Sah! – Segala perbuatan yang dilakukan di masyarakat memiliki risiko dalam perbuatan tersebut. Begitu juga dengan kegiatan ekspor-impor yang merupakan perbuatan hukum antara 2 (dua) pihak berjauhan, yang memungkinkan kurangnya pengenalan karakter antar pihak.
Kurangnya informasi ini akan mempengaruhi tingkat potensi terjadinya risiko. Ekspor-impor mengenal beberapa bentuk risiko, yaitu:
1. Risiko Transportasi
Jarak antara eksportir dan importir, serta jumlah muatan yang dikirim mempengaruhi tingkat terjadinya risiko terhadap objek hukum, seperti terjadinya kerusakan, kehilangan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, importir harus memahami haknya terutama dalam hal pengangkutan serta asuransi yang akan melindungi importir dari kerugian yang terjadi maupun potential loss.
2. Risiko Kredit atau Non-Payment
Jarak jauh antara eksportir dan importir menimbulkan kemungkinan para pihak tidak saling mengenal satu sama lain.
Hal ini dapat menimbulkan risiko apabila pihak importir memiliki itikad tidak baik, sehingga tidak melakukan pembayaran maupun telah membayar yang seharusnya menjadi kewajiban hukumnya.
3. Financial Risk
Risiko finansial dapat timbul ketika terdapat permasalahan dalam dokumen ekspor atau mutu barang yang kemudian berakibat pada terjadinya penundaan pembayaran.
Penundaan tersebut diiringi dengan adanya biaya tambahan, seperti biaya gudang, asuransi, hingga kerusakan barang. Serta diperberat dengan fluktuasi valas terhadap rupiah yang menyebabkan biaya menjadi lebih tinggi.
4. Risiko Mutu Barang
Pihak importir akan menghadapi risiko mutu barang yang dikirim, karena tidak dapat melakukan quality check secara langsung sebelum dikirim, maupun tidak dapat mengetahui apakah telah dilakukan quality check.
Tetapi dalam beberapa negara, pemerintah juga menerapkan quality check yang mewajibkan setiap barang yang di ekspor ke negeri tersebut untuk memenuhi standar quality mereka.
Apabila barang tersebut tidak memenuhi quality check negara tersebut, maka barang akan dikembalikan kepada eksportir/penjual. Hal ini dapat memberi perlindungan bagi importir/pembeli agar terhindar dari upaya-upaya yang dapat merugikan pembeli.
5. Acceptance Risk
Risiko ini terjadi ketika importir tidak bersedia menerima barang yang telah dikirim oleh eksportir, karena dokumen yang melindungi barang tersebut tidak sesuai dengan kontrak penjualan atau perjanjian jual beli yang telah disepakati sebelumnya.
Hal ini terkadang terjadi karena adanya perubahan atas harga barang atau munculnya barang pengganti.
6. Risiko Nilai Tukar
Perubahan nilai tukar atau kurs asing yang fluktuatif dapat memberikan keuntungan atau kerugian yang tidak pasti bagi para pihak.
Terhadap hal ini, eksportir atau importir dapat menanggulangi hal tersebut dengan melakukan pembelian valuta asing terlebih dahulu sebelum melakukan penyerahan barang atau uang.
7. Operational Risk
Risiko ini timbul dalam tahap operasional, seperti:
- Kelalaian mempersiapkan barang ekspor
- Keterlambatan kapal pengangkut barang ekspor
- Pengemasan barang ekspor yang tidak sesuai dengan standar Seaworthy Export Packing
- Kurangnya persiapan akan dokumen atau sertifikat yang diperlukan
- Penimbangan barang ekspor yang tidak akurat
- Terjadinya peningkatan harga bahan baku untuk membuat komoditas ekspor.
8. Risiko Peristiwa Tak Terduga (Force Majeur)
Risiko ini merupakan risiko yang dapat timbul di luar kekuasaan para pihak yang dapat menghambat maupun menimbulkan risiko kerugian terutama bagi eksportir. Hal-hal tersebut seperti bencana alam, perang, dan kecelakaan angkutan barang eksportir.
