Sah!- Dirgahayu Indonesiaku! Negara dengan Kekayaan Alam dan Budaya Tak Tertandingi
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, dikenal sebagai “Negara Jambul Khatulistiwa” dengan ribuan pulau yang menyimpan kekayaan alam, suku, dan budaya.
Selain itu, Indonesia juga terkenal dengan produk khasnya yang unik, mulai dari kain tenun, kopi, teh, hingga kerajinan tangan yang memiliki ciri khas masing-masing.
Tidak mengherankan bila dari waktu ke waktu, muncul kebutuhan untuk melindungi keaslian produk-produk tradisional tersebut agar tidak diklaim pihak lain. Oleh karena itu, di sinilah peran Indikasi Geografis menjadi sangat penting.
Perkembangan Konsep Indikasi Geografis
Seiring dengan berkembangnya perdagangan global, konsep Indikasi Geografis lahir sebagai bentuk perlindungan terhadap produk tradisional yang telah dihasilkan komunitas lokal selama berabad-abad.
Selain itu, sistem ini muncul sebagai respon terhadap globalisasi perdagangan internasional. Bahkan, World Trade Organization (WTO) turut mengakui Indikasi Geografis sebagai alat pemasaran bernilai tinggi dalam ekonomi global.
Dengan kata lain, Indikasi Geografis berfungsi sebagai jembatan antara warisan budaya lokal dan persaingan pasar internasional.
Dasar Hukum Indikasi Geografis di Indonesia
Di Indonesia, Indikasi Geografis (IG) diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
Secara sederhana, Indikasi Geografis adalah tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk yang, karena faktor lingkungan geografis—baik faktor alam, manusia, maupun kombinasi keduanya—memberikan reputasi, kualitas, serta karakteristik tertentu pada produk tersebut.
Selain itu, tanda yang digunakan bisa berupa nama tempat, gambar, huruf, atau kombinasi unsur tersebut, yang biasanya ditampilkan dalam bentuk etiket atau label pada produk.
Sebagai contoh, di tingkat global kita mengenal Champagne dari Prancis. Sementara itu, di Indonesia kita memiliki Kopi Gayo dari Aceh, Kopi Kintamani Bali, dan Kain Endek dari Bali, yang semuanya menunjukkan keunikan asal geografisnya.
Keunikan dan Tujuan Indikasi Geografis
Selanjutnya, perlu dipahami bahwa Indikasi Geografis memiliki orientasi komunalistik, artinya manfaatnya ditujukan bagi kepentingan bersama masyarakat di daerah tertentu.
Lebih jauh, sistem ini juga menjadi bentuk “resistensi” negara-negara berkembang terhadap dominasi hak paten dari negara-negara maju, dengan memberdayakan potensi khas daerah.
Dengan demikian, lembaga yang mewakili masyarakat di wilayah geografis tertentu merupakan pihak yang berhak mengajukan pendaftaran Indikasi Geografis.
Selain itu, adanya perlindungan hukum ini juga memperkuat posisi produk lokal agar mampu bersaing secara global tanpa kehilangan identitasnya.
Prosedur Pendaftaran Indikasi Geografis
Pertama-tama, langkah utama adalah mengidentifikasi produk atau hasil karya yang dapat didaftarkan, baik berupa sumber daya alam, kerajinan tangan, maupun hasil industri.
Setelah itu, permohonan diajukan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) oleh lembaga atau perseorangan yang mewakili pemegang hak atas Indikasi Geografis tersebut.
Selanjutnya, permohonan harus dilengkapi dengan:
- Surat kuasa khusus,
- Bukti pembayaran biaya permohonan, dan
- Sepuluh (10) lembar etiket Indikasi Geografis.
Lebih lanjut, dokumen IG juga harus menjelaskan:
- Karakteristik dan kualitas yang membedakan produk tersebut dari produk lain, bahkan dalam kategori yang sama.
- Batas wilayah atau peta daerah yang termasuk dalam cakupan Indikasi Geografis.
Kemudian, setelah semua berkas lengkap, permohonan akan masuk ke tahap pemeriksaan substantif, di mana kelayakan produk akan dinilai secara menyeluruh.
Dengan cara ini, sistem pendaftaran memastikan bahwa setiap produk benar-benar memiliki ciri khas geografis yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dampak Positif dan Pemberdayaan Lokal
Sebagai hasilnya, berbagai produk seperti Kopi Gayo, Kopi Toraja, hingga Salak Pondoh Sleman kini telah mendapatkan pengakuan dan perlindungan hukum.
Dengan demikian, Indikasi Geografis tidak hanya melindungi produk dari penjiplakan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.
Selain itu, produk dengan label Indikasi Geografis cenderung memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasar global karena dianggap lebih autentik dan berkualitas.
Oleh sebab itu, semakin banyak produk lokal yang memiliki IG akan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif berbasis budaya di berbagai daerah Indonesia.
Dukung Kearifan Lokal, Pilih Produk Berindikasi Geografis
Sebagai kesimpulan, Indikasi Geografis bukan hanya bentuk perlindungan hukum, melainkan juga simbol kebanggaan dan identitas daerah.
Oleh karena itu, ketika kita memilih produk dengan label IG, kita sebenarnya turut mendukung ekonomi kreatif dan melestarikan warisan budaya Nusantara.
Dengan kata lain, memilih produk lokal berindikasi geografis adalah langkah kecil yang berdampak besar bagi keberlanjutan ekonomi bangsa.
Source :
Arif Rochman and Sri Kurniati Handayani Pane, “Urgensi Perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal Dalam Indikasi Geografis Di Era Globalisasi: HAKI IG”, jpk, vol. 4, no. 2, pp. 1-15, Oct. 2024.
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014.