Sah! – Siapa yang Harus Membuktikan Kebenaran dalam Persidangan Perdata?
Persidangan merupakan salah satu proses yang ditempuh oleh para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan suatu perselisihan yang terjadi setelah segala upaya penyelesaian diluar jalur pengadilan telah ditempuh seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, dan/atau konsiliasi.
Proses persidanganpun merupakan suatu proses yang ditempuh oleh para pihak dalam memperjuangkan hak-haknya, yang secara khusus dibahas di dalam tulisan ini mengenai persidangan perdata.
Namun siapa yang wajib membuktikan dan mengajukan alat-alat bukti di dalam persidangan perdata ini?
Sebelum membahas lebih detail, perlu diketahui bahwa, salah satu prinsip di dalam Hukum Acara Perdata adalah Hakim yang bersifat pasif, pasifnya hakim disini dapat dimaknai bahwa ruang lingkup pokok perkara atau sengketa yang diajukan di dalam persidangan pada prinsipnya ditentukan oleh pihak yang bersengketa.
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari apa yang dituntutkan di dalam gugatan.
Berdasarkan hal ini maka hanya peristiwa yang disengketakan sajalah yang harus dibuktikan, adapun pihak yang harus membuktikan dan mengajukan alat bukti adalah pihak-pihak yang berkepentingan di dalam perkara atau sengketa, yakni penggugat dan tergugat.
Sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 163 HIR yang berbunyi: ”barang siapa yang mengatakan ia mempunyai suatu hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain maka orang itu harus membuktikan hak itu atau kejadian itu”.
Penggugat maupun tergugat di dalam membuktikan suatu kebenaran di dalam memperjuangkan hak-haknya dapat mengajukan alat-alat bukti sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1866 KUHPerdata/Pasal 164 HIR yakni sepertu alat bukti tertulis (seperti akta-akta, surat), alat bukti kesaksian, persangkaan, pengakuan dan sumpah.
Apabila alat bukti yang diajukan dianggap dan dinilai cukup oleh hakim telah memberikan kepastian tentang peristiwa yang disengketakan untuk mengabaikan apa yang telah dituntutkan oleh penggugat, maka bukti tersebut dinilai sebagai bukti lengkap atau sempurna.
Itulah pembahasan terkait dengan Siapa yang Harus Membuktikan Kebenaran dalam Persidangan Perdata?, semoga bermanfaat.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa mengakses laman Sah!, yang menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.
Informasi lebih lanjut, bisa menghubungi via pesan instan WhatsApp ke +628562160034.
Source:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KHUPerdata)
- Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2010.