Sah! – Prinsip ketatanegaraan yang memberikan kesejajaran antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif dan bersifat saling kontrol disebut dengan Prinsip Checks and Balances.
UUD 1945 merupakan hukum paling tinggi di Indonesia, lalu rakyat berdaulat secara penuh terhadap MPR.
MPR kemudian menyalurkan kekuasaan kepada MA, Presiden, DPR, DPA, dan BPK. Lembaga MPR berkuasa tidak terbatas, adapun lembaga tinggi negara lainnya hanya menerima pendistribusian kekuasaan.
Atas pemaparan tersebut, jelas bahwa pra amandemen, UUD 1945 menjelaskan kedudukan dan hubungan dari lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Kedudukan dan hubungan dari lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara yaitu sebagai berikut:
a) MPR
Lembaga MPR yang merupakan lembaga tertinggi di Indonesua mempunyai kekuasaan yang terbatas (super power). Hal tersebut karena “kekuasaan ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnyaoleh MPR”. Selain itu, MPR merupakan lembaga yang menetapkan UUD, GBHN, dan melaksanakan pengangkatan presiden dan wapres.
b) Presiden
Presiden merupakan seseorang yang menjalankan kekuasaan pemerintah negara tertinggi, pemegang kekuasan eksekutif (executive power), pemegang kekuasaan legislatif (legislative power), dan pemegang kekuasaan yudikatif (judicative power).
Presiden juga memiliki peran pemegang posisi sentral dan dominal sebagai mandataris MPR. Di Indonesia tidak ada aturan mengenai mekanisme pemberhentian presiden dalam masa jabatannya dan aturan mengenai periode presiden menjabat.
c) DPR
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga yang mensetujui Rancangan Undang-Undang oleh Presiden, memberi persetujuan PERPU, anggaran dan memohon MPR untuk menyelenggarakan sidang istimewa sebagai wujud tanggung jawab presiden.
d) DPA dan BPK
Di dalam UUD 1945 sangat minim sekali pembahasan mengenai lembaga DPA juga BPK.
Pembagian Kekuasaan di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945
Pasca terjadi perubahan pada UUD 1945, harus ada upaya penataan kembali struktur ketatanegaraan yang ada di Indonesia sesuai dengan desain UUD yang telah berubah itu.
Penataan tersebut meliputi kelembagaan legislatif, eksekutif, yudikatif, hingga di wilayah campuran atau disebut dengan badan yang beridiri mandiri misalnya, Komisi pemlihan Umum, Komnas HAM, KPK, Komisi Ombudsman, dan lain sebagainya. “Trias Politica” sudah tidak dianut lagi setelah UUD Republik Indonesia diamandemen.
Hal itu disebabkan sebab terjadinyai reformasi pembagian kekuasaan, yaitu adanya prinsip “check and balances” dari tiga lembaga negara yang langsung memperoleh kepercayaan rakyat, yaitu badan legislatif (DPR dan DPD yang anggota-anggotanya menjadi MPR), presiden dan wapres, serta MA dan MK.
Setelah UUD 1945 diamandemen juga terwujud lembaga negara yang memberi dukungan terwujudnya Negara Indonesia yang demokratis, seperti KY, KPK, dan KPU.
Selain itu, juga terciptanya “good corporate governance” seperti BPK, Bank Sentral (BI), dan komisi lainnya yang bersifat independen.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Jimly Asshidiqie pendapat dari Yves Meny and Andrew Knaap bahwa konsep “Trias Politica” berkembang dari kebutuhan dalam menyelenggarakan negara yaitu melalui lembaga negara independen dalam hal upaya pendewasaan demokrasi dalam suatu negara.
Pendapat yang dikemukakan tersebut yaitu “ Regulatory and monitoring bodies are a new type of autonomous administration which has been most widely developed in the united states where it is sometimes referred to as the headles fourth branch of the government. It take the form of what are generally knwon as independen regulatory commissions.”
The Fourth Branch of Government (cabang pemerintahan keempat) yang dimaksud adalah lembaga, komisi, instansi, atau organ yang tidak di bawah cabang kekuasaan lainnya (independen).
Pada kenyataannya bahwa lembaga, komisi, atau badan negara mengendalikan lebih dari satu bahkan ketiga fungsi pemerintah bersamaan menyebabkan penyebutan bagi lembaga negara sebagai cabang pemerintahan keempat.
Eksistensi cabang pemerintahan keempat dengan sifat lembaga negara yang kewenangannya bersifat kuasi, kombinasi, juga akumulasi dari tiga fungsi dan menjadikannya lembaga ini susah dikelompokkan dalam gagasan “Trias Politica”.
Dalam teori dan praktek administrasi dalam sistem ketatanegaraan di Negara Indonesia ada kecenderungan yaitu pengalihan tugas yang sifatnya mengaturdan administrative menjadi bagian dari tugasnya cabang kekuasaan yang baru.
