Sah! – Bisnis jualan barang merek terkenal versi KW sudah dapat ditemukan dalam keseharian kita. Padahal bisnis jualan barang KW itu sangat berbahaya dan berisiko. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek memberikan definisi tentang merek sebagai berikut:
Pasal 1 angka 1 UU Merek & IG:
Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa.
Selanjutnya, penjelasan mengenai merek terkenal bisa diidentifikasi dalam penafsiran Pasal 21 ayat (1) huruf b UU Merek & IG sebagai berikut:
Penolakan Permohonan yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan Merek terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai Merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan.
Selain itu, perhatian juga ditujukan pada reputasi merek yang terbangun melalui upaya promosi yang intensif, investasi yang signifikan di berbagai negara oleh pemilik merek, dan didukung oleh bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.
Jika bukti-bukti tersebut dianggap belum memadai, Pengadilan Niaga berwenang untuk memerintahkan lembaga independen untuk melakukan survei guna menentukan apakah merek tersebut dapat dianggap terkenal atau tidak, yang kemudian menjadi dasar bagi keputusan pengadilan.
Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Merek
Perlindungan hukum telah menjadi topik yang sering dibahas untuk memastikan hak-hak masyarakat terjamin.
Hal ini dilakukan agar kekuatan subjek hukum dapat diatur dengan baik dalam proses pengambilan keputusan politik dan ekonomi, khususnya dalam distribusi sumber daya, baik secara individual maupun struktural.
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) memiliki urgensi yang khas. Urgensinya terletak pada fakta bahwa semua karya intelektual dapat diberikan perlindungan. Makna “dilindungi” dalam konteks ini berkaitan dengan tiga tujuan hukum, yaitu:
Pertama, kepastian hukum, yang berarti bahwa dengan adanya perlindungan HKI, kepemilikan atas karya intelektual akan menjadi jelas;
Kedua, kemanfaatan, yang mengandung arti bahwa dengan perlindungan HKI, akan ada manfaat yang diperoleh terutama bagi pihak yang melakukan perlindungan tersebut, seperti memberikan lisensi kepada pemegang hak HKI dengan imbalan pembayaran royalti;
Ketiga, keadilan, yang bertujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi pemegang hak, terutama dalam bentuk peningkatan pendapatan, dan bagi negara, dapat meningkatkan devisa negara.
Perlindungan bagi konsumen di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Konsumen memiliki hak yang dijelaskan secara jelas dalam Pasal 4 huruf (h) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang menyatakan:
“hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sesuai standar yang seharusnya”.
Sangat jelas bahwa konsumen yang membeli barang yang menggunakan merek tanpa izin pemilik merek dapat menuntut haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf (h) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut.
Hak untuk mendapatkan ganti rugi diberikan jika konsumen merasa bahwa kualitas dan kuantitas barang yang diterima tidak sesuai dengan harapan mereka. Jenis dan jumlah ganti rugi ini akan ditentukan sesuai dengan ketentuan yang disepakati antar pihak yang berkaitan.
Pengertian “palsu” menurut KBBI adalah tiruan atau duplikasi dari benda yang aslinya. Hal tersebut merujuk pada segala sesuatu yang dibuat meniru atau menggandakan sifat atau wujud dari benda atau zat aslinya, sehingga jumlahnya lebih banyak dari yang asli.
Pelanggaran terhadap merek bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dengan cara meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah dikenal di masyarakat, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain yang sebelumnya telah dilindungi.
Tentunya, tindakan semacam itu dapat mengganggu roda perekonomian baik dalam skala nasional maupun lokal. Membangun reputasi merek memerlukan investasi yang besar, waktu yang cukup lama, dan upaya lainnya.
Reputasi yang baik akan membangun kepercayaan dari konsumen, oleh karena itu, perusahaan cenderung untuk mencegah orang atau perusahaan lain menggunakan merek tersebut dalam produk-produk mereka.
Seluruh tindakan tersebut sangat merugikan pemilik merek. Persaingan yang tidak jujur, seperti pemalsuan dan peniruan merek terkenal, dapat mengurangi omzet penjualan dan keuntungan yang diharapkan dari merek tersebut.
Bahkan, hal tersebut dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap merek tersebut, karena konsumen akan menganggap bahwa mutu dari merek yang dulu dipercaya sudah mulai menurun.
Konsep perlindungan hukum terhadap hak merek mengacu pada sifat khusus hak tersebut, yang bersifat eksklusif. Hak eksklusif tersebut bersifat monopoli, yang berarti hanya pemilik merek yang memiliki hak untuk melaksanakannya.
Tanpa izin dari pemilik merek, orang lain tidak diperbolehkan menggunakan hak eksklusif tersebut. Pelanggaran terhadap hak eksklusif tersebut dapat dikenai sanksi tertentu.
Perlindungan hukum terhadap merek yang terdaftar, terutama merek-merek terkenal, sangat penting. Merek terkenal seringkali menjadi target peniruan dan pemalsuan, dengan harapan dapat meningkatkan omzet penjualan dari pelaku pelanggaran yang tidak bertanggung jawab.
Jika suatu merek telah dikenal secara luas, perlindungan hukum yang diperlukan adalah upaya preventif dan represif untuk mencegah penggunaan yang salah oleh pihak lain.
Dengan demikian, upaya perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah merek terkenal tersebut dari peniruan atau pemalsuan oleh orang lain.
Apabila sebuah merek telah terdaftar, hak tersebut akan dilindungi secara hukum, baik dalam ranah perdata maupun pidana.
Dalam hal pidana, Pasal 100 Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis mengancam dengan hukuman penjara hingga lima tahun dan/atau denda hingga satu milyar rupiah bagi pelaku yang dengan sengaja menggunakan merek yang sama dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang atau jasa sejenis.
Perlindungan hukum secara perdata juga diberikan kepada pemegang merek yang sah, yang memungkinkan mereka untuk mengajukan gugatan terhadap pelanggaran hak merek. Gugatan tersebut bertujuan untuk memperoleh ganti rugi dan menghentikan penggunaan merek yang melanggar.
Pemakaian merek tanpa izin dapat digugat berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang mewajibkan pelaku pelanggaran untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan.
Pelanggaran merek yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dapat menimbulkan kerugian bagi pemegang merek terkenal, yang kemungkinan akan menempuh jalur hukum untuk menyelesaikan kasus tersebut dan menghentikan aktivitas pelanggaran merek tersebut.
Pelanggaran merek dapat dikenai sanksi pidana, perdata, maupun administrasi, selain dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Merek.
Dari artikel ini teman-teman sekarang mengerti bahwa menggunakan merek milik orang lain itu tidak diperbolehkan dan akan membawa sanksi hukum bagi pelanggarnya. Daripada membuat versi KW merek lain, lebih baik buat merek kita sendiri.
Bagi teman-teman yang ingin mendaftarkan mereknya Sah! Hadir untuk menyediakan layanan berupa pendaftaran Merek. Ayo segera daftarkan merek kalian di Sah! Indonesia.
Untuk yang hendak mendaftarkan merek bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id
Source:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Mustafa, Marni Emmy. 2022. Perlindungan Hukum Terhadap Barang atau Merek KW di Indonesia. Journal of Legal Research. 4(4). hlm 883-892.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/hukum-menjual-barang-kw-lt58a55a57696d5/