Tag: hak

  • Mengenal Hak Dan Kewajiban Pemegang Saham Dalam Perusahaan

    Mengenal Hak Dan Kewajiban Pemegang Saham Dalam Perusahaan

    Sah! – Dalam dunia bisnis, pemegang saham adalah seoeang yang membeli saham suatu perusahan, sehingga mendapatkan sebagian hak kepemilikian. Mereka berhak mendapatkan keuntungan berupa dividen dan memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan penting perusahan.

    Seorang pemegang saham memperoleh hak-hak tertentu yang dijamin oleh hukum, sekaligus memikul kewajiban yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebelum menjadi pemegang saham, perlu nya mendalami apa saja hak dan kewajiban pemegang saham dalam perusahan.

    Artikel ini akan mengulas secara sederhana terkait dengan hak dan kewajiban pemegang saham dalam perusahaan.

    Definisi Pemegang Saham Menurut Persefektif Hukum

    Berdasarkan dari persefektif hukum, pemegang saham merupakan bagian inti dari struktur kepemilikan dalam perseoran terbatas (PT). Mereka memiliki peran sebagai pemilik modal yang menyetorkan sejumlah dana dalam bentuk saham, dan dari kepemilikan tersebut lahirlah sejumlah hak serta tanggung jawab hukum.

    Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), dinyatakan bahwa “Pemegang saham adalah pemilik saham dalam perseroan, baik perorangan maupun badan hukum.” Dari pengertian tersebut, jelas bahwa status dari pemegang saham tidak hanya berlaku bagi individu, melainkan juga badan usaha yang secara sah memiliki saham di suatu PT. 

    Kepemilikan saham menjadi dasar keterlibatan pemegang saham dalam kegiatan perusahaan, termasuk dalam pengambilan keputusan. Hal ini terutama dilakukan melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

    Setiap pengambilan putusan dalam RUPS mengedepankan atau berpegang pada asas musyawarah untuk mufakat. Selama para pemegang saham mampu mengambil keputusan dengan suara bulat, maka pengambilan suara bulat inilah yang dikedepankan.

    Hak-Hak Pemegang Saham Dalam PT 

    Pemegang saham dalam sebuah Perseroan terbatas (PT) memiliki serangkaian hak yang dilindungi oleh undang-undang. Hak-hak ini sebagai bentuk control dan partisipasi pemegang saham terhadap arah dan kebijakan perusahaan. 

    Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pemegang saham paling tidak memiliki hak sebagai berikut:

    1. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS; 
    2. menerima pembayaran dividen dan  sisa kekayaan 
    3. hasil likuidasi; 
    4. menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang ini.

    Berdasarkan hak-hak tersebut, pemegang saham tidak hanya sebagai penyetor modal, tetapi juga memiliki kendali dan suara dalam menentukan kebijakan perusahaan. Perlindungan hukum terhadap mereka penting untuk menjaga transparansi dalam perseroan terbatas.

    Kewajiban Pemegang Saham

    Tidak hanya memiliki hak, pemegang saham juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus dipenuhi secara menyeluruh. Kewajiban ini penting sebagai bentuk tanggung jawab atas kepemilikan saham yang ia miliki, guna menjamin kelangsungan dan intergritas perusahaan.

    Beberapa kewajiban yang harus di patuhi pemegang saham, yaitu:

    1. Membayar Penuh nilai saham yang diambil

    Berdasarkan ketentuan dari pasal 33 UU No. 40 Tahun 2007, pemegang saham wajib menyetorkan penuh nilai nominal saham yang diamiliki. Ini adalah kewajiban mutlak sebagai bentuk partisipasi modal dalam perusahaan. 

    1. Menanggung tanggung jawab terbatas

    Ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, menyatakan bahwa, ‘’Pemegang saham perseoran tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseoran melebihi saham yang dimiliki’’

    1. Mematuhi anggaran dasar dan ketentuan RUPS

    Sebagai bagian dari perusahaan, pemegang saham juga terikat pada Keputusan yang telah ditetapkan bersama dalam RUPS serta anggaran dasar perusahaan.

    Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Saham

    Perlindungan hukum bagi pemegang saham dalam PT telah diatur secara konkrit dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Beberapa ketentuan penting antara lain:

    1. Pasal 61 ayat (1) UUPT:. Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris.
    1. Pasal 62 ayat (1): Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar.
    1. Pasal 97 ayat (3) dan Pasal 114 ayat (3): memberikan mekanisme pertanggungjawaban direksi dan komisaris apabila mereka terbukti melakukan kelalaian atau kesalahan yang menyebabkan kerugian pada perseroan.

    Ketentuan ini bertujuan menciptakan tata kelola perusahaan yang sehat dan memberi ruang bagi pemegang saham untuk melindungi kepentingannya. Hal ini terutama penting bagi pemegang saham minoritas yang berada dalam posisi rentan.

    Perlindungan hukum bagi pemegang saham bukan hanya aspek formal dalam undang-undang, tetapi juga fondasi penting bagi kepercayaan dan iklim investasi yang sehat. Kombinasi hukum dan tata kelola perusahaan yang baik membuat pemegang saham merasa aman bahwa kepentingannya dilindungi dalam keputusan strategis perusahaan.

    Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

    Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa  hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

    Source:

    UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

    Dwi Kurnia Mamentu, Kedudukan dan Wewenang Rapat Umum Pemegang Saham terhadap Pengalihan Hak atas Saham Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas , Lex Privatum , Vol. IX, No.6, Mei 2021, hlm. 112

    https://www.ocbc.id/id/article/2023/03/30/pemegang-saham-adalah

  • Pahami Sebelum Membeli! Berikut Risiko dan Hak Pemegang Saham PT

    Pahami Sebelum Membeli! Berikut Risiko dan Hak Pemegang Saham PT

    Sah! – Di era yang canggih dan serba mudah ini, siapapun memiliki kesempatan untuk memiliki saham dari suatu perusahaan. Tidak perlu menyiapkan modal dengan nominal yang besar, di Bursa Efek Indonesia siapapun bisa membeli saham bahkan dengan seharga kopi kekinian!

    Tren saham sebagai salah satu instrumen investasi meningkat akhir-akhir ini disebabkan mudahnya dalam membeli saham, bahkan hanya melalui Smartphone. Dengan aplikasi-aplikasi finansial, siapapun bisa membeli saham serta instrumen investasi lainnya hanya dengan beberapa klik saja!

    Dalam artikel ini, akan dijelaskan secara rinci apa terkait risiko sebagai investor serta apa saja perlindungan hukum yang berlaku.

    Pengertian Saham

    Saham atau bisa juga disebut dengan stock, merupakan salah satu instrumen investasi yang berbentuk surat berharga yang membuktikan kepemilikan seseorang dalam sebuah perusahaan.

    Apabila seseorang memiliki saham, maka ia berhak mendapatkan bagian tertentu dari aset dan pendapatan perusahaan, yang bisa berupa dividen maupun capital gain. Selain itu pemegang saham juga berhak hadir dalam RUPS, yakni Rapat Umum Pemegang Saham.

    Saham sendiri diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Di dalamnya telah diatur mengenai salah satunya ketentuan-ketentuan terkait aktivitas yang terjadi dalam Bursa Efek.

    Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa pemilik saham berhak untuk mendapatkan keuntungan berupa dividen ataupun capital gain yang memiliki arti sebagai berikut :

    • Dividen

    Dividen memiliki arti sebagai pembagian keuntungan yang diberikan oleh perusahaan dengan cara mengacu pada keuntungan yang telah diperoleh perusahaan.

    Namun, pemegang saham tidak dapat dengan mudah langsung mendapatkan dividen, melainkan harus terus memegang saham tersebut hingga kurun waktu tertentu hingga dapat diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen. 

    Selain tidak semua pemegang saham berhak atas dividen, dividen juga tidak selalu rutin. Hal ini bisa dipengaruhi oleh kinerja dari perusahaan serta dipengaruhi oleh hasil dari RUPS.

    • Capital Gain

    Capital Gain memiliki arti sebagai selisih antara harga beli dan harga jual. Berbeda dengan dividen yang perlu memakan waktu untuk mendapatkannya, capital gain bisa langsung didapatkan. 

    Sebagai contohnya, A membeli saham ketika harganya Rp 100.000, kemudian A menjualnya ketika harganya mencapai Rp 300..000, maka capital gain yang telah didapatkan adalah senilai Rp 200.000. 

    Dengan ini, capital gain  akan bergantung pada kemampuan pemegang saham itu sendiri terkait kapan harus membeli dan kapan harus menjual saham.

    Risiko Pemegang Saham

    • Risiko Capital Loss

    Risiko capital loss merupakan kerugian yang memungkinkan terjadi apabila nilai dari saham mengalami penurunan dari harga beli. Risiko ini tak sepenuhnya diakibatkan oleh kinerja perusahaan, namun bisa juga terjadi karena faktor eksternal. 

    Contohnya, kondisi pasar, krisis ekonomi, inflasi hingga kebijakan ekonomi. 

    Risiko ini dapat berakibat fatal apabila capital loss terus berjalan cukup lama, yaitu menurunnya kepercayaan investor dan calon investor dalam berinvestasi ke perusahaan tersebut.

    • Risiko Likuiditas

    Risiko likuiditas merupakan risiko ketika suatu perusahaan tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap pemegang saham terkait. Risiko ini bisa dikatakan terjadi karena saham dari sebuah perusahaan sulit terjual.

    Hal ini bisa ditimbulkan oleh beberapa faktor. Contohnya, para calon investor tidak memiliki minat untuk membeli saham perusahaan tersebut, buruknya manajemen arus kas hingga krisis laba.

    • Risiko Forced Delisting

    Risiko Forced Delisting merupakan situasi dimana suatu pencatatan saham dari suatu perusahaan dihapus dari bursa secara paksa. Risiko ini juga disebabkan oleh beberapa faktor seperti pelanggaran terhadap peraturan yang telah ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia maupun karena gagal dalam memenuhi standar keuangan.

    Akibat dari forced delisting sangat merugikan para pemegang   saham karena saham akan sangat sulit untuk terjual. Fatalnya, tidak ada yang bisa dilakukan oleh para pemegang saham karena saham dari perusahaan yang sudah terkena suspensi akan turun secara drastis nilainya bahkan tidak sama sekali. Akibatnya, para pemegang saham akan membiarkan sahamnya hangus begitu saja dan menelan kerugian.

    Hak-hak Pemegang Saham 

    Demi menjamin keteraturan sebuah aktivitas pasar modal, maka diperlukan kebijakan serta hak dari kedua belah pihak supaya tidak ada pihak yang bisa mencurangi pihak yang lain.

    Berikut beberapa bentuk hak-hak bagi pemegang saham pada suatu PT :

    • Hak Pemeriksaan Terhadap PT

    Hak pemeriksaan terhadap PT dapat dilakukan apabila dirasa kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan telah melanggar peraturan, maka pemegang saham dapat melakukan permohonan untuk pemeriksaan terhadap PT yang dimaksud. 

    Pemeriksaan ini bisa mencakup terkait berkas serta kekayaan dari PT tersebut. Hal ini dilakukan dengan tujuan transparansi atas pertanggungjawaban dari perusahaan tersebut terhadap pemegang saham. 

    • Hak Melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

    Hak melaksanakan RUPS merupakan hak dimana para pemegang saham perlu untuk mengambil keputusan yang biasanya karena alasan yang genting demi menentukan prinsip dan kebijakan yang telah ditentukan oleh perusahaan.

    RUPS akan mengambil keputusan sesuai kondisi dan kinerja dari perusahan tersebut. Keputusan yang bisa diambil oleh RUPS sebagai berikut :

    • Memutuskan arah kebijakan perusahaan

    Dalam RUPS, para pemegang saham dapat secara bersama-sama menetapkan arah dari kebijakan perusahaan.

    • Mengevaluasi Dewan Komisaris dan Dewan Direksi

    Para pemegang saham berhak untuk memberikan kritik terkait kinerja serta dapat memberhentikannya.

    • Mendiskusikan dividen dan laba

    RUPS juga membahas serta mengambil keputusan terkait pembagian laba dan pembayaran dividen dari perusahaan.

    • Mengesahkan laporan keuangan tahunan perusahaan

    Hal ini mencakup aktivitas berupa mengesahkan laporan keuangan, laporan kinerja dan laporan kegiatan perusahaan. 

    • Mengubah anggaran dasar, hingga

    Para pemegang saham memiliki kewenangan untuk mengubah anggaran dasar.

    • Memutuskan pembubaran perusahaan

    Para pemegang saham memiliki kewenangan untuk membubarkan perusahaan. Hal ini dianggap sebagai jalan terakhir yang bisa dipilih apabila perusahaan mengalami kendala berkepanjangan.

    • Hak Penilaian Saham

    Hak penilaian saham merupakan hak dimana para pemegang saham melakukan permohonan atas pengecekan kembali terkait harga saham yang wajar dimiliki ketika terjadi perubahan besar tertentu. Hal ini bisa terjadi salah satunya karena akuisisi. 

    Kesimpulan

    Menjadi pemegang saham Suatu Perseroan Terbatas (PT) memberikan berbagai keuntungan yang menarik, yakni potensi dalam mendapatkan dividen sebagai bagian dari keuntungan perusahaan.

    Selain itu, nilai saham yang dimiliki dapat meningkat dengan seiringnya perkembangan dari perusahaan, yang mana dapat memberikan potensi keuntungan modal saat dijual. Serta berpeluang untuk mendapatkan kesempatan sebagai anggota dari Rapat Umum Pemegang Saham (RPUS) yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang strategis. 

    Pemegang saham juga memiliki hak-hak tertentu yang diatur dalam Undang-Undang, seperti hak untuk menghadiri dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), memperoleh informasi yang relevan tentang kinerja perusahaan. Hak ini memberikan kesempatan bagi pemegang saham untuk berkontribusi dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan.

    Dengan adanya perlindungan hukum terhadap pemegang saham, investasi dalam saham tidak hanya menjanjikan keuntungan finansial tetapi juga memberikan akses terhadap pengelolaan perusahaan secara transparan dan akuntabel

    Sah! menawarkan layanan pengurusan legalitas usaha dan pembuatan izin HAKI, termasuk pendaftaran hak cipta. Dengan layanan ini, Anda dapat menjalankan aktivitas lembaga atau usaha tanpa rasa khawatir.

    Bagi yang berencana untuk mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

    Link sumber referensi

    https://money.kompas.com/read/2021/03/09/235100626/apa-itu-saham-definisi-jenis-keuntungan-risiko-dan-cara-membeli?page=all.

    https://www.idx.co.id/id/produk/saham

    https://rhbtradesmart.co.id/article/sudah-tahu-perbedaan-capital-gain-dan-dividen-dalam-saham/

    https://www.bions.id/edukasi/saham/7-risiko-investasi-saham-dan-cara-mengatasinya

    https://siplawfirm.id/landasan-hukum-pasar-modal/?lang=id

    https://id.m.wikipedia.org/wiki/Risiko_likuiditas

    https://kasirpintar.co.id/solusi/detail/capital-loss

    https://market.bisnis.com/read/20231115/7/1714449/pengertian-force-delisting-voluntary-delisting-serta-penentuan-harga

    https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/bisnis/rups

  • Cuti Tahunan, Hak dan Aturan yang Perlu Diketahui Pekerja

    Cuti Tahunan, Hak dan Aturan yang Perlu Diketahui Pekerja

    Sah! – Cuti tahunan merupakan salah satu hak penting bagi setiap pekerja untuk beristirahat dan mengatur keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi.

    Di Indonesia, hak ini diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan dan telah mengalami beberapa perubahan dengan adanya Perppu Cipta Kerja. Artikel ini akan membahas pengertian, aturan, serta hak-hak pekerja terkait cuti tahunan.

    Apa Itu Cuti Tahunan?

    Cuti tahunan adalah hak pekerja untuk mendapatkan waktu libur yang dibayar, yang digunakan untuk beristirahat, bepergian, atau mengurus kepentingan pribadi lainnya. Cuti ini diberikan setelah pekerja bekerja selama jangka waktu tertentu dalam perusahaan, yaitu 12 bulan berturut-turut.

    Aturan Dasar Cuti Tahunan

    Menurut Pasal 79 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut berhak mendapatkan minimal 12 hari kerja cuti tahunan. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan terkait cuti tahunan antara lain:

    1. Minimal Cuti 12 Hari Kerja
      Setiap pekerja berhak atas 12 hari kerja cuti tahunan setelah bekerja selama 12 bulan berturut-turut. Cuti ini tidak dapat digantikan dengan uang kecuali ada kebijakan perusahaan yang menyatakan sebaliknya.
    2. Pengajuan dan Persetujuan Cuti
      Pengambilan cuti tahunan perlu diajukan kepada pemberi kerja (atasan atau HRD). Biasanya, pekerja perlu mengajukan permohonan cuti dalam waktu tertentu sebelumnya, dan pengambilan cuti harus disetujui oleh perusahaan, dengan memperhatikan kebutuhan operasional.
    3. Cuti Tidak Dapat Digratiskan
      Cuti tahunan adalah hak pekerja yang harus diberikan oleh perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan tidak boleh mengabaikan atau mengganti hak cuti dengan pembayaran uang, kecuali jika ada aturan dalam perjanjian kerja atau kebijakan internal perusahaan.

    Perubahan dalam Cuti Tahunan: Perppu Cipta Kerja

    Dengan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja yang diterbitkan pada tahun 2020, terdapat perubahan pada ketentuan terkait cuti tahunan yang tercantum dalam Pasal 79 UU Ketenagakerjaan. Meskipun hak cuti tahunan tetap diatur minimal 12 hari kerja, Perppu Cipta Kerja memberikan lebih banyak fleksibilitas dalam pengaturan cuti oleh perusahaan.

    Beberapa hal yang perlu dicatat dari perubahan ini adalah:

    1. Fleksibilitas dalam Pengaturan Cuti
      Dengan adanya perubahan ini, perusahaan memiliki keleluasaan lebih dalam mengatur jadwal cuti tahunan sesuai dengan kebutuhan operasional perusahaan. Pekerja masih berhak atas 12 hari cuti, namun pengaturannya bisa lebih fleksibel dan disesuaikan dengan kebijakan perusahaan.
    2. Kemungkinan Cuti Lebih dari 12 Hari
      Perusahaan dapat memberikan lebih dari 12 hari kerja cuti tahunan, tergantung pada kebijakan internal atau kesepakatan bersama antara pekerja dan pengusaha. Hal ini memberikan ruang bagi perusahaan untuk lebih memperhatikan kesejahteraan karyawan.

    Kapan Cuti Tahunan Dapat Diberikan?

    Cuti tahunan dapat digunakan kapan saja setelah pekerja memenuhi syarat masa kerja 12 bulan berturut-turut, dan harus disetujui oleh atasan atau pihak yang berwenang.

