Sah! – Pada tanggal 20 Januari diadakan rapat paripurna untuk membahas revisi UU Minerba. DPR RI mengajukan revisi UU Minerba di tengah masa reses DPR RI yang dipimpin oleh Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan.
Rapat tersebut berlangsung seharian penuh pada Senin, 20 Januari 2025. Rapat dilakukan mulai dari pukul 10.47 WIB dan kesepakatan dari rapat terjadi pada pukul 23.14 WIB kemarin malam.
Dari rapat ini terdapat 14 pasal yang diusulkan untuk diubah dan disesuaikan dengan kebutuhan hukum.
Ketua Baleg Bob Hasan mengajukan persetujuan rapat terhadap proses lebih lanjut untuk RUU tentang perubahan keempat atas UU Nomor 4 Tahun 209 tentang Minerba sesuai peraturan perundang-undangan
Seluruh fraksi di DPR yang berjumlah delapan fraksi menyetujui jika rancangan Undang-undang Minerba akan dibawa ke tingkat selanjutnya bersama Pemerintah.
Dalam perubahan UU Minerba, DPR memasukkan beberapa poin revisi baru. Beberapa di antaranya berkaitan dengan pengelolaan tambang untuk Organisasi Massa (Ormas) agama, Perguruan Tinggi, dan UMKM.
Baleg DPR juga ingin memasukkan substansi ihwal pemberian prioritas bagi usaha kecil dan menengah (UKM) untuk mengelola lahan tambang dengan luas lahan di bawah 2.500 hektar.
Pengelolaan tambang tersebut berkaitan dengan pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan, UMKM hingga pemberian wilayah izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi.
Bob menyatakan bahwa dengan adanya penambahan poin-poin tersebut maka akan memberikan manfaat kepada masyarakat. Menurutnya penambahan tersebut merupakan rasionalisasi dari pasal 33 UUD 1945.
Melansir dari CNN, Bob mengungkap “Bahwa kemakmuran, kesejahteraan rakyat, tidak lagi di dalam areal pertambangan itu masyarakat hanya terkena debu batu bara atau akibat-akibat daripada eksploitasi minerba, tapi hari-hari ini merupakan peluang bagi masyarakat di RI.”
Ia juga mengungkapkan bahwa di Indonesia banyak lahan tambang yang sayangnya tidak dimanfaatkan dengan baik. Untuk itulah dilakukan revisi UU ini agar dapat mengurangi lahan tidur dan meningkatkan potensi sumber daya.
Menurut Anggota Komisi XII DPR Bambang Haryadi, masih banyak konsesi tambang terbengkalai dan banyak yang disalahgunakan. Tambang-tambang tersebut ada yang tak ditambang tapi hanya dijadikan aset untuk dijual ke bursa saham.
Negara ingin masyarakat untuk dapat berpartisipasi dan memberi kesempatan agar masyarakat bisa memanfaatkan tambang-tambang terbengkalai.
Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, pun menjelaskan tujuan revisi UU Minerba berkaitan dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU Nomor 4 Tahun 2009.
MK telah mengeluarkan tiga putusan, yakni 59/PUU-XVIII/2020, 60/PUU-XVII/2020 (pengujian formil), dan 64/PUU-XVIII/2020 (pengujian materiil).
Dalam putusan-putusan tersebut, MK menolak pengujian formil tetapi mengabulkan sebagian pengujian materiil, sehingga memerlukan penyesuaian terhadap UU Minerba. Hal tersebutlah yang mendorong adanya inisiatif revisi pada UU Minerba.
Selain itu, Bob mengatakan bahwa revisi ini bertujuan untuk mewujudkan swasembada energi yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto. RUU ini berkaitan dengan program hilirisasi yang akan memberikan pemanfaatan secara merata kepada masyarakat.
Adanya revisi UU Minerba dapat memberikan peluang bagi perseroan perseorangan untuk turut mengelola sehingga putra daerah yang selama ini hanya terkena dampak negatif bisa berbalik untuk mendapatkan keuntungan
Kritik Terhadap Upaya Revisi RUU
Melansir dari Kontan, revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba dinyatakan tidak memenuhi syarat formil menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar.
Ia menyoroti cacat prosedur dan substansi seperti revisi tersebut tidak melalui tahap perencanaan sebagaimana mestinya yang diamanatkan dalam pembentukan undang-undang. RUU Minerba tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Proses revisi yang dilakukan secara tiba-tiba oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR juga menjadi sorotan.
Sebab sebagian besar anggota Baleg DPR malah baru mendapatkan naskah akademik RUU Minerba 30 menit sebelum rapat pleno yang digelar sekitar pukul 10.30 WIB pada hari yang sama.
Ia juga menyatakan bahwa tidak ada masalah konstitusionalitas dan kekosongan hukum terhadap UU Minerba sehingga revisi ini tidak memenuhi urgensi.
Ia juga menyoroti mengapa pembahasan revisi ini tidak dilakukan oleh Komisi XII DPR RI yang memang membidangi pertambangan.
Bisman juga mengkritik pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada perguruan tinggi dan UMKM, baginya pembagian tersebut hanya gimmick politik.
Menurutnya tujuan utamanya sebenarnya adalah untuk membuka peluang pembagian IUP kepada badan usaha swasta lainnya. Jika memakai dalih ‘prioritas’, IUP dapat diberikan oleh pemerintah kepada pihak yang diinginkan tanpa melalui proses lelang yang transparan.
Pemberian lokasi tambang kepada perguruan tinggi juga menjadi perhatian sebab perguruan tinggi seharusnya bertujuan untuk mendukung peningkatan sumber daya bukan menjadi badan usaha dengan orientasi bisnis.
Aryanto Nugroho, juru bicara #BersihkanIndonesia dari Publish What You Pay (PWYP) mengatakan pemberian izin pengelolaan tambang kepada perguruan tinggi tidak masuk akal karena tidak sesuai dengan mandat dari Tri Dharma pendidikan.
Pemberian izin kepada ormas agama ditakutkan juga akan membenturkan masyarakat dengan ormas agama. Contohnya di Kalimantan Selatan yang masih berjuang dalam melawan eksploitasi tambang batu bara.
Pembagian izin dapat melebarkan konflik horizontal antara masyarakat dengan ormas agama. Pembagian izin ini disebut bentuk suap kepada masyarakat yang berpotensi memecah belah.
Adanya bagi-bagi izin tambang ini juga dipertanyakan karena dinilai tidak sejalan dengan komitmen pemerintah tentang global transisi energi. Selain itu, ditakutkan juga dapat berakibat pada perluasan daya rusak industri ekstraktif.
Adapun pasal-pasal yang menjadi permasalahan :
- Pasal 51 Ayat (1) di mana wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara lelang atau dengan cara pemberian prioritas.
- Pasal 51A Ayat (1) di mana WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
- Pasal 51B Ayat (1) di mana WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.
- Pasal 75 ayat (2) Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah, badan usaha swasta atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Jangan lupa untuk cek artikel lainnya di Sah.co.id. Sah! juga menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha . Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id.
Source :
https://www.tempo.co/ekonomi/revisi-uu-minerba-perguruan-tinggi-bisa-kelola-tambang–1196708