Sah! – Di era globalisasi dan transaksi lintas negara yang semakin intens, keberadaan bisnis money changer memegang peran penting sebagai penyedia layanan penukaran valuta asing yang cepat dan mudah.
Baik untuk keperluan perjalanan, perdagangan, maupun investasi, masyarakat sangat mengandalkan jasa penukaran uang yang terpercaya. Namun, di balik fungsinya yang legal dan sah, usaha ini juga memiliki celah yang rentan disalahgunakan untuk tujuan-tujuan ilegal seperti pencucian uang (money laundering) dan pendanaan terorisme.
Inilah sebabnya mengapa pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia (BI) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mewajibkan pelaku usaha money changer untuk menerapkan kebijakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT).
Kepatuhan terhadap regulasi ini bukan hanya kewajiban hukum, tetapi juga bagian dari upaya membangun reputasi bisnis yang profesional, bertanggung jawab, dan berkelanjutan.
1. Apa Itu APU-PPT dan Mengapa Relevan bagi Money Changer
APU-PPT adalah serangkaian kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk mencegah penggunaan sistem keuangan termasuk money changer untuk kegiatan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Dalam konteks Indonesia, regulasi ini diatur dalam berbagai peraturan seperti UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta ketentuan Bank Indonesia yang mengatur khusus sektor Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (PUVA-BB).
Karena money changer berhubungan langsung dengan transaksi tunai dan valuta asing, usaha ini sangat rentan digunakan sebagai jalur untuk “mencuci” uang hasil kejahatan.
Oleh sebab itu, penerapan APU-PPT menjadi kunci penting dalam memastikan bahwa seluruh aktivitas bisnis berlangsung secara sah dan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab.
2. Kewajiban Money Changer dalam Kepatuhan APU-PPT
Agar dapat menjalankan bisnis secara legal dan aman, money changer diwajibkan memenuhi beberapa kewajiban utama, antara lain:
- Melakukan identifikasi dan verifikasi pelanggan (Know Your Customer / KYC)
Setiap pelanggan, terutama yang melakukan transaksi dalam jumlah besar, harus diidentifikasi dengan benar. Ini termasuk pencatatan identitas, tujuan transaksi, serta sumber dana. - Melaporkan transaksi tunai dalam jumlah besar
Transaksi tunai yang nilainya mencapai atau melebihi Rp500 juta wajib dilaporkan ke PPATK sebagai Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT). - Melaporkan transaksi mencurigakan (STR)
Jika ditemukan pola transaksi yang tidak biasa atau tidak sesuai dengan profil nasabah, usaha wajib membuat laporan Transaksi Mencurigakan (STR) ke PPATK. - Menyimpan catatan transaksi minimal 5 tahun
Seluruh data transaksi harus didokumentasikan dan disimpan agar dapat diaudit bila diperlukan.
3. Sanksi bagi Money Changer yang Tidak Patuh
Kegagalan dalam menerapkan kebijakan APU-PPT bukan hanya merugikan dari sisi bisnis, tetapi juga dapat membawa konsekuensi hukum serius, antara lain:
- Teguran administratif dari Bank Indonesia
- Pengenaan denda
- Pencabutan izin usaha
- Tuntutan pidana, apabila terbukti terlibat dalam pencucian uang atau menutup-nutupi transaksi mencurigakan
Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap APU-PPT bukan sekadar formalitas, tapi merupakan bagian dari tanggung jawab hukum dan moral setiap pelaku usaha money changer.
4. Tantangan di Lapangan
Meski regulasinya jelas, pelaksanaan APU-PPT di lapangan masih menghadapi berbagai tantangan, seperti:
- Kesulitan mendeteksi transaksi mencurigakan secara manual, terutama pada money changer kecil yang belum menggunakan sistem digital
- Kurangnya pelatihan dan pemahaman staf mengenai kewajiban pelaporan
- Persaingan tidak sehat dari money changer ilegal yang beroperasi tanpa izin dan tidak menerapkan kebijakan APU-PPT
Tantangan-tantangan ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pelaku usaha dan regulator untuk membangun ekosistem yang lebih bersih dan transparan.
5. Langkah Proaktif untuk Kepatuhan
Agar tidak hanya sekadar patuh secara administratif, pelaku usaha money changer dapat mengambil langkah-langkah proaktif, seperti:
- Menggunakan perangkat lunak anti-money laundering (AML software) untuk otomatisasi pelaporan dan pemantauan transaksi
- Menyelenggarakan pelatihan rutin untuk staf, terutama terkait deteksi transaksi mencurigakan dan tata cara pelaporan
- Menjalin komunikasi aktif dengan Bank Indonesia dan PPATK, termasuk mengikuti pembaruan regulasi dan audit kepatuhan
Langkah-langkah ini tidak hanya memperkuat posisi hukum bisnis, tapi juga menunjukkan komitmen terhadap integritas dan transparansi.
Penutup
Bisnis money changer yang sah bukan hanya soal menukar uang, tetapi juga soal menjaga kepercayaan publik dan integritas sistem keuangan nasional.
Dengan menerapkan regulasi APU-PPT secara konsisten, pelaku usaha tidak hanya melindungi diri dari risiko hukum, tetapi juga menjadi bagian dari upaya bersama untuk mencegah tindak pidana yang merugikan banyak pihak.
Pada akhirnya, kepatuhan terhadap hukum bukanlah beban, melainkan modal penting untuk membangun bisnis yang kuat, aman, dan berkelanjutan.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.
Jika membutuhkan konsultasi legalitas bisa klik tombol WhatsApp di kanan bawah atau melalui 0851 7300 7406