    Beberapa perusahaan mengatur agar cuti diambil dalam periode tertentu setiap tahunnya, sementara lainnya memberikan fleksibilitas penuh bagi pekerja untuk memilih waktu cuti.

    Apa yang Terjadi Jika Cuti Tidak Diambil?

    Jika pekerja tidak mengambil cuti tahunan dalam tahun tersebut, biasanya perusahaan tidak diwajibkan untuk mengganti hak cuti dengan uang, kecuali jika ada ketentuan lain dalam kontrak kerja atau kebijakan perusahaan yang mengatur sebaliknya.

    Oleh karena itu, disarankan bagi pekerja untuk menggunakan hak cuti mereka guna menjaga kesehatan fisik dan mental.

    Cuti Tahunan dan Kesejahteraan Pekerja

    Pemberian cuti tahunan yang cukup merupakan bagian dari upaya perusahaan dalam menjaga kesejahteraan pekerja. Cuti memberikan kesempatan bagi pekerja untuk beristirahat, memperbaharui energi, dan menghindari kelelahan kerja (burnout).

    Cuti juga dapat digunakan untuk menjalani aktivitas lain yang dapat meningkatkan kualitas hidup di luar pekerjaan.

    Cuti tahunan adalah hak yang sangat penting bagi setiap pekerja. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja yang telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut berhak atas minimal 12 hari cuti tahunan.

    Namun, dengan adanya Perppu Cipta Kerja, pengaturan cuti kini lebih fleksibel, dan perusahaan dapat memberikan lebih dari 12 hari cuti sesuai dengan kebijakan mereka. Pekerja harus memanfaatkan hak cuti mereka untuk menjaga kesejahteraan pribadi dan menghindari kelelahan akibat pekerjaan.

    Jika kamu bekerja di perusahaan yang belum memiliki kebijakan cuti tahunan yang jelas, pastikan untuk mengetahui hakmu melalui kontrak kerja atau Peraturan Perusahaan yang ada, dan jangan ragu untuk mengajukan cuti tahunan saat kamu membutuhkannya!

    Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

    Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406

  • Memahami Mekanisme Royalti untuk Kepentingan Komersial dalam pembayaran Royalti atas Film Produksi

    Memahami Mekanisme Royalti untuk Kepentingan Komersial dalam pembayaran Royalti atas Film Produksi

    Sah ! –   Semakin hari, semakin banyak karya-karya yang terus diciptakan oleh manusia, baik itu dalam bidang industri, teknologi dan tidak terkecuali dalam bidang seni seperti tari sastra, film, dan musik baik itu dalam format mp3 atau mp4. 

    Dengan bertambahnya karya-karya tersebut, manusia menyadari akan adanya hak baru diluar hak kebendaan atau barang. 

    Pengakuan atas segala temuan, seperti ciptaan dan kreasi baru yang ditemukan dan diciptakan baik oleh individu maupun kelompok telah melahirkan apa yang disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). 

    Perihal tentang Hak Royalti terhadap Hak Cipta khususnya berupa produk film atau sinema photography yang baru-baru ini sedang ramai diperbincangkan Film Vina saat ini Sebelum 7 hari.

    Dimana ada seorang artis yang mempersoalkan hak royalti yang diterima oleh keluarga almarhum Vina dimana itu menjadi kegiatan komersial menyiarkan film atau lagu tanpa membayar royalti atau meminta izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Ciptanya. 

    Para pembuat film memiliki hak untuk memberikan izin bagi para pengguna komersial dalam menggunakan karya ciptaannya untuk kepentingan komersial dan atas pemberian izin tersebut para Pencipta lagu berhak mendapatkan royalti. (Muhammad Djumhana & Djubaedillah, 2003) 

    Pada Pasal 1 ayat 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. 

    Royalty merupakan inti dari Hak Ekonomi Pencipta dan Pemegang Hak Terkait. Adanya royalty menunjukkan penghargaan terhadap jerih payah dan talenta para Pencipta dan Pemegang Hak Terkait, sekaligus memberikan gairah (motivasi) kepada Pencipta dan Pemegang Hak. 

    Terkait untuk melahirkan ciptaan-ciptaan baru atau untuk berkarya. Tanpa royalty, tidak ada penghargaan yang patut kepada Pencipta dan Pemegang Hak Terkait. Akibatnya proses Penciptaan atau kreativitas akan terhenti.

    Siapa yang bertanggung jawab dalam pembayaran Royalti? Royalti merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

    Royalti berupa penghasilan yang diperoleh dari penggunaan karya ciptaan secara komersial, seperti penjualan, distribusi, dan penggunaan dalam berbagai industri.

    Siapa yang Bertanggung Jawab atas Royalti

    Dalam peraturan Hak Cipta Indonesia, tanggung jawab atas royalti terletak pada beberapa pihak:

    1. Pencipta dan Pemegang Hak Cipta:
      Pencipta dan pemegang hak cipta memiliki tanggung jawab untuk mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengelola hak ekonomi mereka melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
    2. Lembaga Manajemen Kolektif (LMK):
      LMK bertanggung jawab untuk menghimpun dan mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait, serta mendistribusikan royalti kepada mereka yang telah menjadi anggota LMK.
    3. Pengelola Tempat Perdagangan: Pengelola tempat perdagangan memiliki tanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
    4. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN):
      LMKN bertugas untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari orang yang melakukan penggunaan secara komersial. LMKN juga wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit satu tahun.

    Oleh karena itu, dalam peraturan HAKI di Indonesia, beberapa pihak memiliki tanggung jawab untuk mengelola dan mendistribusikan royalti, termasuk Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, LMK, LMKN, dan Pengelola Tempat Perdagangan.

    Pengaturan Royalti dalam Perfilman

    Pengaturan atas Karya Sinematografi dan Perusahaan Perfilman menurut Hukum Indonesia yang berlaku. Hak royalti adalah bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta karya sinematografi.

    Seperti film, untuk memperoleh manfaat ekonomi dari penggunaan karya tersebut. Hak royalti meliputi hak untuk memperoleh penghasilan dari penggunaan karya, seperti biaya produksi, distribusi, dan penjualan.

    Hak Royalti ini dilindungi oleh hukum dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

    Lebih lanjut lagi Pada Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Perfilman atau Hak royalti diberikan berdasarkan, yang menjelaskan bahwa hak cipta meliputi hak moral dan hak ekonomi.

    Perusahaan Perfilman dalam Hukum Indonesia memiliki tanggung jawab dalam melindungi hak royalti karya sinematografi.

    Berikut beberapa aspek tanggung jawab perusahaan perfilman:

    1. Penggunaan Hak Royalti:

    Perusahaan perfilman harus mematuhi hak royalti karya sinematografi dan tidak melakukan pelanggaran, seperti pembajakan atau distorsi, tanpa izin dari pencipta.

    1. Pengawasan dan Pengendalian:

    Perusahaan perfilman harus memantau dan mengendalikan penggunaan karya sinematografi, termasuk film, untuk memastikan bahwa hak royalti tidak dilanggar.

    1. Penggunaan Teknologi:

    Perusahaan perfilman harus menggunakan teknologi untuk mencegah pelanggaran hak royalti, seperti pembajakan film melalui situs online.

    1. Koordinasi dengan Pihak Lain:

    Perusahaan perfilman harus berkoordinasi dengan pihak lain, seperti pencipta, produser, dan pihak lain yang terkait, untuk memastikan bahwa hak royalti karya sinematografi dilindungi.

    1. Penyelesaian Sengketa:

    Jika terjadi pelanggaran hak royalti, perusahaan perfilman harus mengambil upaya penyelesaian sengketa secara litigasi atau non-litigasi untuk mempertahankan hak royalti karya sinematografi.

    Dasar Pemberian Royalti dalam Perfilman

    Film menjadi salah satu bidang industri kreatif karena memiliki potensi besar pada pengembangan ekonomi kreatif. Film dengan dua karakter bawaan, budaya dan ekonomi, yang tak bisa terpisahkan inilah yang membuat film jadi memiliki kekuatan besar.

    Danesi dalam buku Semiotik Media, menuliskan tiga jenis atau kategori utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi,

    penjelasannya adalah sebagai berikut:

    a) Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa narasi, yang dibuat dalam tiga tahap.

    b) Film Dokumenter Film dokumenter merupakan film non fiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara.

    c) Film Animasi Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.

    Penciptaan tradisional dari animasi gambar-bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita.

    Pada Pasal 47 Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman menyatakan bahwa

    setiap insan perfilman berhak:

    1. Berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang perfilman;
    2. Mendapatkan jaminan keselamatan dan Kesehatan kerja
    3. Mendapatkan jaminan sosial
    4. Mendapatkan perlindungan hukum
    5. Menjadi mitra kerja yang sejajar dengan pelaku usaha perfilman
    6. Membentuk organisasi profesi yang memiliki kode etik
    7. Mendapatkan asuransi dalam kegiatan perfilman yang berisiko
    8. Menerima pendapatan yang sesuai dengan standar kompetensi, dan
    9. Mendapatkan honorarium dan/atau royalti sesuai dengan perjanjian.

    Model Pemberian Royalti bagi Pemeran Film

    Pemberian royalti menjadi turut dilindungi oleh hukum. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta memang tidak menyebutkan secara khusus mengenai mekanisme pemungutan royalti. 

