Sah! – Pemerintah sudah memastikan akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada awal tahun 2025 yang akan dimulai pada 1 Januari 2025 sebesar 12%.
Kondisi PPN Saat Ini dan Alasan Dibaliknya Kenaikan PPN
Sebelumnya, pada tahun 2022 juga telah terjadi kenaikan PPN di Indonesia, yaitu sebesar 11% jika dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 10%. Kenaikan ini memberikan dampak positif untuk penerimaan negara. Dengan ini, pertumbuhan Indonesia bertahan di level 5%.
Dampak positif tersebut disebabkan oleh bertambahnya kenaikan negara hingga mencapai Rp80,08 triliun sampai akhir Maret 2023. Pada November 2023, PPN berkontribusi untuk negara hingga mencapai 23,8% yang bertumbuh sebesar 18%.
Namun, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengungkap bahwa Indonesia belum memberikan upaya maksimal terhadap pemungutan PPN karena hanya sanggup mengumpulkan 63,58% dari total PPN seharusnya.
Hal ini ditunjukkan dari adanya belanja perpanjakan atau tax expenditure yang didanai dari pungutan PPN, seperti PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 65% dari total perpajakan pada tahun 2019.
Selain itu, dapat dilihat juga dari PPN Dalam Negeri (PPN DN) dan PPN Impor yang masing-masing memberikan 62,35% dan 33,47% dari total penerimaan PPN/PPnBM.
Data tersebut menunjukkan bahwa PPN/PPnBM secara kumulatif bertumbuh sebesar 11,16% yoy, salah satu faktor yang membuat pertumbuhan ini adalah kondisi dari aktivitas ekonomi dan konsumsi masyarakat yang stabil sampai akhir 2023.
Kebijakan pemerintah dalam menaikkan PPN ini didasari atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021 oleh Presiden Jokowi.
Berdasarkan Bab IV Pasal 7 ayat (1) UU HPP, PPN dinaikkan menjadi 11% yang berlaku dari 1 April 2022 hingga sekarang. Namun, terdapat perubahan kebijakan, yaitu dinaikkan menjadi 12% yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengungkapkan alasan dibalik rencana pemerintah dalam kenaikan PPN, yaitu sebagai bentuk tindakan untuk melaksanakan amanat UU HPP.
Menurutnya, masyarakat sudah memilih pemerintahan baru yang melanjutkan program dari Presiden Jokowi, termasuk pelaksanaan pada kenaikan tarif PPN ini. Maka dari itu, kebijakan ini merupakan upaya reformasi perpajakan dan meningkatkan penerimaan pajak.
Selain itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, juga mengungkapkan bahwa kenaikan ini bertujuan untuk memposisikan Indonesia secara sejajar dengan negara OECD (The Organization for Economic Cooperation and Development) lainnya.
Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya tarif PPN di Indonesia jika dibandingkan dengan negara OECD lainnya.
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Berdasarkan Kementerian Keuangan Learning Center, PPN adalah pajak dari konsumsi barang dan jasa yang terdapat di Daerah Pabean, pajak ini dipungut secara bertingkat dari setiap jalur produksi dan distribusi.
Pemungutan PPN dilakukan oleh pemerintah pusat oleh DJP. PPN merupakan beda jenisnya dengan yang dipungut oleh pemerintah daerah, seperti pajak pembelian makanan di restoran, hotel, sewa parkir, ataupun tempat hiburan.
Beda halnya dengan pungutan oleh pemerintah daerah, jenis PPN ini dipungut oleh pemerintah pusat yang dikenakan pada aktivitas jual beli pada barang dan jasa. Misalnya, pembelian kendaraan bermotor, internet, rumah, apartemen, jasa agen asuransi, dan lainnya.
Sebelum diterima oleh pemerintah pusat, pungutan ini dilakukan terlebih dahulu oleh perusahaan yang menjual barang atau jasa tersebut. Wajib pajak (WP) badan merupakan pihak yang akan memungut pajak kepada konsumen akhir atau pembeli.
WP badan merupakan perusahaan yang hanya menjadi perantara dalam memungut pajak. Nantinya, pembayaran PPN ditanggung oleh masyarakat sebagai konsumen. Setelahnya akan disetorkan kepada DJP.
Dampak Positif Kenaikan PPN Pada 2025
Kenaikan pajak sangat berdampak pada kesejahteraan masyarakat, hal ini akan berdampak positif dan negatif, tergantung pada sudut pandang kita melihatnya. Berikut merupakan dampak positif dari kenaikan PPN pada awal tahun 2025.
1. Meningkatkan Kontribusi Penerimaan Negara
PPN secara fundamental memiliki peran penting sebagai penyalur pendanaan untuk negara, kebutuhan negara akan semakin meningkat kedepannya.