Hal tersebut misalnya KPK yang berwenang dalam menindak dan mencegah terhadap tingginya tipikor di Indonesia.
Selain itu, KPU yang sekarang sepenuhnya secara independen memiliki kewenangan dalam menjalankan Pemilu, yang sebelumnya dikendalikan oleh kementerian dalam negeri lalu menjadi cabang kekuasaan baru sebab sifat yang dipunya.
Prinsip Checks and Balances
Prinsip ketatanegaraan yang dikehendakinya kekuasaan (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) yang sejajar dan berperan untuk saling kontrol dinamakan sebagai Prinsip Checks and Balances.
Mewujudkm pemerintah yang demokratis dengan prinsip Checks and Balances antara cabang-cabang kekuasaan negara. Checks and Blances adalah prinsip yang menjadikan teraturnya kekuasaan negara sebab terkontrol dengan baik.
Menurut Hakim Konstitusi H.M Ali Mochtar bahwa amandemen UUD NKRI 1945 tidak terlepas dengan kelemahan UUD 1945 pra amandemen, sebab tidak dapat menuntaskan segala permasalahan ketatanegaraan.
Hal tersebut karena pembagian kekuasaan (distribution of power) tidak dijalankan dengan betul.
Negara Indonesia adalah negara demokratis berdasarkan atas hukum sehingga menggunakan prinsip Checks and Balances.
Prinsip Checks and Balances sangat diperlukan pada suatu demokrasi dengan maksud agar menghindari terpusatnya kekuasaan pada sebuah institusi karena antar institusi dapat saling mengawasi, mengontrol, dan mengisi.
Pada mulanya, prinsip Checks and Balances diterapkan di Negara Amerika Serikat. Sistem ketatanegaraan yang dimaksud adalah melakukan pemaduan prinsip pemisahan kekuasaan dan checks and balances.
Kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif dipegang oleh lembaga negara yang berbeda yang mana tanpa adanya kerja sama antarlembaga.
Sedangkan lembaga negara yang satu dengan yang lain kekuasaannya balances dan mekanismenya saling kontrol.
Robert Weissberg menulis “A principle related to separation of powers is the doctrine of checks and balances. Whereas separation of powers devides governmental power among different officials, checks and balances gives each official some power over the others.”
Artinya “Prinsip yang berkaitan dengan pemisahan kekuasaan adalah doktrin check and balances.
Sementara pemisahan kekuasaan membagi kekuasaan pemerintah di antara para pejabat yang berbeda, check and balances memberi masing-masing pejabat beberapa kekuasaan atas yang lain.”
Hal ini dapat disimpulkan bahwa Prinsip Checks and Balances tidak bisa dipisah dengan persoalan pembagian kekuasaan.
Melalui prinsip Checks and Balances, Presiden Amerika Serikat diberi wewenang untuk menjalankan hak veto terhadap RUU oleh Congress.
Namun, dapat terjadi pembatalan oleh Congress yang didukung oleh 2/3 suara dari kedua majelis. Melalui judicial review, MA dapat menjalankan check terhadap badan eksekutif juga legislatif.
Hakim agung yang diangkat seumur hidup oleh badan eksekutif dapat diberhentikan oleh Congress apabila bertindak kriminal.
Selain itu, presiden dapat di-impeach oleh Congress dan boleh tanda tangan perjanjian internasional. Perjanjian tersebut baru dianggap sah apabila mendapat dukungan senat. Kewenangan presiden seperti pengangkatan hakim agung dan duta besarharus memperoleh persetujuan senat.
Adapun untuk Congress berwenang dalam bentuk tindakan eksekutif seperti menyatakan perang.
Prinsip Checks and Balances adalah perihal wajar dan sangat perlu dilakukan demi terhindar dari kekuasaan yang disalahgunakan dan terpusatnya kekuasaan pada seseorang atau suatu institusi. Prinsip Checks and Balances dapat dioperasinalkan melalui berbagai cara, di antaranya:
- Memberi wewenang untuk bertindak terhadap lebih dari 1 lembaga. Misalnya parlemen dan pemerintah diberikan wewenang untuk membuat UU;
- Memberi wewenang untuk mengangkat pejabat tertentu kepada lebih dari 1lembaga, misalnya eksekutif dan legislatif;
- Cara hukum impeachment dari satu lembaga ke yang lainnya;
- Mengawasi langsung dari lembaga yang satu dengan lembaga di negara lain;
- Melimpahkan wewenang kepada pengadilan untuk memutuskan perkara sengketa kewenangan antarlembaga (eksekutif dan legislatif).
Demikianlah artikel yang membahas mengenai prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan di Negara Indonesia.
Sah! juga menyediakan beragam artikel yang bisa kalian akses melalui Laman Sah.co.id. Kunjungi laman tersebut dan dapatkan informasi bermanfaat.
Source: