Sah! – Wanprestasi, sebagai pengusaha, kita pasti pernah melakukan sebuah perjanjian dengan pihak lainnya dalam perihal kerja sama.
Misalnya kita memiliki usaha perabotan rumah tangga dan selalu berkoordinasi dengan perusahaan penyedia bahan bakunya untuk pengiriman bahan baku dimaksud.
Kita dan pihak mereka menandatangani yang disebut perjanjian kerja sama ini berisikan hak dan kewajiban masing-masing serta sanksi yang ada jika sepenggal substansi dari perjanjian dimaksud tidak terpenuhi.
Tegas dan faktual apa adanya sebab ketika para pihak (debitur dan kreditur) menandatangani perjanjian itu artinya telah menciptakan Undang-Undang pribadi yang mengikat mereka secara privat untuk memenuhi seluruh isinya sampai dengan perjanjian dinyatakan berakhir.
Paham ini dikenal dengan istilah asas pacta sunt servanda. Akan tetapi perjanjian kerja sama juga tidak terhindar dari segala kemungkinan peristiwa negatif setelah penandatangannya.
Masuk akal dirasakan sebab kita memang tidak bisa mengatakan semua akan selalu baik.
Baca juga: Mencegah Kepailitan Perusahaan Tepat Sasaran
Situasi Wanprestasi
Ketika pihak yang terikat perjanjian dengan kita tidak memenuhi kewajibannya karena suatu hal yang cenderung belum bisa dijelaskan mereka maka keadaan ini disebut wanprestasi. Istilah wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” dengan kandungan arti tidak terpenuhinya suatu kewajiban perjanjian.
Keadaan ini tentunya akan menimbulkan kerugian pada kita sebagai salah satu pihak dalam perjanjian itu juga sehingga penjelasan ketidakpatuhan diharapkan segera diterima. Pada umumnya wanprestasi akan sebisa mungkin dihindari setiap pihak sebagai pelaku perjanjian agar tidak sampai terjadi sebab nyatanya juga bisa menimbulkan kesan tidak baik.
Jenis Wanprestasi
Wujud dari wanprestasi ada beberapa yakni berbuat sesuatu yang melanggar isi perjanjian, berbuat sesuatu yang tidak sesuai isi perjanjian, dan tidak melakukan sama sekali apa yang disanggupi pada isi perjanjian.
Pada perjanjian kerja sama usaha tertentu, debitur dan kreditur biasanya tidak menentukan ketepatan jangka waktu pelaksanaan kegiatan babak pertama, kedua, maupun ketiga untuk selesai sehingga menghakimi salah satu pihak telah wanprestasi dari sudut pandang ini sulit diputuskan.
Wanprestasi justru mudah dihakimi ke pihak bersangkutan ketika mereka benar-benar tidak berbuat sesuatu untuk pemenuhan kesepakatan. Apabila mereka beritikad baik, ingin memenuhi perjanjian, dan terpojok karena kehabisan waktu maka itu juga termasuk keadaan wanprestasi.
Baca juga: Eksekusi PSE pada Digitalisasi Startup
Solusi Hukum
Sebelum memutuskan keadaan ini terdapat sebuah peringatan yang bisa diturunkan juga pada mereka bernama peringatan lalai, lantas pemberlakuannya hanya bila pihak yang berkewajiban justru keliru melakukan prestasi sehingga masih diberikan kelonggaran dalam membenarkan.
Pihak yang merasa dirugikan karena keadaan wanprestasi (sering terletak di posisi kreditur) berhak untuk menuntut pemenuhan perikatan atau pembatalannya dengan segera serta menuntut ganti kerugian setimpal.
Hal ini merupakan sanksi wajib debitur dan jika tetap tidak terpenuhi maka sudah disebut perbuatan melawan hukum. Sanksi yang lebih berat pastinya akan mengikuti sehingga kita sebagai pengusaha profesional hendaknya selalu mencegah potensi wanprestasi dengan segala kecakapan dan pengetahuan hukum yang dimiliki.
Source:
Jurnal:
- Sedyo Prayogo “Penerapan Batas-Batas Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Perjanjian” Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol 3 No 2 (2016)
Peraturan perundang-undangan:
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
Internet