Sah! – Istilah blockchain sering kali dikenal sebagai platform penyelenggara keuangan digital, khususnya dalam sistem cryptocurrency atau mata uang kripto.
Namun, sejak tahun 2014, teknologi ini terus berkembang dan menghasilkan inovasi baru yang memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia. Saat ini, teknologi blockchain telah terintegrasi ke berbagai sektor inovasi teknologi.
Menurut Laporan Komisi Uni Eropa, tren penggunaan blockchain di berbagai negara telah bertransformasi ke dalam berbagai layanan teknologi. Sekitar 600 perusahaan menggunakan blockchain di sektor keuangan, dan sejumlah lainnya juga terlibat dalam berbagai sektor.
Perkembangan ini membuktikan bahwa blockchain adalah teknologi transformatif yang secara radikal dapat mengubah cara berinteraksi entitas bisnis dan pemerintah. Inovasi teknologi terus berkembang, dan mampu memodifikasi kehidupan manusia ke arah yang diinginkan.
Fenomena ini tidak hanya sekadar deskripsi naratif; dapat terlihat dengan jelas melalui kemunculan teknologi blockchain sebagai era baru dalam reformasi digital dan dampaknya terhadap berbagai sektor inovasi teknologi saat ini.
Namun, segala potensi dan manfaat yang dapat diperoleh dari teknologi blockchain hanya akan menjadi gagasan semata jika tidak ada tata kelola yang efektif, termasuk regulasi yang mampu menciptakan kondisi mendukung untuk menerapkan dan memanfaatkan potensi blockchain.
Telah ada aturan operasional yang memberikan peluang penggunaan blockchain di sektor keuangan, seperti POJK Republik Indonesia Nomor 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowd-funding).
Sayangnya, aturan yang ada saat ini sama sekali tidak memadai untuk mendukung penerapan blockchain secara masif. Aturan tersebut hanya memperkenalkan blockchain sebagai layanan pendukung penyelenggaraan urun dana berbasis teknologi informasi.
Di Indonesia, meskipun teknologi ini masih belum umum, telah terjadi beberapa penggunaan blockchain di luar bidang keuangan. Hal ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penggunaan teknologi secara luas berdasarkan hukum positif di Indonesia.
Dengan menggunakan penafsiran gramatikal terkait penggunaan teknologi di Indonesia, setiap pemanfaatan teknologi harus tunduk pada prinsip kepastian hukum. Lebih lanjut, prinsip ini mensyaratkan bahwa setiap penggunaan teknologi harus mendapatkan pengakuan hukum.
Setidaknya ada dua hal yang perlu diperhatikan secara saksama. Pertama, bagaimana Indonesia dapat memanfaatkan potensi teknologi blockchain untuk menyelesaikan berbagai permasalahan baik di sektor publik maupun privat.
Mengingat teknologi blockchain sangat sesuai diterapkan mengingat kondisi dan budaya masyarakat Indonesia yang cenderung rendah dalam transparansi. Kedua, reaksi masyarakat terhadap perkembangan teknologi blockchain, terutama tekanan dari komunitas internasional.
Dengan mempertimbangkan tren internasional yang mengintegrasikan inovasi blockchain ke hampir seluruh sektor teknologi, Indonesia dihadapkan pada pilihan menjadi negara pelopor atau hanya mengikuti tren.
Melalui pemahaman kolektif yang lebih luas tentang cara kerja teknologi blockchain, pembuat kebijakan dan pelaku usaha dapat bekerja sama untuk mengatur dan mengintegrasikan teknologi ini tanpa meninggalkan kesenjangan antara kemajuan teknologi dan regulasi.
Oleh karena itu, adaptasi regulasi diperlukan untuk memastikan bahwa blockchain dapat mematuhi dan menjalankan aturan hukum dalam jaringan komputasi yang otonom dan terdistribusi. Indonesia juga perlu segera mempersiapkan diri dalam hal regulasi blockchain.
Pengertian Blockchain
Gherardo Carullo menjelaskan blockchain sebagai serangkaian blok yang berisi data dan transaksi yang telah diverifikasi. Lara Overwater mendefinisikan blockchain sebagai buku besar publik yang dikelola oleh sekelompok komputer yang bertindak sebagai node dalam jaringan.
Dengan kata lain, blockchain dapat disederhanakan sebagai sistem yang memungkinkan individu dari berbagai belahan dunia untuk saling berbagi berbagai informasi, mulai dari transfer uang menggunakan mata uang kripto, hingga pengiriman berbagi informasi penting lainnya.
Blockchain adalah platform komputasi ‘tanpa kepercayaan’ yang menyimpan transaksi secara aman dan transparan. Ini memungkinkan disintermediasi, menghilangkan perantara dalam transaksi dan memungkinkan akses langsung antara pihak.
Dengan ini, blockchain mempercepat proses, mengurangi biaya, dan menghilangkan risiko manipulasi. Hal ini juga memperluas akses ke layanan keuangan bagi individu yang sebelumnya tidak terlayani oleh sistem perbankan tradisional.
Dengan demikian, blockchain membawa inovasi dalam teknologi keuangan dan mengubah cara kita berinteraksi dan berbisnis di era digital.
Perkembangan Computational Law dan Kelahiran Lex Cryptography
Perkembangan perspektif hukum dan teknologi komputasi memiliki dampak yang signifikan dalam dua bidang utama. Pertama, ini melibatkan pertimbangan tentang etika, regulasi, dan hukum yang berlaku untuk teknologi.
