Sah!- Jika seseorang meninggal dunia, dia tidak hanya meninggalkan harta benda yang berupa aset maupun tabungan, tapi juga terkadang meninggalkan utang. Ini yang kerap kali menimbulkan pertanyaan tentang apakah ahli waris secara otomatis bertanggung jawab atas utang pewaris? Jika demikian, apakah tanggung jawab tersebut tidak memiliki batas, bahkan hingga ahli waris mengorbankan hartanya sendiri?
Pertanyaan ini begitu penting, karena banyak keluarga takut menerima warisan karena khawatir akan dibebani dengan kewajiban pewaris. Padahal, hukum waris di Indonesia sebenarnya memberikan batasan yang jelas beserta pilihan bagi ahli waris untuk melindungi hak-haknya.
Di masyarakat, warisan identik dengan sesuatu yang menyenangkan karena membawa tambahan harta. Namun pada kenyataannya, warisan tidak selalu berupa aset positif. Ada kasus di mana jumlah utang pewaris lebih besar daripada harta peninggalannya. Kondisi ini membingungkan banyak ahli waris. Mereka ingin mendapatkan hak warisan tetapi tidak ingin diharuskan membawa kewajiban yang tidak bisa ditanggung. Kecemasan itu wajar, karena ada banyak orang yang belum menyadari bahwa sebenarnya hukum membedakan antara kewajiban terhadap harta peninggalan dan harta pribadi ahli waris.
Dasar Hukum Warisan dan Hutang
Pasal 833 KUHPerdata menetapkan bahwa dengan kematian seseorang, semua hak dan kewajiban pewaris akan dilimpahkan kepada ahli warisnya. Dengan demikian, warisan bukan hanya berupa harta materi maupun properti saja, melainkan kewajiban juga, diantaranya adalah utang.
Namun perlu diingat bahwa hukum tidak mengatur ahli waris untuk menggunakan kekayaan pribadinya untuk menutup utang pewaris. Ketentuan hukum menunjukkan ruang pada ahli waris untuk menentukan: menerima warisan apa adanya, menerima dengan pembatasan tertentu, atau menolak secara total. Kesempatan ini lah yang menentukan sampai level mana tanggung jawab ahli waris dapat disalurkan.
Pilihan Bagi Ahli Waris
KUHPerdata memiliki tiga opsi yang dapat dipilih oleh ahli waris:
- Menerima secara murni (zuivere aanvaarding)
Ahli Waris menerima semua harta bersama dengan utang pewaris tanpa batasan. Ini berarti bahwa jika harta warisan tidak cukup, kelebihan utang harus dibayarkan dengan harta pribadi waris. Ini pilihan yang lebih beresiko jika pewaris meninggalkan utang besar;
- Menerima dengan syarat atau secara beneficiair (beneficiaire aanvaarding)
Dalam hal ini, ahli waris membayar sebatas nilai harta warisan. Apabila nilai utang lebih besar dari pada aset yang ditinggalkan, maka sisa utang tidak membebani harta pribadi ahli waris. Opsi ini aman terutama karena menguntungkan kepentingan keluarga dan memberikan keadilan kepada kreditor.
- Menolak warisan
Warisan boleh ditolak oleh ahli waris, sehingga dia tidak menerima harta maupun tanggung jawab pewaris. Hal ini boleh dilakukan jika pewaris meninggalkan banyak utang tapi kurang banyak hartanya, sehingga tidak cukup untuk melunasi utang-utangnya.
Dengan ketiga alternatif diatas, jelas sekali hukum memberikan kebebasan kepada ahli waris untuk menghindari tanggungan utang. Yang paling penting adalah segera menentukan kebijaksanaan agar tidak terikat dengan tanggungan yang tidak diinginkan.
Contoh Sederhana
Bayangkanlah ayah anda meninggal dunia dan meninggalkan rumah bernilai Rp500 juta, namun juga meninggalkan utang senilai Rp700 juta.
Apabila ahli waris memperoleh secara murni, maka dia akan memiliki rumah Rp500 juta, namun juga harus membayar sisanya dari utang Rp200 juta dari harta pribadinya. Sedangkan, jika ahli waris menerima secara beneficiair, maka ahli waris hanya boleh ditagih dari rumah bernilai Rp 500 juta. Setelah rumah dijual dan uangnya digunakan untuk membayar, ahli waris tidak diwajibkan untuk menutup sisanya Rp200 juta.
Dengan menolak warisan, maka ahli waris sama sekali tidak menerima rumah, namun juga tidak diwajibkan untuk menanggung utang pewaris. Contoh sederhana tersebut menunjukkan betapa pentingnya untuk memilih sikap yang tepat sehingga ahli waris tidak merugi.
Pentingnya Menentukan Sikap
Seringkali, ahli waris tidak langsung menentukan sikap karena tidak terlalu memahami peraturan. Akhirnya, mereka dilihat menerima warisan bersih, namun pewaris meninggalkan utang yang banyak. Segala hal ini pasti merugikan.
Oleh karena itu, sangatlah penting bagi ahli waris untuk segera mencari informasi setelah pewaris meninggal. Apakah pewaris membawa utang? dan Bagaimana status harta peninggalannya? Dengan pertimbangan yang matang, ahli waris dapat memilih alternatif yang paling aman. Penerimaan secara beneficiair, misalnya, ahli waris masih mendapatkan hak warisan, tapi tidak perlu menikmati utang melebihi nilai harta peninggalan.
Kesimpulan
Oleh karena itu, ahli waris memang menerima hak dan kewajiban pewaris, termasuk utang. Namun, batas tanggung jawabnya tidaklah mutlak. Hukum memberikan tiga pilihan kepada ahli waris menerima secara murni, menerima secara beneficiair, atau menolak warisan.
Dengan memahami perbedaan ketiga pilihan tersebut, ahli waris dapat melindungi diri dari beban utang yang berlebihan. Kesadaran hukum ini penting agar warisan yang seharusnya menjadi hak tidak berubah menjadi beban yang memberatkan keluarga.
Pastikan legalitas usaha dan produk anda bersama SAH Indonesia. Kami siap memberikan bantuan dan konsultasi terbaik bagi legalitas anda. Jika berminat silahkan untuk menghubungi nomor WA 0856 2160 034 atau langsung kunjungi laman situs kami di Sah.co.id.
Source :
