Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

Memahami Mekanisme Royalti untuk Kepentingan Komersial dalam pembayaran Royalti atas Film Produksi

clap board roadside Jakob and Ryan

Sah ! –   Semakin hari, semakin banyak karya-karya yang terus diciptakan oleh manusia, baik itu dalam bidang industri, teknologi dan tidak terkecuali dalam bidang seni seperti tari sastra, film, dan musik baik itu dalam format mp3 atau mp4. 

Dengan bertambahnya karya-karya tersebut, manusia menyadari akan adanya hak baru diluar hak kebendaan atau barang. 

Pengakuan atas segala temuan, seperti ciptaan dan kreasi baru yang ditemukan dan diciptakan baik oleh individu maupun kelompok telah melahirkan apa yang disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). 

Perihal tentang Hak Royalti terhadap Hak Cipta khususnya berupa produk film atau sinema photography yang baru-baru ini sedang ramai diperbincangkan Film Vina saat ini Sebelum 7 hari.

Dimana ada seorang artis yang mempersoalkan hak royalti yang diterima oleh keluarga almarhum Vina dimana itu menjadi kegiatan komersial menyiarkan film atau lagu tanpa membayar royalti atau meminta izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Ciptanya. 

Para pembuat film memiliki hak untuk memberikan izin bagi para pengguna komersial dalam menggunakan karya ciptaannya untuk kepentingan komersial dan atas pemberian izin tersebut para Pencipta lagu berhak mendapatkan royalti. (Muhammad Djumhana & Djubaedillah, 2003) 

Pada Pasal 1 ayat 21 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, Royalti adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. 

Royalty merupakan inti dari Hak Ekonomi Pencipta dan Pemegang Hak Terkait. Adanya royalty menunjukkan penghargaan terhadap jerih payah dan talenta para Pencipta dan Pemegang Hak Terkait, sekaligus memberikan gairah (motivasi) kepada Pencipta dan Pemegang Hak. 

Terkait untuk melahirkan ciptaan-ciptaan baru atau untuk berkarya. Tanpa royalty, tidak ada penghargaan yang patut kepada Pencipta dan Pemegang Hak Terkait. Akibatnya proses Penciptaan atau kreativitas akan terhenti.

Siapa yang bertanggung jawab dalam pembayaran Royalti? Royalti merupakan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.

Royalti berupa penghasilan yang diperoleh dari penggunaan karya ciptaan secara komersial, seperti penjualan, distribusi, dan penggunaan dalam berbagai industri.

Siapa yang Bertanggung Jawab atas Royalti

Dalam peraturan Hak Cipta Indonesia, tanggung jawab atas royalti terletak pada beberapa pihak:

  1. Pencipta dan Pemegang Hak Cipta:
    Pencipta dan pemegang hak cipta memiliki tanggung jawab untuk mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk mengelola hak ekonomi mereka melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
  2. Lembaga Manajemen Kolektif (LMK):
    LMK bertanggung jawab untuk menghimpun dan mengelola hak ekonomi Pencipta dan pemilik Hak Terkait, serta mendistribusikan royalti kepada mereka yang telah menjadi anggota LMK.
  3. Pengelola Tempat Perdagangan: Pengelola tempat perdagangan memiliki tanggung jawab atas tempat penjualan dan/atau pelanggaran Hak Cipta dan/atau Hak Terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya.
  4. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN):
    LMKN bertugas untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti dari orang yang melakukan penggunaan secara komersial. LMKN juga wajib melaksanakan audit keuangan dan audit kinerja yang dilaksanakan oleh akuntan publik paling sedikit satu tahun.

Oleh karena itu, dalam peraturan HAKI di Indonesia, beberapa pihak memiliki tanggung jawab untuk mengelola dan mendistribusikan royalti, termasuk Pencipta dan Pemegang Hak Cipta, LMK, LMKN, dan Pengelola Tempat Perdagangan.

Pengaturan Royalti dalam Perfilman

Pengaturan atas Karya Sinematografi dan Perusahaan Perfilman menurut Hukum Indonesia yang berlaku. Hak royalti adalah bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pencipta karya sinematografi.

Seperti film, untuk memperoleh manfaat ekonomi dari penggunaan karya tersebut. Hak royalti meliputi hak untuk memperoleh penghasilan dari penggunaan karya, seperti biaya produksi, distribusi, dan penjualan.

Hak Royalti ini dilindungi oleh hukum dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Lebih lanjut lagi Pada Pasal 59 ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta Perfilman atau Hak royalti diberikan berdasarkan, yang menjelaskan bahwa hak cipta meliputi hak moral dan hak ekonomi.