9. Risiko Hukum
Risiko ini dapat timbul ketika terjadi perubahan peraturan perundang-undangan negara yang dipilih sebagai choice of forum dan choice of law dalam perjanjian.
Penjelasan di atas merupakan beberapa risiko yang harus dipertimbangkan dan perlu dihadapi oleh para eksportir dan importir. Risiko-risiko tersebut dapat menimbulkan insolvensi atau ketidakmampuan untuk membayar hutang.
Penyebab hal tersebut adalah cash flow yang tidak tidak berjalan, bahkan keputusan politik yang disebabkan oleh perang maupun perubahan peraturan perundang-undangan.
Selain dari itu, ketidakmampuan untuk membayar hutang juga dapat ditimbulkan dari pihak importir/pembeli yang tidak mau memenuhi prestasinya untuk membayar eksportir/penjual. Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah hal tersebut:
1. Kejelasan dokumen
Kontrak penjualan yang dibuat harus mengandung informasi transaksi, spesifikasi produk, serta hak dan kewajiban para pihak.
Pendetailan ini sangat penting dalam memberikan perlindungan hukum bagi eksportir, dan dapat menjadi referensi utama ketika terjadi sengketa hukum di kemudian hari.
Selain itu, kelengkapan dokumen lain seperti invoice, purchase order, bills of lading, dan packing list dapat disiapkan untuk mengurangi timbulnya risiko kerugian.
2. Skema pembayaran
Terdapat beberapa skema pembayaran yang dapat digunakan, seperti cash before shipment, document against acceptance, document against payment, dan letter of credit (L/C).
Pemilihan skema pembayaran sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengurangi potensi kerugian yang dapat ditimbulkan dari calon pembeli. Skema cash before shipment dapat digunakan agar importir membayar sebelum barang dikirim.
Document against acceptance artinya importir menerima dokumen ekspor setelah membayar sesuai dengan perjanjian melalui bank perantara.
Document against payment adalah skema importir menerima dokumen ekspor setelah membayar secara langsung kepada bank perantara.
Sedangkan melalui letter of credit (L/C), importir dapat menerima langsung dokumen ekspor karena pembayaran akan dilakukan oleh bank yang dipilih importir.
3. Mengenal pembeli
Terkadang eksportir tidak dapat menghindari skema pembayaran Open Account yang mensyaratkan agar importir membayar setelah menerima barang.
Apabila hal ini terjadi, eksportir dapat mengumpulkan informasi mengenai importir terlebih dahulu, seperti mengenai informasi profil, pengalaman bersama eksportir lain, dan kondisi finansial-nya.
Pengumpulan informasi ini dapat dilakukan dengan cara menggunakan perusahaan atau agen asuransi untuk mengenal importir/pembeli.
4. Menggunakan Asuransi Ekspor
Asuransi ekspor merupakan opsi bagi para eksportir yang dapat memberikan kepastian. Asuransi lebih berguna ketika perdagangan dilakukan menggunakan skema Open Account yang memiliki risiko tinggi bagi eksportir.
Asuransi ini dapat diperoleh melalui LPEI bagi para eksportir. Salah satu jasa yang diberikan adalah Trade Credit Insurance yang memberikan perlindungan serta kompensasi atas tidak dilakukannya pembayaran akibat dari risiko komersial dan politik.
Trade Credit Insurance oleh LPEI berjalan menggunakan prinsip risk-sharing yang dapat memberikan kompensasi bagi eksportir jika importir tidak membayar 120 hari setelah tenggat waktu pembayaran.
Kompensasi yang diberikan meliputi 90% dari total kerugian. Asuransi ini bertujuan untuk mendukung para pebisnis agar dapat melakukan kegiatan ekspor dengan kepastian.
Penjelasan di atas memberi gambaran bahwa dalam melakukan kegiatan ekspor-impor tentunya tidak akan jauh dari adanya risiko. Tetapi sebagai pebisnis kita dapat meminimalisir risiko tersebut dengan upaya-upaya yang ada.
Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha. Sebelum anda melakukan perdagangan internasional, pastikan usaha kalian sudah memiliki legalitas. Daftarkan usahamu melalui Sah! Indonesia, dan lakukan konsultasi gratis bersama kami.
Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id.
Source: