dalam program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan yang disediakan oleh instansi pemerintah atau lembaga kesejahteraan sosial. Program ini berlangsung selama maksimal 6 bulan dan bertujuan untuk membina anak agar memahami konsekuensi tindakannya dan memberikan bimbingan untuk memperbaiki perilakunya.

Pasal ini mencerminkan pendekatan yang lebih humanis dalam penanganan anak-anak yang terlibat tindak pidana, di mana fokus utamanya adalah pada rehabilitasi dan pendidikan, bukan hukuman.

Pasal 42: Alasan Pemaaf karena Paksaan atau Ancaman

Pasal 42 KUHP memberikan pengecualian bagi seseorang yang melakukan tindak pidana karena adanya paksaan atau ancaman yang tidak dapat dihindari.

Pasal ini memperkenalkan dua kondisi utama di mana pelaku tindak pidana dapat dibebaskan dari hukuman karena adanya alasan pemaaf:

  1. Dipaksa oleh Kekuatan yang Tidak Dapat Ditahan Berdasarkan Pasal 42 huruf a KUHP, seseorang tidak dapat dipidana jika ia dipaksa oleh kekuatan yang tidak dapat ditahan. Kekuatan yang dimaksud di sini bisa berupa situasi alam atau keadaan yang benar-benar di luar kendali pelaku. Sebagai contoh, seseorang yang terpaksa melakukan tindakan melawan hukum karena bencana alam atau situasi darurat lainnya yang mengancam hidupnya.
  2. Dipaksa oleh Ancaman, Tekanan, atau Kekuatan yang Tidak Dapat Dihindari Pasal 42 huruf b KUHP mengatur bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika tindakannya dilakukan karena adanya ancaman atau tekanan yang tidak dapat dihindari. Ini termasuk ancaman fisik atau psikologis yang sangat kuat, di mana pelaku merasa tidak memiliki pilihan lain selain melakukan tindak pidana. Contoh yang umum adalah seseorang yang dipaksa oleh ancaman kekerasan terhadap dirinya atau keluarganya untuk melakukan perbuatan melawan hukum.

Kedua kondisi ini menunjukkan bahwa hukum pidana Indonesia, khususnya dalam KUHP terbaru, memberikan pertimbangan yang signifikan terhadap kondisi psikologis dan situasi luar biasa yang dihadapi oleh pelaku tindak pidana.

Pasal 43: Pembelaan Terpaksa karena Keguncangan Jiwa

Pasal 43 KUHP memperkenalkan konsep alasan pemaaf yang terkait dengan pembelaan diri yang berlebihan akibat keguncangan jiwa.

Pasal ini menyatakan bahwa seseorang yang melakukan pembelaan terpaksa yang melampaui batas karena keguncangan jiwa yang hebat, tidak dapat dipidana.

Kondisi ini terjadi ketika seseorang yang diserang secara mendadak atau diancam secara langsung mengalami keguncangan jiwa yang hebat, sehingga ia melakukan pembelaan yang berlebihan.

Meskipun tindakan pembelaan ini melampaui batas yang seharusnya, pelaku tidak dapat dipidana karena tindakannya disebabkan oleh tekanan psikologis yang hebat akibat serangan tersebut.

Pasal ini memberikan pemahaman bahwa tidak semua tindakan pembelaan diri yang berlebihan dapat dihukum, terutama jika pelaku berada dalam kondisi emosional yang tidak stabil akibat ancaman serius terhadap keselamatannya.

Pasal 44: Perintah Jabatan Tanpa Wewenang

Pasal 44 KUHP mengatur mengenai tanggung jawab pidana bagi seseorang yang melaksanakan perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang.

Menurut pasal ini, perintah jabatan yang diberikan tanpa wewenang tidak dapat menghapuskan pidana, kecuali jika orang yang diperintahkan melaksanakannya dengan iktikad baik, dan mengira bahwa perintah tersebut sah serta sesuai dengan lingkup pekerjaannya.

Pasal ini melindungi individu yang berada dalam hierarki perintah dalam suatu institusi, seperti militer atau pemerintahan, yang mungkin tidak mengetahui bahwa perintah yang diberikan kepadanya tidak sah.

Selama ia melaksanakan perintah tersebut dengan iktikad baik dan meyakini bahwa perintah itu sah, ia tidak dapat dipidana.

Alasan pemaaf dalam KUHP terbaru yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023 memberikan perlindungan hukum yang signifikan bagi individu yang melakukan tindak pidana di bawah kondisi-kondisi khusus.

Pasal-pasal yang membahas anak di bawah umur, paksaan atau ancaman, pembelaan diri yang berlebihan, dan pelaksanaan perintah jabatan tanpa wewenang menunjukkan bahwa hukum pidana Indonesia semakin mempertimbangkan aspek kejiwaan dan situasi yang dihadapi pelaku tindak pidana.

Pendekatan ini mencerminkan tujuan dari KUHP terbaru untuk memberikan keadilan yang lebih humanis, di mana pertimbangan terhadap keadaan pelaku menjadi bagian penting dari proses penegakan hukum.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *