Sah! – Afrika Selatan memiliki sejarah yang kuat dalam perlawanan terhadap apartheid, dan banyak warga negara di Afrika Selatan merasa empati terhadap nasib rakyat Palestina.
Beberapa organisasi dan aktivis di Afrika Selatan telah menyuarakan dukungan terhadap gerakan BDS (Boycott, Divestment, Sanctions), yang mendorong boikot terhadap Israel sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintahnya terhadap Palestina.
Baru-baru ini Afrika Selatan telah mengajukan gugatan terhadap Israel atas tuduhan genosida di Jalur Gaza ke Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ).
Unsur-unsur Genosida
Genosida adalah sebuah kejahatan yang menyangkal keberadaan sekelompok manusia karena alasan ras, etnis, agama, atau bangsa.
Unsur internasional dari kejahatan ini adalah “niat khusus” (dolus specialis) pelaku untuk menghancurkan empat kelompok sasaran yang dilindungi, yakni bangsa, etnis, ras, dan agama, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Konvensi Genosida 1948 dan Pasal 6 Statuta Roma 1998:
Genocide means any of the following acts committed with intent to destroy, in whole or in part, a national, ethnical, racial, or religious group, as such:
- Killing members of the group;
- Causing serious bodily or mental harm to members of the group;
- Deliberately inflicting on the group conditions of life calculated to bring about its physical destruction in whole or in part;
- Imposing measures intended to prevent births within the group;
- Forcibly transferring children of the group to another group.
Pasal 1 Konvensi Genosida 1948 juga menjelaskan bahwa genosida dilarang untuk dilakukan baik dalam waktu perang maupun dalam masa damai karena merupakan tindakan kriminal dalam hukum internasional, sebagaimana tercantum sebagai berikut:
The Contracting Parties confirm that genocide, whether committed in time of peace or in time of war, is a crime under international law which they undertake to prevent and to punish.
Untuk menganalisis apakah terdapat kejahatan genosida dalam konflik Israel-Palestina, kita perlu mengamati actus reus (tindakan jahat) dan mens rea (niat jahat) dalam konflik tersebut.
Pertama, actus reus genosida adalah sebagaimana tercantum pada Pasal 2 Konvensi Genosida 1948 dan Pasal 6 Statuta Roma 1998 yang telah dijabarkan sebelumnya.
Saat ini, serangan Israel terhadap Palestina di jalur Gaza dalam rangka melemahkan kekuatan Hamas banyak melanggar asas proporsionalitas dalam hukum humaniter internasional.
Contoh pelanggaran tersebut diantaranya melakukan penyerangan terhadap penduduk sipil dan menewaskan warga sipil tanpa pandang bulu, menyerang objek sipil dan fasilitas umum, penggunaan senjata terlarang, penyerangan udara secara tidak proporsional, dan lain-lain.
Maka dalam hal ini unsur actus reus dalam poin (a), (b) dan (c) Pasal 2 Konvensi Genosida 1948 dan Pasal 6 Statuta Roma 1998 terpenuhi.
Kedua, yang harus benar-benar diperhatikan adalah mens rea. Penting untuk dibuktikan bahwa Serangan Israel terhadap Palestina adalah tindakan terstruktur yang memang diniatkan (dolus specialis) untuk menghabisi Palestina secara keseluruhan maupun sebagian.
Mens rea biasanya diidentifikasi melalui penilaian perintah, pernyataan, dan tindakan pejabat kelompok atau negara yang melakukan kejahatan pada saat serangan.
Sidang Gugatan Afrika Selatan terhadap Israel
Afrika Selatan telah mengajukan gugatan di Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) terhadap Israel dengan tuduhan tentang genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza. Sidang pertama digelar pada Kamis (11/1/2024) dan dilanjutkan pada Jumat (12/1/2024) dengan pihak Israel menyampaikan argumen lisan mereka.
Afrika Selatan dalam gugatannya menuntut penghentian operasi militer Israel di Jalur Gaza dan menuduh Tel Aviv telah melanggar Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Afrika Selatan menyerahkan dokumen setebal 84 halaman yang menilai tindakan Israel sebagai pelanggaran Konvensi Genosida 1948, yang mengamanatkan negara-negara untuk mencegah kejahatan serupa.
Dalam sidang pertama, Adila Hassim Advokat Pengadilan Tinggi Afrika Selatan menegaskan bahwa:
“Israel telah melanggar Pasal 2 Konvensi Genosida, dengan melakukan tindakan yang termasuk genosida. Tindakan tersebut menunjukkan pola perilaku sistematis yang dapat disimpulkan sebagai genosida. Penderitaan rakyat Palestina, baik fisik maupun mental, tidak bisa dipungkiri. Berdasarkan Pasal 2C terkait tindakan genosida, Israel dengan sengaja menerapkan kondisi di Gaza yang tidak dapat menopang kehidupan dan diprediksi akan menyebabkan kehancuran.”
Adila Hassim memberikan rincian tentang apa yang menyebabkan tuduhan genosida tersebut. Dia mengatakan, serangan Israel menunjukkan tindakan sistematis di wilayah yang dikontrol Israel, mulai dari manusia, hingga akses air, layanan, dan internet.
Selama 96 hari, katanya, Israel telah menjadikan Gaza sebagai salah satu target serangan bom konvensional terberat dalam sejarah dunia modern.
Klaim pertama yang disampaikan Hassim adalah pembunuhan massal warga Palestina di Gaza. Sekjen PBB Antonio Guterres sendiri mengakui lima minggu lalu bahwa tidak ada tempat yang aman di Gaza.
Lebih dari 23 ribu orang terbunuh, setidaknya 70 persen adalah perempuan dan anak-anak. Tingkat pembunuhan begitu besar sehingga banyak dari korban yang dikuburkan tanpa teridentifikasi di kuburan massal.
Lanjut, Tembeka Ngcukaitobi Advokat Pengadilan Tinggi Afrika Selatan menyatakan bahwa:
“Mati secara perlahan karena kelaparan dan dehidrasi, atau mati karena serangan bom atau penembak jitu, pada akhirnya mati. Bahkan Menteri Warisan Budaya Israel Amihai Eliyahu mengatakan Israel harus menemukan cara agar warga Gaza mengalami hal yang lebih menyakitkan dari kematian. Tidak ada jawaban untuk mengatakan bahwa keduanya (Eliyahu dan menteri Israel lain) tidak memegang komando atas tentara. Mereka adalah menteri di pemerintahan Israel, mereka memberikan suara di Knesset dan punya posisi untuk menentukan kebijakan negara. Niat untuk menghancurkan Gaza telah dipupuk di tingkat tertinggi negara.”
Afrika Selatan mengatakan kepada pengadilan bahwa serangan udara dan darat Israel yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah Palestina dan menewaskan hampir 24.000 orang bertujuan untuk menimbulkan kehancuran penduduk di Gaza.
Dalam hal ini, Israel menolak tuduhan yang diajukan oleh Afrika Selatan di pengadilan tinggi PBB bahwa operasi militernya di Gaza adalah kampanye genosida. Israel melancarkan perangnya di Gaza setelah terjadi serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023 oleh militan Hamas.
Dilansir Reuters, Sabtu (13/1/2024), Israel beralasan bahwa mereka bertindak untuk membela diri dan memerangi Hamas, bukan penduduk Palestina. Israel meminta Mahkamah Internasional untuk menolak gugatan tersebut karena dianggap tidak berdasar dan menolak permintaan Afrika Selatan untuk memerintahkan mereka menghentikan serangan.
“Penderitaan mengerikan yang dialami warga sipil, baik Israel maupun Palestina, adalah akibat dari strategi Hamas,” kata penasihat hukum Kementerian Luar Negeri Israel, Tal Becker di pengadilan.
Namun, terlepas dari tuntutan genosida yang diajukan Afrika Selatan ke Mahkamah Internasional di Den Haag, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan melanjutkan perang di Jalur Gaza, Netanyahu menyebut Den Haag tidak akan bisa menghentikan Israel sebelum mencapai tujuannya.
“Kami akan melanjutkan perang di Jalur Gaza sampai kami mencapai semua tujuan kami. Den Haag dan poros kejahatan tidak akan menghentikan kami,” kata Benjamin Netanyahu kepada wartawan, tanpa menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘poros kejahatan’, dilansir Anadolu Agensi, Minggu (14/1/2024).
Dalam tanggapan lain, Eylon Levy, Juru Bicara Pemerintahan Israel menyatakan bahwa “Israel tetap berkomitmen dan beroperasi sesuai dengan hukum internasional, mengarahkan operasi militer kami hanya untuk melawan Hamas dan organisasi teroris lainnya.”
Meskipun prosesnya akan memakan waktu bertahun-tahun, nantinya yang akan mengeluarkan keputusan final mengenai apakah Israel telah melakukan genosida dan kejahatan lainnya adalah Mahkamah Internasional berdasarkan hukum internasional yang berlaku.
Mahkamah Internasional sendiri diperkirakan akan mengeluarkan keputusan mengenai permintaan Afrika Selatan untuk penghentian serangan bersenjata sebagai langkah-langkah darurat akhir bulan ini.
Dengan demikian, artikel ini mencoba menggambarkan kompleksitas dan relevansi topik yang dibahas. Sebagai pembaca yang sadar, mari terus menggali informasi, mempertanyakan, dan berpartisipasi dalam pembentukan pandangan. Begitulah, dengan kolaborasi dan pemahaman, kita dapat menciptakan perubahan positif dan mendorong arah yang lebih baik untuk masa depan.
Bagi Anda yang membutuhkan layanan pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta, SAH! Solusi Administrasi Hukum Indonesia bisa menjadi solusi yang tepat untuk Anda. Segera hubungi WhatsApp 0851 7300 7406 atau kunjungi laman Sah.co.id
Source:
- Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida 1948
- Statuta Roma 1998
- Anadolu Agensi
- Reuters