Sah! – Dalam beberapa tahun terakhir, pertumbuhan yayasan di Indonesia semakin pesat. Banyak individu atau kelompok mendirikan yayasan untuk berbagai tujuan sosial, pendidikan, keagamaan, atau kemanusiaan.
Namun, ada satu pertanyaan yang kerap muncul di kalangan pendiri yayasan maupun masyarakat: apakah diperbolehkan menggunakan nama pendiri atau pengurus dalam nama yayasan?
Pertanyaan ini menjadi relevan mengingat banyak yayasan yang dinamai sesuai dengan nama pendirinya. Contohnya, beberapa tokoh terkenal mendirikan yayasan dengan menggunakan nama mereka sendiri sebagai bentuk penghormatan terhadap kontribusi mereka dalam bidang tertentu.
Namun, apakah hal ini diperbolehkan secara hukum? Bagaimana aturan yang mengatur penggunaan nama dalam pendirian yayasan di Indonesia?
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, tidak ada ketentuan yang secara eksplisit melarang penggunaan nama pendiri atau pengurus dalam nama yayasan.
Dalam Pasal 5 ayat (1) UU Yayasan, disebutkan bahwa yayasan harus memiliki nama yang mencerminkan tujuan didirikannya yayasan tersebut. Artinya, selama nama yayasan sesuai dengan tujuan yang diemban dan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku, maka penggunaan nama pribadi sebagai bagian dari nama yayasan dapat dilakukan.
Namun, penggunaan nama pribadi dalam nama yayasan dapat menimbulkan beberapa implikasi hukum dan sosial. Salah satunya adalah potensi terjadinya kesalahpahaman antara yayasan sebagai badan hukum yang bersifat independen dengan individu yang namanya digunakan dalam yayasan tersebut.
Jika nama pendiri atau pengurus digunakan, ada kemungkinan masyarakat menganggap bahwa yayasan tersebut secara langsung dimiliki atau dikendalikan oleh individu tersebut, padahal menurut hukum, yayasan adalah badan hukum yang terpisah dari individu pendirinya.
Selain itu, terdapat pertimbangan terkait hak atas nama dan merek dagang. Jika nama pendiri atau pengurus sudah digunakan sebagai merek dagang atau memiliki hak kekayaan intelektual tertentu, maka penggunaannya dalam nama yayasan bisa menimbulkan sengketa hukum.
Dalam beberapa kasus, keluarga pendiri atau pihak lain yang merasa memiliki hak atas nama tersebut bisa mengajukan keberatan atau bahkan gugatan hukum.
Penting juga untuk memperhatikan peraturan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) terkait pendaftaran nama yayasan.
Dalam praktiknya, Kemenkumham berhak menolak pendaftaran nama yayasan yang dianggap mirip dengan badan hukum lain atau dapat menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Oleh karena itu, sebelum menggunakan nama pendiri atau pengurus, sebaiknya dilakukan pengecekan terlebih dahulu untuk memastikan bahwa nama tersebut belum digunakan oleh yayasan lain dan tidak bertentangan dengan regulasi yang berlaku.
Di sisi lain, ada pula aspek etika dan profesionalisme yang harus diperhatikan. Sebagian kalangan menilai bahwa penggunaan nama pribadi dalam yayasan dapat menimbulkan persepsi bahwa yayasan tersebut hanya untuk kepentingan individu tertentu, bukan untuk kepentingan masyarakat secara luas.
Hal ini bisa berdampak pada kepercayaan publik terhadap yayasan tersebut. Oleh karena itu, beberapa yayasan memilih untuk menggunakan nama yang lebih netral dan mencerminkan misi sosial mereka, dibandingkan dengan menggunakan nama pendiri atau pengurus.
Meski demikian, banyak yayasan besar yang tetap menggunakan nama pendiri mereka dan tetap mendapatkan legitimasi serta kepercayaan publik.
Contohnya, Yayasan Habibie & Ainun yang didirikan untuk mengenang jasa Presiden ketiga Indonesia, B.J. Habibie dan istrinya, Ainun Habibie. Yayasan ini tetap beroperasi secara profesional dan tidak hanya dikaitkan dengan individu, tetapi juga dengan misi sosial yang jelas.
Selain itu, ada beberapa langkah yang dapat dilakukan jika ingin menggunakan nama pendiri atau pengurus dalam nama yayasan tanpa menimbulkan masalah hukum atau etika.
Pertama, memastikan bahwa penggunaan nama tersebut telah mendapatkan izin dari pihak yang bersangkutan atau ahli warisnya jika pendiri sudah meninggal dunia.
Kedua, memastikan bahwa nama yayasan tetap mencerminkan visi dan misi yang ingin dicapai serta tidak hanya berfokus pada individu tertentu.
Ketiga, berkonsultasi dengan ahli hukum untuk memastikan bahwa nama tersebut tidak melanggar hak cipta, hak merek, atau aturan lain yang berlaku.
Dari sisi masyarakat, penting untuk memahami bahwa yayasan adalah badan hukum yang bersifat sosial dan tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi.
Oleh karena itu, jika menemui yayasan yang menggunakan nama pendiri atau pengurus, masyarakat sebaiknya melihat lebih jauh apakah yayasan tersebut benar-benar bergerak sesuai dengan misi sosial yang diusung atau hanya sekadar digunakan sebagai alat untuk kepentingan individu tertentu.
Dengan demikian, penggunaan nama pendiri atau pengurus dalam nama yayasan pada dasarnya diperbolehkan selama memenuhi syarat hukum, etika, dan administratif yang berlaku.
Pendiri yayasan perlu mempertimbangkan dengan matang dampak dari penggunaan nama pribadi dalam yayasan agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Jika dilakukan dengan transparansi dan profesionalisme, penggunaan nama pendiri justru bisa menjadi bentuk penghormatan serta meningkatkan kredibilitas yayasan dalam menjalankan misinya untuk kepentingan sosial yang lebih luas.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406