    Undang-undang menyebutkan mengenai kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi (Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta). 

    berikut isi dalam Pasal 80 UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yaitu: 

    1. Kecuali diperjanjikan lain, pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait berkewajiban memberikan Lisensi kepada pihak yang berhak atas dasar perjanjian tertulis..  
    2. Perjanjian Lisensi yang dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu tertentu dan tak melebihi jangka waktu Hak Cipta dan Hak Terkait. 
    3. Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan yang dimaksud pada ayat (1) beserta berkewajiban untuk menerima Lisensi Royalti kepada Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait selama jangka waktu Lisensi. 
    4. ketentuan besaran Royalti yang mana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pemberian Royalti dilakukan berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dan penerima Lisensi. 
    5. jumlah Royalti dalam perjanjian Lisensi disesuaikan dengan ketentuan yang lazim dipraktekkan dan berlaku serta  memenuhi unsur keadilan.

    Royalty diartikan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional merupakan Lembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. 

    Terkait dengan ketentuan royalti dalam UU Hak Cipta tidak disebutkan tentang pengertiannya serta dengan perjanjian lisensi maka si penerima lisensi tersebut harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta terkait. 

    Pada pasal 87 Undang-Undang Hak Cipta, Lembaga Manajemen Kolektif berperan sebagai perantara antara pengguna (User) dan pemegang hak cipta dalam memberikan izin (lisensi) kepada pengguna hak cipta serta pengguna (user) harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta terkait. 

    Dalam alur mekanisme pemungutan royalti ini, terdapat sebuah tahapan yang merupakan inti dari keseluruhan proses, yakni pendistribusian royalti kepada pencipta/ pemegang hak. Pendistribusian ini menjadi kewajiban dari KCI selaku organisasi yang diberikan kuasa untuk mengelola royalty. 

    Sistem yang digunakan adalah sistem “follow the dollar” atau royalti yang diterima dari kegiatan usaha tertentu (general licensing, broadcasting, concert, cinema) dibagikan untuk Film yang ditayangkan pada kegiatan Adapun mekanisme pembayaran royalti menurut Pasal 87 UU Hak Cipta yaitu: 

    1. Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi lembaga manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial. 
    2. Pengguna hak cipta dan hak terkait yang memanfaatkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta melalui lembaga manajemen kolektif. 
    3. Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membuat perjanjian dengan lembaga manajemen kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar royalti atas hak cipta dan hak terkait yang digunakan.
    4. Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan ciptaan dan atau produk hak terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan lembaga manajemen kolektif. 

    Cara pemungutan royalti dari pemakaian hak cipta dilakukan melalui suatu organisasi. Organisasi pemungut royalti pada mulanya diciptakan atas inisiatif dari para pencipta. 

    Mereka sendiri tidak dapat mengubah hak-haknya menjadi uang, karena mereka tidak dapat mengikuti perkembangan penggunaan ciptaan tersebut, yang berdasarkan undang-undang diperkenankan hanya jika disetujui oleh pencipta. 

    Organisasi pemungut royalti kemudian dibentuk untuk menangani hak untuk mengumumkan, penayangan film secara langsung, kepada para penonton. 

    Penayangan terjadi, demikian juga dengan organisasi pemungut royalti yang bertujuan untuk menangani hak perbanyakan (right to mechanical reproduction) dan mengawasi pendistribusian copy rekaman tersebut. 

    Organisasi pemungut royalti sudah selayaknya melakukan pengawasan terhadap penggunaan rekaman film.

    Sebagai sebuah bentuk perlindungan, maka pengguna berdasarkan ketentuan dalam UUHC, wajib mencatatkan/ mendaftarkan perjanjian lisensi tersebut di Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual. 

    Namun pengguna masih dibebankan kewajiban berupa memberikan laporan penggunaan musiknya (Logsheet/ Program Return) untuk kepentingan pembayaran royalti kepada pencipta. 

    Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta diharapkan dapat menjamin hak-hak yang dimiliki Pencipta atau Pemegang Hak Cipta serta menjadi landasan agar dapat mengurangi kerugian apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta dalam segi materil dan immateril. 

     

    Pemberian hukuman pidana penjara serta pemberlakuan denda merupakan tujuan dari fungsi dalam memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran hak cipta, sehingga adanya pemberlakuan tersebut meminimalisir tindakan pelanggaran yang ada.

     

    Seperti itulah penyampaian artikel terkait Memahami Mekanisme Royalti untuk Kepentingan Komersial dalam pembayaran Royalti atas Film Produksi, semoga bermanfaat.

     

    Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

    Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

     

    Sumber 

    Peraturan 

    Undang-undang (UU) No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

    Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

     

    Buku

    Djumhana, Muhamad, & Djubaedillah, R. (2003). Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia, cet. Ketiga, Bandung: Citra Aditya Bakti. 

    Djumhana, Muhammad. (2006). Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Citra Aditya Bakti. :

    Kesowo, B. (1995). Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia. Penataran Hukum Dagang, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

     

    Website

     

    Available at:

    https://www.hukumonline.com/berita/a/pengenaan-royalti-karya-produk-film-dinilai-memberatkan–hol22276/  

    {Accessed 31 Mei 2024}

     

    Available at:

    https://www.ayobandung.com/umum/7912774707/pendapatan-film-vina-disebut-capai-rp75-miliar-pihak-keluarga-dapat-royalti-berapa 

    {Accessed 31 Mei 2024}

  • Tujuan, Hak, Kewajiban, dan Kewenangan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Tujuan, Hak, Kewajiban, dan Kewenangan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Sah!- Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup terdapat tujuan yang pastinya akan dicapai, hak, kewajiban, dan kewenangan pemerintah untuk mengurus hal tersebut. 

    Tujuan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Berdasarkan “huruf a” UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), setiap penduduk berhak atas wilayah yang bersih dan menyehatkan. Pasal 28H UUD 1945 menetapkan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia.

    Pasal3 UUPLH menguraikan tujuan dari perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang meliputi menjaga kawasan dari pencemaran atau kerusakan lingkungan, menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia, serta menjaga keberlanjutan ekosistem.

    Tujuan lainnya termasuk memastikan fungsi lingkungan yang berkelanjutan, mencapai keseimbangan lingkungan dan keadilan bagi masa sekarang maupun masa depan, serta membatasi penggunaan SDA dengan bijaksana.

    Konsep tujuan tersebut tampaknya sejalan dengan prinsip yang dinyatakan dalam Pasal 2.

    Sebaliknya, Pasal 4 UULH 1997 merinci tujuan pengelolaan lingkungan hidup sebagai berikut: (a) mencapai kesetaraan, keseimbangan, & harmoni antara seseorang dengan lingkungannya; (b) menyadari bahwa masyarakat merupakan bagian integral dari lingkungan hidup yang memelihara dan memperkaya alam melalui perilaku dan upaya; (c) mempertimbangkan kepentingan generasi saat ini dan masa mendatang; (d) memastikan kelangsungan fungsi lingkungan hidup; dan (e) mengamalkan pendayagunaan sumber dayanya. 

    Hak-Hak dan Kewajiban Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Menurut Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) tahun 1997, ada tiga jenis hak lingkungan hidup yang diakui, yaitu hak untuk menikmati lingkungan yang sehat dan berkelanjutan, hak untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi lingkungan, dan hak untuk berpartisipasi dalam upaya pengelolaan lingkungan.

    Di sisi lain, tidak ada hak atas informasi lingkungan hidup berdasarkan UULH 1982. Pasal 5 ayat (1) UULH Tahun 1997 mengamanatkan bahwa “Semua individu memiliki hak yang setara terhadap lingkungan yang baik dan sehat”.

    Inilah rumusan hak lingkungan substantif. Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan layak, ditegaskan pada Pasal 5 (1) UULH 1997 dan Pasal 65 (1) UUPPLH, dikategorikan sebagai hak subjektif (subjective rights) dalam literatur hukum Eropa Kontinental.

    Persyaratan Pengelolaan Lingkungan. Tidak Cuma menerima hak, UUPLH dan UULH 1997 menentukan semua pihak wajib terlibat pada pengelolaan lingkungan hidup. UUPPLH menetapkan persyaratan diantaranya:

    1. a) berdasarkan Pasal 67, tugas melindungi fungsi lingkungan hidup dan mengatur pencemaran;
    2. b) berdasarkan Pasal 68 huruf b, kewajiban pelaku usaha guna memberikan keterangan tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan benar, tepat waktu, serta terbuka;
    3. c)  persyaratan  bagi  para  pelaku  untuk  mematuhi  persyaratan  dasar  timbal  balik lingkungan (Pasal 68 poin c);
    4. d)  tanggung jawab pelaku usaha guna mempertahankan lingkungan hidup (Pasal 68 huruf c).

    Dalam hal ini ketidakmampuan atau penolakan untuk melakukan pekerjaan karena alasan yang diperbolehkan oleh undang-undang dapat menyebabkan seseorang terkena akibat hukum. di bidang hukum pidana dan perdata bagi mereka yang tidak cakap atau tidak melaksanakan tugasnya. 

    Kewenangan Pemerintah Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

    Persoalan mengenai wewenang untuk mengelola lingkungan hidup berbeda antara UU No 23 Tahun 1997 (UULH 1997) dan UU No 32 Tahun 2009.

    Pada Pasal 8 UULH 1997 mengamanatkan  bahwa  negara berkuasa atas SDA yang  ada,  adapun  masyarakat berhak mempergunakan demi kemakmuran hidupnya.

    Aturan tersebut jelas bahwa negara berhak mengakui dalam hal penguasaan Sumber Daya Alam. Pasal 8 ayat (2) UULH 1997 menjelaskan bahwa negara berkuasa atas SDA sehingga menciptakan wewenang bagi pemerintah, di antaranya adalah:

    1. Pengaturan dan pengembangan kebijaksanaan dalam hal untuk mengelola lingkungan hidup;
    2. Pengaturan    untuk    menyediakan,    memeruntukkan,    menggunakan,    mengelola lingkungan hidup & memanfaatkan lagi SDA salah satunya ialah sumber daya genetika.
    3. Pengaturan mengenai tindakan & kolaborasi hukum serta individu yang lain dan juga perilaku hukum terhadap SDA dan kualitas buatannya seperti sumber daya genetika;
    4. Pengendalian aktivitas yang berdampak bagi sosial;
    5. Pengembangan padanan untuk melestarikan peranan lingkungan hidup berdasar atas aturan yang ditetapkan;

    Berbeda dengan UULH 1997, dalam peraturan yang tertuang pada UUPPLH tidak merujuk pada kewenangan negara tapi wewenang pemerintah yang terdiri atas pemerintah, pemprov, dan pemkab/pemkot.

    Konsep yang telah diubah ini berdasarkan penilaian bahwa luasnya konsep negara sebab meliputi pemerintah, wilayah, dan masyarakat.

    Pemerintah akan menjalankan negara sebagai organisasi kekuasaan negara. Kewenangan pemerintah yang diuraikan menjadi tiga tingkatan akan dirumuskan secara rinci.

    Kewenangan pemerintah antara lain:

    1. Perumusan aturan nasional;
    2. Penetapan aturan, standarisasi, tahapan, dan tipe;
    3. Penetapan dalam hal untuk melakukan kebijakan tentang RPPLH nasional;
    4. Penetapan tertuju untuk melakukan kebijakan tentang KLHS;
    5. Penetapan untuk melakukan pengaturan Amdal dan UKL-UPL.
    6. Penyelenggaraan inventarisasi SDA nasional dan emisi GRK;
    7. Pengembangan standarisasi bekerja sama;
    8. Pengkoordinasian  dan  pelaksanaan  dalam  mengendalikan  pencemaran  dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
    9. Penetapan  dan  pelaksanaan  aturan  tentang  SDA  biotik  dan  abiotik,  sumber  daya genetik, keberagaman hayati, dan hayati produk rekayasa genetik yang terjamin aman;
    10. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan untuk mengendalikan pengaruh yang timbul akibat iklim yang berubah-ubah dan melindungi lapisan ozon;
    11. Penetapan  dan  pelaksanaan  kebijakan  tentang  B3,  limbah  B3,  dan  limbah  pada umumnya;
    12. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan untuk melindungi ekosistem di laut;
    13. Peresmian dan pengerjaan beragam program tentang pengrusakan lingkungan hidup lintas batas negara;
    14. Pengadaan untuk membina serta mengawasi jalannya peraturan nasional, perda, &  perkada;
    15. Pengadaan untuk membina dan mengawasi ketertiban tanggung jawab usaha dan/atau segala aktivitas mengenai persyaratan izin lingkungan dan aturan dalam aturan;
    16. Peningkatan dan ditetapkannya instrumen lingkungan hidup;
    17. Pengkoordinasian dan pemberian fasilitas bekerja sama untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antardaerah juga penyelesaiannya;
    18. Pengembangan juga pelaksanaan kebijakan dalam mengelola aduan dari warga;
    19. Penetapan standarisasi minimalnya layanan yang diberikan;
    20. Penetapan segala kebijakan untuk mengakui adanya penduduk hukum adat dan haknya, serta budaya guna melindungi dan mengelola lingkungan hidup;
    21. Pengelolaan semua informasi terkait lingkungan hidup secara nasional;
    22. Pengkoordinasian, pengembangan, dan pemberian sosialisasi untuk memanfaatkan teknologi yang ramah lingkungan hidup;
    23. Penerjunan edukasi, melatih, membina, & pemberian penghargaan;
    24. Pengembangan alat serta standarisasi lab lingkungan hidup;
    25. Penerbitan perizinan lingkungan;
    26. Penetapan wilayah ekoregion; serta menegakkan hukum mengenai lingkungan hidup.

     

    Adapun yang termaktub dalam Pasal 63 ayat (2) UUPPLH pemerintah provinsi berwenang untuk:

    1. Penetapan kebijakan pada tingkat provinsi;
    2. Peresmian dan pengerjaan KLHS pada tingkat provinsi;
    3. Penetapan dan pelaksanaan aturan tentang RPPLH provinsi;
    4. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan tentang Amdal & UKL-UPL;
    5. Pengerjaan inventarisasi SDA & GRK pada tingkat provinsi;
    6. Pengembangan dan pelaksanaan kerja sama & menjalin mitra;
    7. Pengkoordinasian dan pelaksanaan untuk mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
    8. Pelaksanaan  dalam  hal  membina  dan  mengawasi  segala  kebijakan  tang  telah dikerjakan, perda, dan perkada kabupaten/kota;
    9. Pelaksanaan dalam hal membina dan mengawasi terhadap penanggung jawab usaha dilihat dari ketaatannya dan/atau aktivitas mengenai persyaratan izin lingkungan dan aturan perundang-undangan;
    10. Peningkatan dan penetapan instrumen-instrumen lingkungan hidup;
    11. Pemberlakuan koordinasi dan pemberian fasilitas kerja sama untuk menyelesaikan konflik antar kabupaten/kota juga penyelesaiannya;
    12. Pemberian binaan, sumbangan teknis, dan mengawasi kabupaten/kota di kebijakan dan aktivitas program dan kegiatan;
    13. Pelaksanaan standarisasi layanan minimalnya;
    14. Penetapan  segala  kebijakan  untuk  mengakui  keberadaan  penduduk  hukum  adat, budaya, dan haknya guna melindungi dan mengelola lingkungan hidup di tingkat provinsi; 
    15. Pengelolaan informasi lingkungan hidup di tingkat provinsi;
    16. Pengembangan dan pemberian webinar untuk memanfaatkan teknologi ramah lingkungan hidup;
    17. Pemberian pendidikan, melatih, membina, dan pemberian penghargaan;
    18.  Penerbitan perizinan lingkungan di tingkat provinsi;
    19. Pemberian penegakan hukum terkait lingkungan hidup di tingkat provinsi;

     

    Selanjutnya pada Pasal 63 ayat (3) UUPPLH tercantum mengenai kewenangan pemerintah kabupaten/kota, di antaranya:

    1. Penetapan kebijakan pada tingkat kabupaten/kota; 
    2. Penetapan dan pelaksanaan KLHS pada tingkat kabupaten/kota; 
    3. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan tentang RPPLH kabupaten/kota; 
    4. Penetapan dan pelaksanaan kebijakan tentang Amdal & UKL-UPL; 
    5. Penyelenggaraan pencatatan SDA & emisi GRK pada tingkat kabupaten/kota; 
    6. Peningkatan dan pelaksanaan hubungan kerja & menjalin mitra; 
    7. Pengembangan dan penetapan instrumen-instrumen lingkungan hidup; 
    8. Pemberian fasilitas untuk menyelesaikan konflik; 
    9. Pelaksanaan  dalam  hal  membina  dan  mengawasi  terhadap  PJ  usaha  dilihat  dari ketaatannya dan/atau aktivitas mengenai persyaratan izin lingkungan dan aturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
    10. Pelaksanaan standarisasi layanan minimalnya; 
    11. Penetapan segala kebijakan untuk mengakui penduduk hukum adat, budaya, serta haknya guna melindungi dan mengelola lingkungan hidup di tingkat kabupaten/kota;
    12. Pengelolaan info mengenai lingkungan hidup di tingkat provinsi;
    13. Pengembangan dan pelaksanaan kebijakan sistem informasi lingkungan hidup tingkat kabupaten/kota;
    14. Pemberian pendidikan, melatih, membina, dan pemberian penghargaan; 
    15. Penertiban perizinan lingkungan di tingkat kabupaten/kota; 
    16. Pemberian penegakan hukum terkait lingkungan hidup di tingkat provinsi;

     

    Berdasar apa yang dirumuskan pada Pasal 63 ayat (1), (2), dan (3) UUPLH bahwa mengenai yang sudah diformulasikan wewenang pada tiap tingkatan secara terperinci pada dasarnya tidak tepat.

    Seharusnya perumusan normatif di tingkat undang-undang sifatnya ialah abstrak, tapi menjangkau kenyataan empirisnya.

    Ditambah lagi dengan rumusan kewenangan tersebut ada yang semestinya tidak diperlukan dan dinilai berlebihan seperti  penyebutan wewenang untuk menegakkan hukum.

    Bila kewenangan mengenai penegakan hukum tidak disebutkan oleh pemerintah maka sudah seharusnya pemerintah menegakkan hukum sebab wewenang tersebut sudah inheren dengan pemerintah berdasarkan teori ilmu negara atau ilpol misalnya.

    Teori tersebut mengungkap bahwa wewenang pemerintah dalam menegakkan hukum ialah komponen salah satunya sebuah negara tercipta selain unsur wilayah & warga.

     

    Demikianlah artikel yang membahas seputar tujuan, hak, kewajiban, dan kewenangan pemerintah untuk melindungi dan mengelola lingkungan hidup.

    Sah! juga menyediakan artikel menarik dengan menyajikan informasi bermanfaat untuk kalian. Langsung saja kunjungi laman Sah.co.id untuk menjelajahi artikel lainnya.

      

    Source:

    Cahyani, Ferina Ardhi. “Upaya Peningkatan Daya Dukung Lingkungan Hidup Melalui Instrumen Pencegahan Kerusakan Lingkungan Hidup Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Jurnal Ilmu Hukum Sui Generis 2, no. 1 (2020): 1–8. file:///C:/Users/lenov/Downloads/5488-19840-5-PB.pdf.

    Kerlawati, Memi. “Analisis Faktor-Faktor Internal Yang Mempengaruhi Pembiayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Pada Bank Umum Syariah Di Indonesia.” UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, 2022.

    Linggama, Nur Namri, Toar N Palilingan, and Dani Pinasang. “Kewenangan Pengawasan Pemerintah Daerah Kota Manado Terhadap Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.”       Jurnal   Lex        Privatum   13,   no.   2        (2024):   1–13. file:///C:/Users/lenov/Downloads/Jurnal+Nur+Namri+Linggama.pdf.

    Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan Di Indonesia. 1st ed. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014.

  • Kedudukan Pekerja Sebagai Kreditor Saat Perusahaan Dinyatakan Pailit

    Kedudukan Pekerja Sebagai Kreditor Saat Perusahaan Dinyatakan Pailit

    Sah! – Pekerja/karyawan memiliki hak untuk mendapatkan gaji tiap bulannya dan tunjangan hari raya keagamaan seperti misalnya THR pada hari raya idul fitri dan sebagainya

    Atas hak ini, pelaku usaha wajib untuk memenuhinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalkan terkait gaji, tidak boleh lebih rendah dari UMP, atau THR hanya diberikan kepada karyawan/pekerja bukan mitra dan ketentuan lainnya

    Kedudukan karyawan disini adalah utama bagi perusahaan sehingga Ketika terjadi misalnya ada masalah keuangan atau dinyatakan pailit maka hak karyawan ini perlu dipenuhi terlebih dahulu

    Seperti pada kasus PT Indofarma Tbk atau INAF , dimana perusahaan ini belum membayar gaji.

    Hal ini disebabkan karena ada masalah keuangan. Perusahaan secara resmi telah mengajukan penundaan pembayaran kewajiban utang sementara (PKPU) kepada PT Foresight Global

    PT Foresight Global meripaka perusahaan yang bergerak di bidang jasa outsorching. Perusahaan ini berdisi sejak tahung 2004 di Cikarang. Bekasi. 

    Lain daripada itu, PT Indofarma dinyatakan pailit setelah hakim mengabilkan permohonan PKPU pada 28 Maret 2024

    Sepanjang masa PKPU, Indofarma akan melakukan upaya restrukturisasi atas utang para kreditornya secara menyeluruh dengan rencana yang akan dimuar pada proposal perdamaian dan akan disampaikan pada rapar-rapat kreditor Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat

    Pada saat membayar utang sulit, perusahaan juga memiliki utang yaitu membayar gaji karyawannya sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh sekretaris Perusahaan Indofarma, Warjoko Sumedi jika gaji karyawan sampai saat ini  masih  belum terbayarkan 

    Untuk THR sudah terbayarkan semenjak tanggal 5 April 2024 sehingga hal tersebut membantah pernyataan jika PT Foresght Global belum membayar THR karyawannya.

    Dari polemic diatas, jika perusahaan dipailitkan, bagaimana kedudukan utang pembayaran gaji karyawan? 

    Yuk simak penjelasan di bawah ini

     

    Kedudukan Hukum Pembayaran Gaji Karyawan Saat Perusahaan Pailit

    Berdasarkan ketentuan perubahan pasal 95 UU Ketenagakerjaan oleh UU Cipta Kerja, Ketika perusahaan dalam keadaan pailit maka upah dan hal lainnya yang belum diterima oleh pekerja/karyawan merupakan utang yang didahulukan pembayarannya

    Didahulukan pembayarannya yaitu sebelum membayar kepada semua kreditur terkecuali kreditur pemegang hak jaminan kebendaan

    Hal ini menimbulkan makna jika upah buruh akan didahulukan pembayarannya apabila perusahaan mengalami pailit dibanding dengan kreditor separatis. 

    Kreditor separatis merupakan kreditor yang memperoleh hak atas pemenuhan utang lebih utama dibandingkan dengan kreditor lainnya dari hasil penjualan harta kekayaan debitor.

     

    Sebelumnya, pada Pasal 138 UU Kepailitan menyatakan jika Kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau yang mempunyai hak yang diistimewakan atas suatu benda tertentu dalam harta pailit

    Mengenai kreditor separatis juga termuat dalam Pasal 1134 Ayat 2 KUHPerdata dimana menjelaskan perihal gadai, dan hipotik kedudukannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kreditor lainnya terkecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang.

    UU Ketenagakerjaan dan perubahannya telah mengatur mengenai pembayaran upah pekerja/karyawan yang diutamakan daripada kreditor lain pada saat keadaan pailit. Namun, pelaksanaannya harus terhambat dengan ketentuan pada Pasal 138 UU Kepailitan dimana Kreditor separatis harus didahulukan daripada kreditor lainnya 

    Jadi pelaksanaan Pasal 95 UU Ketenagakerjaan ini tidak memberikan kepastian hukum kepada para pekerja/buruh dimana Ketika perusahaan pailit, kreditor separatis tetap mendapatkan keistimewaan untuk didahulukan pembayaran hutangnya oleh debitor

    Kemudian kedudukan tersebut berubah Ketika ada pengajuan permohonan UU yang berfokus pada Pasal 95 UU Ketenagakerjaan, dimana frasa “yang didahulukan pembayarannya” berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum

    Sebagaimana tata cara pelunasan utang perusahaan yang pailit adalah bertingkat, yaitu dimulai dari biaya kurator dan utang negara, pihak kreditor separatis, kreditor preferen dan kreditor kongruen

    Namun menurut pertimbangan Hakim MK, pembayaran upah karyawan/pekerja didahulukan dari semua jenis kreditur termasuk atas tagihan kreditor separatis.

    Kedudukan pekerja sebagai kreditur preferen dengan keistimewaan tertentu telah diperjelas melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU XI/2013. 

    Karena hak khusus ini, para pekerja dapat yakin bahwa gaji mereka akan lebih tinggi daripada gaji semua kreditor lainnya, termasuk badan publik yang dibentuk pemerintah, balai lelang, kreditor separatis, dan surat utang negara. 

    Kecuali hak-hak kreditor separatis, pembayaran hak-hak pekerja lainnya diprioritaskan dibandingkan pembayaran kepada pemerintah, balai lelang, dan badan publik lainnya. Mahkamah Konstitusi menilai pegawai harus diutamakan dibandingkan kreditur lainnya.

    Hal ini disebabkan hak pekerja atas gaji atau upah atas pekerjaannya sangat bergantung pada pemenuhan kebutuhan dasar dirinya dan keluarganya sehingga 

    Maka dari itu, pekerja/karyawan memiliki kedudukan sebagai kreditor preferen dengan hak istimewa. Hak tersebut mengacu pada pembayaran upah karyawan/pekerja saat perusahaan mengalami kepailitan. 

    Kesimpulan

    Bahwa upah merupakan hak yang wajib didapat oleh setiap pekerja/pegawai di suatu perusahaan. Hal ini diatur keberlakuannya menurut UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja.

    Terhadap pemberian upah, wajib didahulukan oleh pelaku usaha/perusahaan, termasuk pada saat perusahaan dinyatakan pailit. 

    Sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi diatas, jika kedudukan pekerja/karyawan setara dengan kreditor separatis yang menurut UU Kepailitan mendapatkan hak istimewa dalam hal pelunasan utang

    Hal ini diberikan setelah diketahui adanya ketidakadilan dalam pelaksanaan pembayaran “utang” kepada pekerja/karyawan pada masa pailit sesuai pasal 95 UU Ketenagakerjaan.

    Hal ini dikarenakan UU Kepailitan juga mengatur hal yang sama, dan menyatakan jika kreditor separatis berhak mendapatkan keistimewaan pelunasan hutang dari debitor

    Penggemar artikel SAH, jangan sedih dulu karena sebentar lagi Ramadhan akan segera berakhir. Tetap pantau terus Sah.co.id, karena kami akan terus mengupload artikel-artikel baru mengenai peristiwa terkini yang disusun secara komprehensif dan tentu saja menghibur untuk dibaca.

    Selain itu, perusahaan kami juga akan membantu saudara sebagai calon pemilik bisnis terkait dengan perizinan usaha anda, pembentukan perseroan terbatas atau badan hukum lainnya, dan persyaratan penunjang untuk usaha anda. Penasaran? Hubungi WA 0851 7300 7406 sekarang juga, atau kunjungi website Sah.co.id.

    Sumber

    Peraturan Perundang-Undangan

    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan

    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja

    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

    Jurnal/Artikel

    Kadek, S.D & Markeling, I. K. 2018. “KEDUDUKAN UTANG UPAH PEKERJA DALAM KEPAILITAN.” 1-15.

    Website

    Kusumasari, Diana. 2011. Hukumonline. Juni 30. Accessed April 9, 2024. https://www.hukumonline.com/klinik/a/hutang-gaji-apabila-perusahaan-pailit-cl4431/.

    Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2014. mkri.id. September 12. Accessed April 9, 2024. https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=10193.

  • Ternyata Karyawan pada Masa Probation Dapat Hak-hak juga, Yuk Kenali Ketentuannya!

    Ternyata Karyawan pada Masa Probation Dapat Hak-hak juga, Yuk Kenali Ketentuannya!

    Sah! – Karyawan baru menjalani masa probation juga dikenal sebagai masa percobaan, sebelum benar-benar dipekerjakan sebagai karyawan tetap. 