Perusahaan Perfilman dalam Hukum Indonesia memiliki tanggung jawab dalam melindungi hak royalti karya sinematografi.

Berikut beberapa aspek tanggung jawab perusahaan perfilman:

  1. Penggunaan Hak Royalti:

Perusahaan perfilman harus mematuhi hak royalti karya sinematografi dan tidak melakukan pelanggaran, seperti pembajakan atau distorsi, tanpa izin dari pencipta.

  1. Pengawasan dan Pengendalian:

Perusahaan perfilman harus memantau dan mengendalikan penggunaan karya sinematografi, termasuk film, untuk memastikan bahwa hak royalti tidak dilanggar.

  1. Penggunaan Teknologi:

Perusahaan perfilman harus menggunakan teknologi untuk mencegah pelanggaran hak royalti, seperti pembajakan film melalui situs online.

  1. Koordinasi dengan Pihak Lain:

Perusahaan perfilman harus berkoordinasi dengan pihak lain, seperti pencipta, produser, dan pihak lain yang terkait, untuk memastikan bahwa hak royalti karya sinematografi dilindungi.

  1. Penyelesaian Sengketa:

Jika terjadi pelanggaran hak royalti, perusahaan perfilman harus mengambil upaya penyelesaian sengketa secara litigasi atau non-litigasi untuk mempertahankan hak royalti karya sinematografi.

Dasar Pemberian Royalti dalam Perfilman

Film menjadi salah satu bidang industri kreatif karena memiliki potensi besar pada pengembangan ekonomi kreatif. Film dengan dua karakter bawaan, budaya dan ekonomi, yang tak bisa terpisahkan inilah yang membuat film jadi memiliki kekuatan besar.

Danesi dalam buku Semiotik Media, menuliskan tiga jenis atau kategori utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi,

penjelasannya adalah sebagai berikut:

a) Film fitur merupakan karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa narasi, yang dibuat dalam tiga tahap.

b) Film Dokumenter Film dokumenter merupakan film non fiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara.

c) Film Animasi Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.

Penciptaan tradisional dari animasi gambar-bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita.

Pada Pasal 47 Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman menyatakan bahwa

setiap insan perfilman berhak:

  1. Berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang perfilman;
  2. Mendapatkan jaminan keselamatan dan Kesehatan kerja
  3. Mendapatkan jaminan sosial
  4. Mendapatkan perlindungan hukum
  5. Menjadi mitra kerja yang sejajar dengan pelaku usaha perfilman
  6. Membentuk organisasi profesi yang memiliki kode etik
  7. Mendapatkan asuransi dalam kegiatan perfilman yang berisiko
  8. Menerima pendapatan yang sesuai dengan standar kompetensi, dan
  9. Mendapatkan honorarium dan/atau royalti sesuai dengan perjanjian.

Model Pemberian Royalti bagi Pemeran Film

Pemberian royalti menjadi turut dilindungi oleh hukum. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta memang tidak menyebutkan secara khusus mengenai mekanisme pemungutan royalti. 

Undang-undang menyebutkan mengenai kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi (Pasal 80 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta). 

berikut isi dalam Pasal 80 UU Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, yaitu: 

  1. Kecuali diperjanjikan lain, pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait berkewajiban memberikan Lisensi kepada pihak yang berhak atas dasar perjanjian tertulis..  
  2. Perjanjian Lisensi yang dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk jangka waktu tertentu dan tak melebihi jangka waktu Hak Cipta dan Hak Terkait. 
  3. Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan yang dimaksud pada ayat (1) beserta berkewajiban untuk menerima Lisensi Royalti kepada Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait selama jangka waktu Lisensi. 
  4. ketentuan besaran Royalti yang mana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pemberian Royalti dilakukan berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dan penerima Lisensi. 
  5. jumlah Royalti dalam perjanjian Lisensi disesuaikan dengan ketentuan yang lazim dipraktekkan dan berlaku serta  memenuhi unsur keadilan.

Royalty diartikan imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional merupakan Lembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Hak Cipta yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. 

Terkait dengan ketentuan royalti dalam UU Hak Cipta tidak disebutkan tentang pengertiannya serta dengan perjanjian lisensi maka si penerima lisensi tersebut harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta terkait. 

Pada pasal 87 Undang-Undang Hak Cipta, Lembaga Manajemen Kolektif berperan sebagai perantara antara pengguna (User) dan pemegang hak cipta dalam memberikan izin (lisensi) kepada pengguna hak cipta serta pengguna (user) harus membayar royalti kepada pemegang hak cipta terkait. 

Dalam alur mekanisme pemungutan royalti ini, terdapat sebuah tahapan yang merupakan inti dari keseluruhan proses, yakni pendistribusian royalti kepada pencipta/ pemegang hak. Pendistribusian ini menjadi kewajiban dari KCI selaku organisasi yang diberikan kuasa untuk mengelola royalty. 

Sistem yang digunakan adalah sistem “follow the dollar” atau royalti yang diterima dari kegiatan usaha tertentu (general licensing, broadcasting, concert, cinema) dibagikan untuk Film yang ditayangkan pada kegiatan Adapun mekanisme pembayaran royalti menurut Pasal 87 UU Hak Cipta yaitu: 

  1. Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi lembaga manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial. 
  2. Pengguna hak cipta dan hak terkait yang memanfaatkan hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta melalui lembaga manajemen kolektif. 
  3. Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat 1 membuat perjanjian dengan lembaga manajemen kolektif yang berisi kewajiban untuk membayar royalti atas hak cipta dan hak terkait yang digunakan.
  4. Tidak dianggap sebagai pelanggaran Undang-Undang ini, pemanfaatan ciptaan dan atau produk hak terkait secara komersial oleh pengguna sepanjang pengguna telah melakukan dan memenuhi kewajiban sesuai perjanjian dengan lembaga manajemen kolektif. 

Cara pemungutan royalti dari pemakaian hak cipta dilakukan melalui suatu organisasi. Organisasi pemungut royalti pada mulanya diciptakan atas inisiatif dari para pencipta. 

Mereka sendiri tidak dapat mengubah hak-haknya menjadi uang, karena mereka tidak dapat mengikuti perkembangan penggunaan ciptaan tersebut, yang berdasarkan undang-undang diperkenankan hanya jika disetujui oleh pencipta. 

Organisasi pemungut royalti kemudian dibentuk untuk menangani hak untuk mengumumkan, penayangan film secara langsung, kepada para penonton. 

Penayangan terjadi, demikian juga dengan organisasi pemungut royalti yang bertujuan untuk menangani hak perbanyakan (right to mechanical reproduction) dan mengawasi pendistribusian copy rekaman tersebut. 

Organisasi pemungut royalti sudah selayaknya melakukan pengawasan terhadap penggunaan rekaman film.

Sebagai sebuah bentuk perlindungan, maka pengguna berdasarkan ketentuan dalam UUHC, wajib mencatatkan/ mendaftarkan perjanjian lisensi tersebut di Direktorat Jenderal Hak kekayaan Intelektual. 

Namun pengguna masih dibebankan kewajiban berupa memberikan laporan penggunaan musiknya (Logsheet/ Program Return) untuk kepentingan pembayaran royalti kepada pencipta. 

Perlindungan hukum terhadap Hak Cipta diharapkan dapat menjamin hak-hak yang dimiliki Pencipta atau Pemegang Hak Cipta serta menjadi landasan agar dapat mengurangi kerugian apabila terjadi pelanggaran Hak Cipta dalam segi materil dan immateril. 

 

Pemberian hukuman pidana penjara serta pemberlakuan denda merupakan tujuan dari fungsi dalam memberikan efek jera kepada pelaku pelanggaran hak cipta, sehingga adanya pemberlakuan tersebut meminimalisir tindakan pelanggaran yang ada.

 

Seperti itulah penyampaian artikel terkait Memahami Mekanisme Royalti untuk Kepentingan Komersial dalam pembayaran Royalti atas Film Produksi, semoga bermanfaat.

 

Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.

Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id

 

Sumber 

Peraturan 

Undang-undang (UU) No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman

Undang-undang (UU) No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

 

Buku

Djumhana, Muhamad, & Djubaedillah, R. (2003). Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia, cet. Ketiga, Bandung: Citra Aditya Bakti. 

Djumhana, Muhammad. (2006). Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Citra Aditya Bakti. :

Kesowo, B. (1995). Pengantar Umum Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia. Penataran Hukum Dagang, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

 

Website

 

Available at:

https://www.hukumonline.com/berita/a/pengenaan-royalti-karya-produk-film-dinilai-memberatkan–hol22276/  

{Accessed 31 Mei 2024}

 

Available at:

https://www.ayobandung.com/umum/7912774707/pendapatan-film-vina-disebut-capai-rp75-miliar-pihak-keluarga-dapat-royalti-berapa 

{Accessed 31 Mei 2024}

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *