Berita Terbaru Hari Ini, Update dan Terpercaya

Antara Untung dan Buntung: Potret Pekerja Outsourcing Yayasan

Ilustrasi Tenaga kerja outsourcing

Sah! – Persaingan kerja yang kian ketat membuat banyak pencari kerja akhirnya memutuskan jalur yayasan atau outsourcing untuk bisa memasuki dunia industri sebagai pekerja outsourcing. Pola ini banyak ditemukan di kawasan industri besar.

Bagi perusahaan, sistem ini jelas menguntungkan. Kebutuhan tenaga kerja bisa terpenuhi dengan cepat tanpa harus membuka rekrutmen panjang. Dari sisi manajemen, biaya juga lebih efisien, dan risiko hukum terkait hubungan kerja jangka panjang bisa ditekan.

Namun, outsourcing lewat yayasan ibarat pedang bermata dua. Ada sisi “untung” yang membuatnya diminati, tetapi tidak sedikit pekerja yang merasakan sisi “buntung” dari sistem ini.

Mengapa Banyak yang Memilih Jalur Yayasan?

Bagi para pencari kerja, jalur yayasan dianggap lebih mudah diakses. Proses seleksinya biasanya sederhana, jauh lebih ringan dibandingkan rekrutmen langsung ke perusahaan besar. Dalam hitungan hari, pekerja bisa langsung ditempatkan di lapangan.

Beberapa yayasan bahkan menyediakan pelatihan dasar sebelum menyalurkan tenaga kerja ke perusahaan mitra, sehingga calon pekerja memiliki bekal keterampilan awal.

Bagi mereka yang baru lulus sekolah atau kesulitan menembus rekrutmen formal, opsi ini menjadi jalan keluar yang cukup realistis. Bahkan, sebagian pekerja memandang kontrak lewat yayasan sebagai batu loncatan, minimal untuk menambah pengalaman kerja sebelum mendapatkan pekerjaan yang lebih stabil.

Kenyataan Pahit di Lapangan

Sayangnya, tidak semua kisah berakhir manis. Banyak pekerja outsourcing menerima gaji lebih rendah dibandingkan karyawan tetap yang mengerjakan pekerjaan serupa. Ironisnya, ada juga yang dibayar di bawah standar UMR, padahal upah minimum dibuat untuk menjamin kehidupan yang layak.

Selain soal gaji, hak dasar pekerja pun kerap terabaikan. Mengajukan izin sakit misalnya, sering dipersulit dengan syarat administrasi yang rumit. Tidak sedikit pula pekerja yang belum memperoleh kartu BPJS meski sudah bekerja berbulan-bulan.

Kondisi ini membuat pekerja outsourcing berada di posisi yang lemah, karena secara hukum mereka terikat kontrak dengan yayasan, bukan dengan perusahaan tempat mereka bekerja sehari-hari.

Hal lain yang sering dikeluhkan adalah minimnya peluang karir. Kontrak jangka pendek membuat kenaikan jabatan hampir mustahil. Sekalipun kontrak diperpanjang, status pekerja tetap masih jauh dari harapan. Akibatnya, banyak pekerja terjebak dalam siklus kontrak tanpa kepastian masa depan.

Yayasan Tak Selalu Buruk

Meski banyak cerita kelam, tidak berarti semua yayasan berpraktik buruk. Ada juga yayasan yang profesional, transparan, dan taat aturan. Mereka memberikan kontrak sesuai regulasi, membayar gaji tepat waktu, serta mendaftarkan pekerja ke program jaminan sosial.

Yayasan dengan reputasi baik biasanya menjadi mitra perusahaan besar dan dipercaya karena menjaga hak-hak tenaga kerjanya. Hal ini membuktikan bahwa outsourcing tidak selalu identik dengan ketidakadilan. Bila dikelola dengan benar, sistem ini bisa menjadi penghubung yang efektif antara perusahaan dan pekerja.

Antara Untung dan Buntung

Fenomena outsourcing lewat yayasan menunjukkan bahwa sistem ini bukanlah hitam-putih. Ada keuntungan praktis, tetapi juga risiko yang mengintai.

Bagi pekerja outsourcing, kuncinya adalah bijak memilih yayasan yang kredibel, memahami isi kontrak kerja, serta mengetahui hak-hak dasarnya. Sementara itu, pemerintah juga memiliki peran penting: memperketat pengawasan dan memastikan aturan dijalankan.

Tanpa pengawasan ketat, outsourcing hanya akan melahirkan lebih banyak pekerja yang benar-benar “buntung” dalam arti sebenarnya.

Kalau Anda berencana mendirikan yayasan tapi masih bingung, kamu bisa langsung menghubungi WhatsApp 0856 2160 034 atau kunjungi Sah.co.id untuk mendapatkan panduan atau konsultasi. 

Source:

Exit mobile version