Sah! – Perkawinan merupakan hal yang sakral, dimana antara laki-laki dengan perempuan telah mengikatkan diri pada satu komitmen utuh yang harus dijaga dan dipertahankan oleh keduanya. Di indonesia, setiap pernikahan harus memenuhi berbagai persyaratan.
Pencatatan perkawinan bertujuan agar pasangan suami istri mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum bagi suami isteri beserta akibat hukumnya, yang menandakan pencatatan perkawinan merupakan suatu keharusan yang wajib dipenuhi, terlepas dari terpenuhinya syarat yang lain
Pencatatan perkawinan sifatnya adalah wajib, sebagaimana telah diatur pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, dimana menyebutkan jika tiap-tiap perkawinan dicatat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Bagi mereka yang memeluk agama islam, maka pencatatan perkawinannya dilakukan melalui lembaga Komisi Urusan Agama atau KUA sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 sebagai pelaksana dari UU 1/1974
Sedangkan bagi mereka yang memeluk agama selain islam, maka pencatatan perkawinannya dilakukan melalui dilakukan oleh Pegawai Pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil atau Disdukcapil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Namun, baru-baru ini ada wacana yang menyatakan jika pencatatan perkawinan untuk semua pernikahan, baik yang memeluk agama islam maupun yang memeluk agama selain islam, dilakukan di KUA
Diberitakan, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan jika KUA direncanakan akan menjadi tempat menikah semua agama. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi warga non muslim yang akan menikah
“sebagaimana kita tahu, selama ini saudara-saudara kita yang non-muslim mencatatkan pernikahan atau perkawinannya di disdukcapil. Niatnya, kita pengen memberikan kemudahan kepada mereka. Kalo kita memberi kemudahan, masa ga boleh. Kemudahan ini kan ditujukan buat semua warga negara?” ujar Yaqut
Dari sudut pandangnya, KUA merupakan bagian dari Kemenag dan Kemenag, menurutnya adalah kementerian untuk semua agama, bukan hanya islam
“KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non-islam” kata Yaqut
Ia juga menyebutkan jika pihaknya sedang membicarakan tentang sistematika pernikahan di KUA untuk seluruh rakyat indonesia, tidak hanya yang beragama Islam tetapi juga yang beragama non-Islam. Sistematika hingga regulasinya sedang dalam tahap pembahasan.
“dari Kemenag sendiri sedang menunggu untuk melihat regulasi seperti apa, yang memungkinkan gagasan ini diimplementasikan dengan seksama tanpa menimbulkan polemik. Tapi menurut saya, saya sih optimis kalau untuk kebaikan semua warga negara Indonesia” jelasnya
Kebaikan seluruh umat agama, mau merevisi Undang-Undang atau apapu saya kira orang akan memberikan dukungan pada gagasan ini sehingga banyak masyarakat akan mendapatkan manfaatnya
Kementrian Agama (Kemenag) dinilai penting melakukan dialog lintas agama dan membuat regulasi sebelum melemparkan wacana ini
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Sumatra Utara sekaligus juru bicara Ardiansyah. Pernikahan dalam islam dinilai ibadah yang sakral
“Pernikahan dalam perspektif islam adalah ibadah yang sakral, dengan adanya akad nikah dua insan dihalalkan dirinya untuk berhubungan. Dengan demikian syarat dan tata caranya diatur sedemikian rupa” tegas Ardiansyah yang dikutip situs resmi MUI Sumut
Pernyataan tersebut disinyalir selaras dengan amanat UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menegaskan bahwa pernikahan itu dinyatakan sah jika dilaksanakan menurut menurut ajaran agama. maka pada akhirnya wacana yang dilontarkan oleh Kemenag itu perlu untuk dilakukan riset lapangan lebih mendalam
“Seharusnya rencana yang dipertanyakan oleh Kemenag menjadikan KUA sebagai tempat nikah dan pencatatan nikah semua agama, kami menyatakan untuk dapat dilakukan riset lapangan terlebih dahulu agar tidak terjadi polemik di kemudian hari” ucapnya
Diskusi dengan berbagai pihak lintas agama juga penting untuk dilakukan agar mengetahui wacana Kemenag tersebut. tujuannya agar tidak menimbulkan kegaduhan di kemudian hari. Pun belum ada rancangan regulasi yang mengatur wacana tersebut.
Menurutnya, kemenag seharusnya lebih berfokus pada penyelenggaraan haji tahun ini, dimana jumlah jemaah haji indonesia masih didominasi oleh masyarakat lansia atau usia lanjut
Ardiansyah juga menyatakan, jika sumber daya manusia di KUA serta pembiayaan dan regulasi juga perlu untuk dibuat terlebih dahulu demi menghindari kebingungan pada pelaksanaannya.
Terlebih lagi wacana tersebut belum tentu dibutuhkan umat diluar umat islam karena sepanjang memakai prosedur yang telah berjalan ini, tidak ada permasalahan dan malah berjalan dengan lancar sesuai dengan agama masing-masing
Semestinya, wacana ini tidak dilontarkan begitu saja sebelum dilontarkan begitu saja. Harus melalui musyawarah terlebih dengan masyarakat minoritas karena ini berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat minoritas.
Yang perlu digaris bawahi dan dikhawatirkan adalah saudara non muslim ini justru belum perlu hal ini dilaksanakan. Mengingat pelaksanaan pernikahan mereka sejauh ini berjalan dengan mulus dan lancar serta khidmat dengan berdasar pada tata caranya masing-masing.
Tidak ada salahnya untuk mencoba sistem baru terkait pencatatan perkawinan di Indonesia, tetapi perlu untuk dilakukan riset yang komprehensif terlebih dahulu sehingga tidak ada kecacatan dalam pelaksanaannya nantinya.
Perlu dipertimbangkan juga tingkat urgensitas dari pelaksanaan gagasan ini, apakah memang sangat urgen untuk dilakukan untuk mencegah suatu masalah di masa depan, atau malah akan lebih menyulitkan birokrasi dalam hal pencatatan perkawinan.
Kesimpulan
Perkawinan merupakan hal yang sangat sakral bagi seluruh pasangan calon pengantin, dimana mereka nantinya akan berkomitmen pada pasangan mereka sampai akhir. Di Indonesia, sistem perkawinan telah terintegrasi dengan baik. Bagi yang muslim, pergi ke KUA bagi yang non-Islam, melakukan pencatatan di Disdukcapil
Wacana mengenai pencatatan perkawinan dilakukan di KUA untuk seluruh masyarakat, baik yang Islam maupun yang non-Islam, menjadi polemik baru yang harus diuji secara lapangan. Bukan hanya sekedar gagasan semata yang tidak bisa diimplementasikan ke dunia nyata.
Gagasan ini harus memiliki dasar hukum serta sistem yang kuat sehingga tidak ada kecacatan dan minus di dalamnya sehingga merugikan bagi seluruh pihak.
Sekian untuk pembahasan kali ini
Tapi tapi tapi, jangan sedih dulu sahabat SAH. Tetap akses website kami, Sah.co.id, karena kami akan terus membuat artikel dengan topik terkini, disusun secara komprehensif dan tentunya akan menarik untuk dibaca.
Sah juga melayani kebutuhan para pengusaha pemula, seperti perizinan, pendirian perseroan terbatas, dan masih banyak lagi. Apakah Berminat? Segera hubungi WA 0856 2160 034 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id
Sumber
Peraturan Perundang-Undangan
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksana dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Website
Aldi, N., 2024. detik.com. [Online]
Available at: https://www.detik.com/sumut/berita/d-7215490/mui-sumut-khawatir-wacana-kua-tempat-nikah-semua-agama-bikin-gaduh
[Accessed 1 Februari 2024].
CNN Indonesia, 2024. CNN Indonesia. [Online]
Available at: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240227102300-20-1067670/pr-besar-kemenag-jadikan-kua-tempat-nikah-semua-agama
[Accessed 1 Maret 2024].
Rahmanda, S. K., 2024. tempo.co. [Online]
Available at: https://nasional.tempo.co/read/1839832/kua-jadi-tempat-nikah-bagi-semua-agama-siapa-saja-tokoh-yang-mendukung-dan-menolak?tracking_page_direct
[Accessed 1 Maret 2024].