Sah! – Sejak diundangkannya UU Cipta Kerja, pemerintah mengubah prosedur perizinan usaha menjadi Risk Based Licensing Approach atau pendekatan perizinan berbasis risiko yang dilakukan melalui satu platform yaitu Online Single Submission (OSS).
Sesuai dengan PP No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Berbasis Risiko, sistem elektronik ini bertujuan untuk menyederhanakan dan mempercepat proses perizinan usaha.
Lain dari sistem perizinan sebelumnya, kegiatan usaha saat ini diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat risiko, yaitu tingkat risiko rendah, tingkat risiko menengah, dan tingkat risiko tinggi yang ditetapkan berdasarkan penilaian analisis risiko.
Mengenai alur penerbitan izin usaha secara umum melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA), pelaku usaha mendaftar melalui situs web OSS RBA agar mendapatkan akses dengan membuat nama pengguna dan kata sandi.
Untuk pelaku usaha berkewarganegaraan Indonesia, syaratnya harus memiliki Nomor Induk Kependudukan, sedangkan untuk warga negara asing memiliki nomor paspor. Setelah melengkapi seluruh data, lembaga pemerintah yang berwenang akan memverifikasi kesesuaian usaha.
Sistem OSS RBA akan memverifikasi pengajuan dengan status disetujui, kurang lengkap, atau ditolak. Sistem juga akan mengirimkan permintaan untuk melengkapi persyaratan yang diperlukan jika statusnya kurang lengkap.
Seluruh perizinan berusaha (NIB, SS, dan izin) atas sektor yang diatur dalam PP No.5 Tahun 2021 wajib diterbitkan melalui sistem OSS. dalam setiap perizinan berusaha tersebut akan dicantumkan nama penerbit sesuai kewenangannya.
Terkait nama-nama penerbit sesuai kewenangannya tersebut, yaitu:
Lembaga OSS, atas nama Kementerian atau lembaga untuk kegiatan usaha yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Khusus untuk NIB diterbitkan oleh lembaga OSS tanpa mengatasnamakan Kementerian atau lembaga.
DPMPTSP Provinsi, atas nama Gubernur untuk kegiatan usaha yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
DPMPTSP kabupaten/kota, atas nama Bupati atau Walikota untuk kegiatan usaha yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota. Administrator KEK, untuk kegiatan usaha yang berlokasi di KEK. Badan Pengusaha KPBPB, untuk kegiatan usaha yang berlokasi di KPBPB.
OSS RBA merupakan sistem satu pintu, sehingga pelaku usaha tidak perlu mengunjungi banyak tempat untuk mengurus izin. Sistem OSS RBA telah terintegrasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang untuk pendirian kegiatan usaha.
Namun, seiring penerapannya ternyata masih terdapat dijumpai sejumlah hambatan. Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai implementasi UU Cipta Kerja di daerah masih menghadapi hambatan pada dimensi regulasi, kelembagaan, dan digitalisasi (platform online).
“Peraturan-peraturan pemerintah sebagai turunan UU Cipta Kerja belum tampak solid dalam mendukung percepatan penerapan Online Single Submission berbasis risiko (OSS RBA) di daerah” ungkap Direktur Eksekutif KPPOD, Armand Suparman, dalam acara “Sengkarut Implementasi Perizinan Berusaha Berbasis Risiko di Daerah (Hasil Kajian Persiapan dan Tantangan Penerapan OSS RBA di Daerah)” Selasa (23/11).
Armand mencontohkan Peraturan Pemerintah 5/2021 tentang Perizinan Berusaha Berbasis Risiko belum mengatur batasan dalam penerapan diskresi oleh Pemda dalam penerapan OSS RBA, masih terdapat jenis perizinan non-KBLI, non-berusaha non-KBLI, dan nonperizinan yang belum diatur dan Lampiran PP 05/2021 ini tidak mengatur jelas terkait syarat dan jangka waktu perizinan.
Dia mengatakan persoalan regulasi pusat di atas berimbas pada bervariasinya respons kebijakan dan kelembagaan daerah dalam menerapkan OSS RBA.
“Daerah-daerah yang masih menyusun atau merevisi Perda atau Peraturan Kepala Daerah, bersandar pada kebijakan lama sehingga business process dan desain kewenangan antara dinas (OPD) belum sepenuhnya mengikuti alur perizinan berbasis risiko,” tutur Armand.
Sedangkan pada dimensi digitalisasi, kendala utama adalah OSS RBA belum terintegrasi dengan platform layanan K/L dan Pemda.
“SIMBG, Gistaru, Amdalnet masih berproses secara terpisah dengan OSS RBA sehingga menciptakan kebingungan atau kegamangan di daerah, baik untuk pemda maupun untuk pelaku usaha,” jelasnya.
Oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya hambatan, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan terkait dengan perizinan berusaha dengan mekanisme ODD ini. Riyatno membeberkan terdapat 7 hal yang perlu diperhatikan terkait perizinan berusaha berbasis risiko, yaitu:
1. TDP sudah tidak ada lagi, dengan telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi UU No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (sebagaimana Pasal 116 UU No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, halaman 680).
2. Pada OSS versi 1.1 (sebelum OSS RBA), semua kegiatan usaha mempunyai jenis perizinan berusaha yang sama yaitu Nomor Izin Berusaha (NIB), izin usaha belum efektif, dan izin usaha berlaku efektif.
3. Risiko rendah, perizinan berusaha hanya perlu NIB yang terbit secara otomatis via sistem OSS, berlaku untuk kegiatan persiapan dan produksi komersial, tidak perlu ada izin usaha lagi.
4. Kegiatan usaha risiko tinggi, perizinan berusaha berupa NIB dari OSS untuk kegiatan produksi komersial diperlukan izin dari OSS yang membutuhkan verifikasi terlebih dahulu dari KLD (sesuai kewenangannya) atas penyampaian persyaratan izin oleh pelaku usaha via OSS.
5. Izin usaha yang terbit pada OSS 1.1 yaitu:
a. Sudah berlaku efektif, tetap berlaku dan tetap dapat digunakan sampai habis masa berlakunya, tidak perlu diubah menjadi perizinan berusaha versi OSS RBA. Demikian juga dengan NIB versi OSS 1.1 tetap berlaku.
b. Belum berlaku efektif, apabila pelaku usaha masih berminat melanjutkan kegiatan usaha, maka KBLI kegiatan usaha tersebut harus diurus perizinan berusaha berbasis risiko melalui OSS RBA.
6. Perizinan dasar berupa kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR,dahulu izin lokasi tidak menjadi persyaratan NIB, namun persyaratan izin usaha menjadi berlaku efektif) yaitu:
a. Konfirmasi KKPR terbit otomatis via OSS bagi kegiatan usaha yang berlokasi di kawasan industri, KEK, kawasan industri dalam KPBPB, sudah ada RDTR digital, sudah mempunyai izin lokasi yang masih berlaku, sudah ada sertifikat tanah, tanah/bangunan yang disewa (tidak memerlukan verifikasi KLD).
b. Persetujuan KKPR yang berlokasi selain yang memenuhi kriteria di atas, memerlukan verifikasi kementerian ATR/BPN atau Pemda.
7. Perizinan dasar lainnya berupa:
a. Persetujuan lingkungan berupa Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang terbit secara otomatis via OSS untuk setiap kegiatan usaha, Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UPPL) otomatis terbit via OSS maupun yang memerlukan verifikasi KLD dan AMDAL bagi risiko tinggi, serta sebagian risiko menengah tinggi yang memerlukan verifikasi dan persetujuan KLD.
b. Persetujuan bangunan dan gedung (IMB) dan sertifikat laik fungsi (SLF) tidak dijadikan lagi syarat perizinan berusaha dan diajukan serta diproses di SIMBG-PUPR (pada OSS 1.1 IMB dan SLF menjadi persyaratan untuk mengefektifkan izin usaha).
Hal-hal di atas perlu diperhatikan agar pengguna tidak terdapat masalah di kemudian hari dalam menggunakan OSS RBA.
Apabila Anda terdapat kendala terkait prosedur perizinan usaha dan ingin mencari jasa bantuan dalam membantu melakukan legalisasi usaha Anda, tentu Anda dapat menghubung Sah!. Kunjungi juga laman sah.co.id untuk memperoleh artikel-artikel terkait.
Source:
https://www.hukumonline.com/berita/a/begini-alur-dan-penerbitan-perizinan-berusaha-melalui-oss-rba-lt6491947d1628e
https://www.hukumonline.com/berita/a/ragam-hambatan-penerapan-oss-rba-di-daerah-lt619c9b5523e6d/?page=all