Kedua, ini mencakup penggunaan teknologi untuk meningkatkan pelayanan hukum, sistem peradilan, dan hukum itu sendiri. Kedua bidang tersebut memberikan peluang baru untuk memanfaatkan kemajuan teknologi guna menjaga dan memperluas keberadaan hukum.
Hukum komputasi (computational law) merupakan salah satu bidang studi dalam kerangka informatika hukum (legal informatics) yang berkaitan dengan pengkodean hukum, yaitu proses menerjemahkan hukum ke dalam kode komputer.
Tujuan dari proses ini adalah untuk menyederhanakan hukum dan membuatnya lebih mudah dipahami oleh individu tanpa latar belakang hukum. Hal ini dianggap sebagai bagian dari upaya dalam membentuk hukum yang lebih mudah dipahami oleh masyarakat umum.
Meskipun hukum normatif, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan konvensional, terbatas oleh batasan yurisdiksi, hukum komputasi memiliki kemampuan untuk melampaui batasan tersebut.
Hukum komputasi berperan sebagai jembatan yang mengatasi kesenjangan dan perbedaan yang bersifat konseptual, institusional, prosedural, struktural, dan substantif, baik dalam sistem hukum individual maupun antara berbagai sistem hukum.
Perkembangan lebih lanjut dalam hukum komputasi ini telah direkonstruksi ke dalam konsep lex cryptography.
Lex cryptography adalah istilah baru dalam domain hukum teknologi yang berperan sebagai pendahulu, yang dapat dimanfaatkan oleh regulator untuk membentuk kerangka hukum baru dalam mengatur teknologi blockchain.
Teori hukum ini menitikberatkan pada usaha individu, negara, dan pasar untuk mencapai keseimbangan yang sesuai antara ketertiban umum dan keamanan nasional. Juga mendukung pertumbuhan ekonomi dan tetap mempromosikan otonomi individu dan hak-hak fundamental.
Lex cryptography memunculkan kembali debat tentang regulasi internet. Teori hukum mengasumsikan kontrol negara terhadap teknologi terdesentralisasi melalui berbagai cara, seperti penegakan hukum, manipulasi pasar, atau pengembangan norma sosial baru.
Dengan memadukan berbagai bentuk kekuasaan ini secara tepat, ahli teori hukum berpendapat secara meyakinkan bahwa penggunaan internet dapat diatur dan dikendalikan.
Teori ini telah terbukti dalam prakteknya. Pemerintah dan sektor swasta semakin memanipulasi pasar dengan menekan mesin pencari, jaringan periklanan, dan lembaga keuangan lainnya untuk melindungi model bisnis yang sudah ada, terutama dalam konteks perusahaan konten dan media.
Lex cryptographia dapat menjadi pemicu untuk meninjau ulang interaksi antara pihak yang mengusulkan pengaturan ini, atau setidaknya memberikan definisi baru tentang bagaimana hukum dan peraturan dirancang, diterapkan, dan ditegakkan.
Ada beberapa manfaat yang diharapkan dari sistem hukum berbasis kode, termasuk efisiensi, prediktabilitas yang lebih tinggi, konsistensi, kurangnya ketidakpastian dan ambiguitas dalam interpretasi aturan, serta kemampuan untuk dengan mudah menyesuaikan aturan.
Kode Blockchain dapat memantau kepatuhan hukum, mengotomatisasi penegakan hukum, dan menyederhanakan penegakan hukum secara tidak diskriminatif. Namun, pendekatan “kode sebagai hukum” memiliki batasan.
Misalnya, mengubah aturan hukum yang sengaja ambigu dan terbuka menjadi kode teknis yang jelas dan deterministik bisa sulit. Kekuatan interpretasi dan kebijaksanaan, fitur yang melekat dalam sistem hukum tradisional, sulit diterapkan dalam sistem berbasis kode yang kaku.
Selain itu, penegakan otomatis dapat menghilangkan kewenangan kebijaksanaan negara atau entitas swasta dalam menerapkan undang-undang dalam konteks tertentu, atau dalam kasus pelanggaran kontrak, jika itu lebih efisien.
Namun, kerentanan kode terhadap eksploitasi atau peretasan juga menjadi masalah yang perlu diperhatikan. Personalisasi algoritma aturan dan hukum dapat menimbulkan masalah dengan nilai-nilai fundamental lainnya dalam sistem hukum dan peradilan.
Dalam kesimpulan, integrasi teknologi blockchain dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menawarkan potensi besar untuk mengubah lanskap bisnis dengan cara yang menguntungkan.
Dengan menyediakan infrastruktur yang aman, transparan, dan efisien, blockchain memungkinkan UMKM untuk mengurangi biaya, meningkatkan keamanan, dan memperluas jangkauan pasar mereka.
Selain itu, blockchain juga membuka pintu bagi kolaborasi yang lebih kuat dengan mitra bisnis dan pihak lain dalam rantai pasokan. Dengan memanfaatkan teknologi ini secara efektif, UMKM dapat meningkatkan daya saing di pasar global dan meraih kesuksesan jangka panjang.
Oleh karena itu, adalah penting bagi UMKM untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam mengadopsi dan memanfaatkan potensi blockchain untuk mendukung pertumbuhan dan inovasi mereka.
Apabila ada teman-teman ingin memulai usaha UMKM, segera pakai jasa Sah! Indonesia karena Sah! hadir untuk membantu teman-teman mendirikan dan mengurus legalitas usaha.
Hubungi WA 0856 2160 034 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id dan instagram @sahcoid
Source:
Lase, Satria Muhammad Nur. 2021. Kerangka Hukum Teknologi Blockchain Berdasarkan Hukum SIber di Indonesia. Padjadjaran Law Review, 9(1), 1-15