Kenaikan PPN merupakan upaya untuk meningkatkan jumlah penerimaan negara, mengingat hal ini juga perlu untuk diiringi dengan jumlah pengeluaran negara yang meningkat. Maka dari itu, rasio antara hutang negara dengan pemasukan tidak akan terlalu jauh.
Penerimaan negara nantinya akan didistribusikan kembali oleh masyarakat dalam bentuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti program subsidi atau bantuan sosial.
Menurut ekonom LPEM UI, Teuku Riefky, kenaikan PPN dapat membantu belanja pemerintah, belanja sosial, dan pembangunan infrastruktur karena 80% penerimaan negara ditanggung dari pemungutan pajak.
Ia melanjutkan, kenaikan ini tidak akan terlalu mempengaruhi daya beli masyarakat karena tetap akan membantu masyarakat yang membutuhkan. Pemerintah Indonesia masih mampu mengatasi inflasi sehingga tidak akan terlalu berdampak signifikan pada kenaikan inflasi.
2. Meningkatkan Daya Beli Masyarakat dan Menurunkan Ketimpangan
Menurut analis senior indonesia Strategis and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P. Sasmita, hal ini terjadi apabila PPN tersebut dipergunakan untuk keperluan belanja sosial.
Maka dari itu, mampu meningkatkan daya beli masyarakat serta mengurangkan adanya ketimpangan di dalam masyarakat. PPN dapat meningkatkan konsumsi masyarakat karena mampu untuk memberikan peluang dalam menguatkan dan memperluas bisnis.
Hal ini dapat diartikan bahwa peluang bisnis dapat meningkat karena adanya pertumbuhan produksi barang dan jasa karena adanya perluasan dari customer base.
Dampak Negatif Kenaikan PPN Pada 2025
1. Memicu Reaksi Negatif Masyarakat
Kebijakan kenaikan PPN ini tentunya akan memicu beragamnya reaksi masyarakat di Indonesia, terlebih lagi yang sebelumnya juga terjadi kenaikan bahan bakar minyak, kendaraan bermotor non-listrik, hingga meningkatnya harga pangan di tahun ini.
Nantinya, hal ini akan mempengaruhi pada sikap masyarakat terhadap willingness to pay atau keinginan untuk membayar pada masyarakat menengah.
2. Menekan Konsumsi Masyarakat Menengah Ke Bawah
Direktur Riset CORE, Ahmad Akbar Susamto, mengungkapkan bahwa masyarakat menengah akan tertekan karena pada dasarnya kelas menengah mengeluarkan sebagian besar pendapatannya untuk pembelian barang dan jasa.
Dengan naiknya PPN, meningkat pula pembelian barang dan jasa tersebut. Maka dari itu, dapat mengurangi daya beli masyarakat menengah sehingga dapat merubah pola konsumsi mereka dengan mengurangi pembelian barang non-esensial atau membeli barang lebih murah.
Tentunya, hal ini akan berdampak pada industri tertentu, seperti sektor pariwisata ataupun hiburan. Selain itu, kenaikan PPN bagi masyarakat menengah dapat menekan tambahan biaya tanpa adanya peningkatan secara sebanding berdasarkan pendapatan mereka.
Padahal, berdasarkan data BPS, konsumsi rumah tangga mampu memberikan 53,18% pertumbuhan ekonomi negara pada 2023. Artinya, hal ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi dengan angka 2,55% dari total pertumbuhan ekonomi negara.
Menurut Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, memprediksi bahwa akan terjadi penurunan konsumsi masyarakat sebesar 3,2%. Maka dari itu, akan terjadi disposal income konsumen
Menurut Direktur Ekskutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, jika konsumsi masyarakat menurun akan mempengarugi pendapatan negara dari berbagai pajak, termasuk PPN.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, Telisa Aulia Falianty, hal ini akan mempengaruhi produk durable karena produk inilah yang nilainya cukup besar sehingga akan semakin terasa peningkatan harganya.
Tentunya, hal ini akan berdampak pula kepada pelaku usaha untuk menyesuaikan kembali harga barang dan jasanya karena peningkatan tarif PPN tersebut.
3. Memperlambat Pertumbuhan Ekonomi
Said menilai bahwa kenaikan PPN dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi negara sebesar 0,12% sehingga upah minimal di Indonesia akan anjlok.
Maka dari itu, pemerintah akan berhadapan dengan risiko ekonomi pada ketidakpastian ekonomi global.
Begitu juga menurut pendapat dari Anggota Komisi XI DPR RI, Ecky Awal Mucharam, menilai bahwa dapat berpeluang memberikan peningkatan tekanan terhadap perekonomian nasional.
4. Memicu Terjadinya Inflasi
Menurut Ecky, kenaikan PPN juga dapat menimbulkan inflasi yang tinggi karena harga barang dan jasa yang semakin mahal.
Para pelaku usaha dari kelas atas dapat dengan mudah meningkatkan harga barang dan jasa karena PPN pada bahan baku industrinya juga meningkat. Dengan ini, masyarakat menengah ke bawah sebagai konsumen akhir akan menanggung kenaikan PPN ini.
Menurut Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menilai hal ini akan berdampak pada lonjakan dari inflasi, walaupun tidak besar, tetapi inflasi yang terjadi saat ini sudah tinggi, terutama pada harga pangan.
5. Memicu Penurunan Daya Saing Produk Lokal
Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia, Shinta Kamdai, kenaikan tarif PPN dapat menurunkan daya saing dari produk lokal terhadap impor jika daya beli masyarakat tidak kunjung pulih. Tentunya, hal ini juga melemahkan ekonomi negara.
Saran dan Harapan dari Berbagai Pihak
Para ekonom berharap kepada pemerintah untuk mampu menumbuhkan ekonomi Indonesia mencapai 5,5% sampai 6% pada tahun 2025.
Mengingat kenaikan tarif PPN ini dapat memicu inflasi di Indonesia, dirasakan perlu bahwa pemerintah mengadakan redistribusi untuk kebijakan penyeimbang sehingga dapat menekan angka inflasi.
Menurut ekonom dari Center of Reform on Economic (CORE), Yusuf Rendy Manilet, menilai bahwa awal tahun 2025 dengan pergantian pemerintahan akan menantang kedepannya sehingga perlu adanya penyesuaian.
Ia melanjutkan bahwa apabila pemerintah ingin tetap meningkatkan PPN pada sektor tertentu, wajib untuk dipastikan sektor tersebut mampu tumbuh mencapai dua digit dalam tiga tahun terakhir.
Di lain sisi, pada sektor yang belum kunjung pulih, pemerintah dapat berupaya dalam mengimplementasikan pajak secara adil sehingga sektor tersebut mendapatkan waktu lebih untuk bertumbuh tanpa terbebani oleh pajak yang tidak adil.
Menurut Said Abdullah, UU HPP bertujuan untuk meningkatkan reformasi perpajakan secara menyeluruh, seperti pembenahan administrasi data perpajakan, memperluas wajib pajak, dan transformasi terhadap shadow economy sehingga dapat menjangkau pajak.
Lanjutnya, selain itu, UU HPP juga berfokus pada pengenaan pajak pada sektor digital yang bertumbuh pesar. Ia mempertanyakan mengapa pemerintah tidak lebih fokus pada hal-hal tersebut dibandingkan dengan meningkatkan tarif PPN.
Menurut Shinta Kamdani, pemerintah dapat menghapuskan pengenaan PPN terhadap intermediate goods atau barang setengah jadi sehingga konsumen tidak perlu membayar dua kali pajak tersebut dan juga pengusaha dapat terlindungi dari daya saing produk impor.
Bhima Yudhistira menilai bahwa pemerintah seharusnya justru menerpakan pajak kekayaan atau wealth tax, pajak anomali keuntungan komoditas atau windfall profit tax, dan pajak karbon sebagai pengganti dari kenaikan tarif PPN sehingga mendorong rasio penjangkauan pajak.
Selain itu, Komisi XI DPR RI juga setuju bahwa menunda kebijakan ini mengingat masih terjadi ketidakpastian terhadap perekonomian. Kenaikan ini juga seharusnya tidak terjadi secara langsung, tetapi bertahap. Maka dari itu, perlu adanya pengkajian kembali.
Ronny P. Sasmita juga menyarankan kepada pemerintah untuk mengkaji kembali kebijakan ini, ditambah adanya kelonggaran tarif PPN dikisaran 5-15%.
Ia melanjutkan, kenaikan PPN wajib untuk memperbaiki daya beli dan kesejahteraan masyarakat supaya terdapat kompensasi bisnis karena pihak yang terdampak pada kenaikan PPN, dengan memberikan peluang perluasan customer base.
Sah! Menyediakan layanan berupa jasa legalitas usaha sehingga tidak perlu khawatir dalam menjalankan usahanya, termasuk juga para pelaku UMKM.
Untuk yang hendak mendirikan suatu usaha dapat berkonsultasi dengan menghubungi WA 085173007406 atau mengunjungi laman sah.co.id
Source:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
https://grafis.tempo.co/read/3544/dampak-kenaikan-ppn-12-persen