    Selama masa percobaan ini, HRD dan manajer menilai kinerja karyawan dan membuat keputusan tentang kelanjutan hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan.

    Masa percobaan membantu karyawan beradaptasi dengan budaya, pekerjaan dan lingkungan perusahaan baru.

    Namun, banyak karyawan dan perusahaan tidak memahami konsep masa percobaan ini sendiri, sehingga mereka sering bingung tentang apa saja kewajiban yang harus mereka lakukan selama masa percobaan.

    Terlebih lagi kemungkinan yang dapat terjadi karyawan akan kehilangan hak-hak yang seharusnya mereka miliki selama masa percobaan.

    Nah, jika Anda adalah karyawan yang sedang menjalani masa probation, Anda harus mempelajari hak dan kewajiban di sini agar tidak disepelekan atau terkena denda karena melanggar perjanjian. Yuk, simak ketentuannya!

    Arti Masa Probation

    Masa probation juga dikenal sebagai “masa percobaan”, adalah masa kerja dengan jangka waktu tertentu sebelum perusahaan secara resmi mengangkat karyawan tetap. 

    Selama masa percobaan, perusahaan menilai sikap dan kinerja karyawan untuk menentukan apakah mereka pantas dipertahankan sebagai karyawan tetap atau justru sebaliknya.

    Aturan Hukum dan Jangka Waktu Masa Probation

    Dalam UU Ketenagakerjaan, ada peraturan yang jelas tentang masa percobaan karyawan. Berdasarkan Pasal 58, masa percobaan tidak diberlakukan dalam PKWT. 

    Jadi, jika Anda menandatangani kontrak PKWT tetapi diharuskan mengikuti masa percobaan, praktik ini salah dan dapat dilaporkan ke pihak berwajib.

    Dalam masa percobaan, ketentuan berikut harus dipenuhi menurut Pasal 60 UU Ketenagakerjaan: 

    1. Karyawan dipekerjakan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
    2. Masa percobaan tidak boleh lebih dari 3 bulan
    3. Pengusaha dilarang membayar di bawah upah minimum yang berlaku selama masa percobaan
    4. Persyaratan masa probation harus dicantumkan dalam perjanjian kerja

    Jika perjanjian kerja dibuat secara lisan, syarat masa percobaan harus dicantumkan dalam surat pengangkatan dan diberitahukan kepada pekerja yang bersangkutan.

    Selain itu, jika tidak dicantumkan persyaratan masa percobaan dalam perjanjian kerja atau surat pengangkatan, maka ketentuan masa percobaan dianggap tidak ada. 

    Di samping itu, pemberlakuan masa percobaan tidak dapat diterapkan pada Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT). 

    Namun, apabila pengusaha menerapkan masa percobaan di dalam PKWT, maka perjanjian kerja masa percobaan tersebut dianggap batal demi hukum.

    Hak-Hak Karyawan Masa Probation

    Hak-hak karyawan masa percobaan sama dengan hak-hak karyawan tetap.  Pasal 90 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menjelaskan hal ini.

    Tidak ada perusahaan yang boleh memberikan gaji di bawah upah minimum yang berlaku.  

    Jika perusahaan gagal memenuhi hak-hak tersebut, ia dapat menerima sanksi pidana mulai dari 1-4 tahun penjara. 

    Selain itu, perusahaan dapat mengenakan denda sebesar 400 juta rupiah.  Hal ini sesuai dengan penjelasan yang diberikan dalam ayat pertama Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

    Perusahaan berkewajiban memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan yang sedang dalam masa percobaan selain membayar gaji bulanan. 

    Ketentuan tersebut diatur juga dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Buruh Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan (Permenaker 6/2016).

    Pada pasal tersebut menyatakan bahwa perusahaan wajib memberikan THR kepada karyawan yang telah bekerja selama satu bulan atau lebih secara konsisten. 

    Dengan kata lain, jika seorang karyawan yang sedang dalam masa percobaan telah bekerja di perusahaan selama satu bulan atau lebih, karyawan tersebut tetap berhak mendapatkan THR.

    Namun dalam praktiknya, penerapan gaji masa probation terkadang 50-80% dari UMR yang berlaku. 

    Hal ini bertujuan sebagai jaminan terkait kinerja yang ditunjukkan calon karyawan atau untuk “mengikat” calon karyawan supaya tetap bertahan di perusahaan. Tapi, banyak juga perusahaan yang sudah menerapkan gaji full UMR pada masa probation. 

    Ketentuan Pemberhentian Karyawan Pada Masa Probation

    Masa percobaan biasanya digunakan untuk menilai kinerja karyawan sebelum diangkat menjadi karyawan tetap. 

    Oleh sebab itu, perusahaan biasanya memberhentikan karyawannya selama masa percobaan karena mereka dianggap tidak atau kurang memenuhi standar perusahaan.

    Jika hal ini terjadi, perusahaan dapat memutus karyawannya selama masa percobaan tanpa perlu memberikan pesangon, kompensasi masa kerja, atau penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156 UU Ketenagakerjaan.

    Selain itu, penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial juga tidak diperlukan untuk memutus hubungan kerja karyawan selama masa percobaan.

    Tetapi, ada juga perusahaan yang memberikan kesempatan kembali bagi karyawan probation. Perusahaan biasanya akan menambah masa probation yang awalnya tiga bulan menjadi enam bulan.

    Seperti yang telah disebutkan, hal ini sebenarnya bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 

    Namun, Juanda Pangaribuan, Advokat Spesialisasi Ketenagakerjaan dan Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial (2006-2016), menyatakan bahwa penghentian pekerjaan selama enam bulan tidak membatalkan perjanjian  kerja.

    Kelebihan waktu tiga bulan itulah yang batal, sehingga masa probation tetap sah jika yang dihitung hanyalah jangka waktu tiga bulan. Sedangkan tiga bulan sisanya bukan merupakan masa probation dan karyawan sudah dianggap sebagai karyawan tetap.

    Perjanjian Kerja Penting Sebelum Masa Probation

    Pilihan yang bisa dilakukan perusahaan adalah memberikan masa percobaan kepada calon karyawan tetap lewat masa probation. Nah jika mensyaratkan, baiknya hal tersebut ditulis di offer letter atau surat perjanjian kerja.

    Hal ini mengingat, selama masa probation, terdapat beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh karyawan dan perusahaan.

    Selain itu, ada dasar hukum yang jelas untuk masa percobaan karyawan, sehingga pelanggarannya dapat dikenakan hukuman baik pidana maupun perdata.

    Perjanjian kerja tidak hanya penting untuk melindungi karyawan, tetapi juga mengikat untuk melindungi perusahaan agar bisa mendpatkan haknya. Dengan kata lain, dokumen perjanjian ini berfungsi sebagai dasar bagi keduanya untuk menjalin hubungan pekerjaan, serta untuk aturan masa percobaan.

    Seperti itulah penyampaian artikel terkait Ketentuan mengenai Hak-Hak Karyawan pada Masa Probation, semoga bermanfaat. 

    Sah! siap menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta dengan aman, cepat, anti-ribet dan sangat terjamin. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha. 

    Bagi yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha cukup hubungi kami via WA 0856 2160 034 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

    Sah! siap memberikan solusi mudah untuk Anda.

    Source:

    https://appsensi.com/probation/

    https://kontrakhukum.com/article/karyawan-probation/

    https://www.hukumonline.com/berita/a/landasan-hukum-masa-probation-lt63b3f6a60c1ec/

    https://id.prosple.com/interviews/lika-liku-tentang-masa-probation-yang-wajib-kamu-ketahui

  • Hak Paten! Pengertian dan Manfaat Perlindungannya

    Hak Paten! Pengertian dan Manfaat Perlindungannya

    Sah! – Hak paten merupakan instrumen hukum yang memberikan manfaat perlindungan eksklusif kepada inventor atas hasil inovasinya di bidang teknologi.

    Dengan memberikan hak eksklusif untuk membuat, menggunakan, dan menjual invensi tersebut, hak paten mendorong para inventor untuk terus berinovasi.

    Artikel ini akan menjelaskan hak paten, jenisnya, syarat yang harus dipenuhi, manfaatnya, serta masa perlindungan yang diberikan.

    Pengertian Hak Paten

    Hak paten dapat diartikan sebagai hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas invensinya di bidang teknologi.

    Ini mencakup hak untuk melaksanakan invensi sendiri atau memberikan izin kepada pihak lain untuk melaksanakannya.

    Hak paten dianggap sebagai bentuk kekayaan intelektual yang diberikan oleh negara karena invensi tersebut memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa dan kesejahteraan umum.

    Pada prinsipnya, penerima paten mempunyai hak eksklusif untuk melarang atau mencegah  orang lain menggunakan penemuan yang dipatenkan secara komersial.

    Dengan kata lain, perlindungan paten berarti pihak lain tidak boleh membuat, menggunakan, mendistribusikan, mengimpor, atau menjual penemuannya secara komersial  tanpa persetujuan pemilik hak paten.

    Jenis Hak Paten

    • Hak Paten

    Hak paten umumnya diberikan untuk invensi yang baru, mengandung langkah inventif, dan dapat diterapkan dalam industri.

    Pemilik hak paten memiliki hak eksklusif untuk mencegah orang lain mengeksploitasi invensi tersebut secara komersial.

    • Hak Paten Sederhana

    Hak paten sederhana diberikan untuk invensi berupa produk atau alat baru yang memiliki nilai kegunaan praktis.

    Ini mencakup perlindungan terhadap bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau komponen yang dapat memperoleh perlindungan hukum.

    Syarat Hak Paten

    Untuk memperoleh hak paten, invensi harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

    • Baru

    Invensi tersebut tidak boleh identik dengan teknologi yang telah diungkapkan sebelumnya pada saat pengajuan permohonan.

    • Mengandung Langkah Inventif

    Invensi harus merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya oleh seseorang yang memiliki keahlian tertentu di bidang teknik.

    • Dapat Diterapkan dalam Industri

    Invensi harus dapat diproduksi atau digunakan dalam berbagai jenis industri.

    Hal-hal yang Tidak Dapat Dipatenkan

    Beberapa hal yang tidak dapat diberikan hak paten meliputi proses atau produk yang bertentangan dengan hukum, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.

    Selain itu, metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan, dan pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan hewan juga tidak dapat dipatenkan.

    Manfaat Hak Paten

    • Mencegah Penyalinan, hak paten mencegah orang lain menyalin, membuat, menjual, atau mengimpor invensi tanpa izin.
    • Menagih Harga Lebih Tinggi, pemilik hak paten dapat menetapkan harga yang lebih tinggi karena pesaing tidak dapat meniru produknya.
    • Lingkup R&D, perlindungan paten memungkinkan pengeluaran lebih banyak untuk penelitian dan pengembangan.
    • Bersaing dengan Merek Besar, hak paten memberi kesempatan bagi perusahaan kecil untuk bersaing dengan perusahaan besar.
    • Keuntungan Pemasaran, produk dengan “teknologi yang dipatenkan” dapat menjadi daya tarik pemasaran.
    • Menarik Investasi, hak paten membuat investasi lebih menarik bagi para investor.
    • Pengurangan Biaya Manufaktur, pemilik hak paten dapat melisensikan teknologinya, mengurangi biaya manufaktur.

    Masa Perlindungan

    • Hak Paten

    Hak paten diberikan selama 20 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan paten.

    • Hak Paten Sederhana

    Paten sederhana memiliki masa perlindungan selama 10 tahun sejak tanggal penerimaan permohonan.

    Hak paten bukan hanya tentang melindungi kepentingan individu, tetapi juga mendorong inovasi dan perkembangan teknologi yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas.

    Dengan memiliki pemahaman yang kuat tentang hak paten, para inventor dapat terus berkontribusi pada kemajuan dan perubahan positif dalam berbagai industri.

    Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI, termasuk pendaftaran paten. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

    Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

    Source:

    https://entrepreneur.bisnis.com/read/20220726/52/1559286/kamus-entrepreneur-arti-dan-manfaat-hak-paten

    https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230731142601-569-979977/apa-itu-hak-paten-jenis-syarat-dan-masa-berlakunya

  • Hak Cipta di Era Digital, Tantangan dan Peluang

    Hak Cipta di Era Digital, Tantangan dan Peluang

    Sah! – Dalam era digital yang serba cepat dan terus berkembang, konsep hak cipta menjadi semakin penting dan kompleks.

    Seiring dengan perkembangan teknologi, hak cipta berubah dan menantang para pemangku kepentingan, termasuk pembuat konten, konsumen, dan perusahaan teknologi.

    Artikel ini akan menjelajahi berbagai aspek hak cipta dalam konteks era digital, serta tantangan dan peluang yang muncul.

    Pentingnya Hak Cipta dalam Era Digital

    Hak cipta merupakan landasan hukum bagi pencipta untuk melindungi karya intelektual yang mereka ciptakan.

    Dalam dunia digital saat ini, karya seseorang dapat dengan mudah untuk direplikasi dan didistribusikan tanpa izin, hal ini membuat perlindungan hak cipta semakin penting.

    Tantangan Hak Cipta di Era Digital

    Pembajakan dan Pemalsuan: Adanya internet memungkinkan penyebaran konten secara cepat, yang dapat mengakibatkan terjadinya pembajakan dan pemalsuan karya.

    Ketidakjelasan Batas Digital: Batas yang ada antara penggunaan yang sah dan pelanggaran hak cipta sering kali tidak jelas dalam lingkungan digital.

    Peran Teknologi dalam Tantangan Hak Cipta

    Platform Berbagi Konten: Situs web dengan fitur berbagi konten seperti YouTube, Instagram, dan TikTok dapat menjadi tempat dimana hak cipta sering kali diabaikan.

    Teknologi Pemutusan DRM: Meskipun bertujuan melindungi hak cipta, teknologi Digital Rights Management (DRM) yang digunakan untuk menambah perlindungan akses juga menjadi sumber kontroversi karena dapat membatasi hak fair use.

    Solusi dan Inovasi

    Blockchain: Sebuah teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan secara digital dan terhubung dengan kriptografi. Teknologi ini dapat memberikan bukti otentikasi dan pelacakan yang tak berubah untuk karya digital.

    Kerjasama Industri: Peningkatan kerjasama antara industri, pemerintah, dan platform digital untuk mengembangkan solusi bersama terkait perlindungan hak cipta.

    Hak Cipta dan Hak Pengguna

    Hak Pengguna untuk Akses Informasi: Tantangan hak cipta adalah tidak boleh mengorbankan hak pengguna untuk mengakses informasi secara bebas.

    Kesetimbangan Antara Hak Cipta dan Inovasi: Penting untuk menemukan keseimbangan yang tepat antara melindungi hak cipta dan mendorong inovasi.

    Karena apabila perlindungan hak cipta terlalu ketat maka dapat menghambat masyarakat luas mengakses informasi dan membuat inovasi.

    Sebaliknya apabila perlindungan hak cipta kurang maka itu dapat merugikan pencipta karya.

    Peluang dalam Manajemen

    Model Bisnis Baru: Inovasi dalam model bisnis, seperti langganan dan micropayments dapat memberikan alternatif yang adil bagi pemegang hak cipta.

    Pendidikan dan Kesadaran: Meningkatkan pemahaman tentang hak cipta di kalangan pengguna seperti sosialisasi di lembaga pendidikan dapat membantu mengurangi pelanggaran yang tidak disengaja dan mampu menjaga keseimbangan antara perlindungan hak dan akses.

    Pandangan Masa Depan

    Reformasi Hukum: Perlunya melakukan reformasi hukum saat ini untuk mengakomodasi dinamika baru dalam lingkungan digital yang serba cepat.

    Teknologi Pemantauan dan Perlindungan: Pengembangan atau penciptaan teknologi yang lebih baik untuk pemantauan dan perlindungan hak cipta.

     

    Hak cipta dalam era digital menghadapi berbagai tantangan yang kompleks, tetapi disaat bersamaan juga membuka pintu bagi inovasi baru.

    Penting untuk mencari solusi yang seimbang, dimana hal tersebut dapat memastikan perlindungan hak cipta tanpa menghambat pertumbuhan teknologi dan akses informasi.

    Dengan kerjasama antara semua pemangku kepentingan, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang adil dan berkelanjutan untuk semua pengguna.

     

    Seperti itulah penyampaian artikel terkait tantangan dan peluang hak cipta di era digital, semoga bermanfaat.

    Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

    Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

  • Hak Bezit dalam Hukum Benda

    Hak Bezit dalam Hukum Benda

    Sah! – Hak Bezit, bezit diartikan sebagai kedudukan berkuasa, yaitu kedudukan seseorang dalam menguasai suatu diri sendiri maupun dengan perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu.

    Benda dalam Pasal 499 KUHPer adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.

    Menurut Prof. Subekti, bezit adalah suatu keadaan lahir, di mana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang oleh hukum diperlindungi dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.

    Bezit diatur dalam KUHPer.

    Bezit merupakan hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri.

    Syarat-syarat ada bezit, yaitu:

    1. Adanya corpus, yaitu orang dan benda tersebut memiliki hubungan.
    2. Adanya animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus dikehendaki oleh tersebut.

    Fungsi Bezit, yaitu:

    1. Fungsi Polisionil untuk mendapatkan perlindungan hukum atas kepemilikan suatu benda. Dengan demikian, apabila ada yang merasa haknya dilanggar, maka dapat dibuktikan siapa pemilik sebenarnya dari barang tersebut.
    2. Fungsi Zakenrechtelijk: bezitter yang telah mem-bezit suatu benda dan telah berjalan untuk beberapa waktu tanpa adanya protes dari pemilik sebelumnya maka bezit itu berubah menjadi hak milik melalui lembaga verjaring (lewat waktu/daluwarsa).

    Berdasarkan Pasal 538 KUHPer, bezit atas suatu kebdaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik kebendaan itu dalam kekuasaanya dengan tujuan mempertahankan untuk diri sendiri.

    Pasal 540 KUHPer, cara-cara memperoleh bezit antara lain:

    1. Dengan jalan occupatio: memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang mem-bezit terlebih dahulu. Bezit diperoleh dengan mengambil barang secara langsung.
    2. Dengan jalan traditio: memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang mem-bezit terlebih dahulu. Penyerahan dari orang yang terlebih dahulu menguasai benda tersebut.

    Bezit dapat diperoleh karena adanya pewarisan.

    Hapusnya bezit dikarenakan:

    1. Kekuasaan atas benda tersebut berpindah pada orang lain, baik secara diserahkan maupun karena diambil oleh orang lain.
    2. Benda yang dikuasainya nyata telah ditinggalkan.

    Itulah pembahasan terkait dengan hak bezit, semoga bermanfaat.

    Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa mengakses laman Sah!, yang menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha . Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha .

    Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi via pesan instan WhatsApp ke +628562160034.

    Source:

    P.N.H.Simanjuntak, 2017, “Hukum Perdata Indonesia”, KENCANA, Jakarta.