Sah! – Akhir-akhir ini Indonesia dihebohkan dengan pagar laut yang berada di Tangerang tapi ada apa sebenarnya?
Pada bulan Januari lalu, ditemukan pagar laut di Kabupaten Banten, Tangerang, kehadirannya menghebohkan warga lantaran berada di area laut dengan luas membentang sampai 30,16 kilometer di kawasan pesisir Tangerang.
Pagar laut sendiri merupakan penghalang yang terbuat dari bambu dan membentang layaknya sebuah pagar.
Dalam kasus ini, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten mengonfirmasi, pagar bambu itu memiliki tinggi sekitar 6 meter dan melintang di 16 kecamatan.
Pagar laut yang ditemukan di Tangerang tersebut membentang di 3 desa Kecamatan Kronjo, 3 desa Kecamatan Kemiri, 4 desa Kecamatan Mauk, 1 desa masing-masing di Kecamatan Sukadiri, Pakuhaji, serta 2 desa Kecamatan Teluknaga.
Melansir dari Tirto.id, pagar laut tersebut berada pada posisi yang rumit. Pagar laut sepanjang 30,16 km tersebut turut menjangkau kawasan pemanfaatan umum.
Kawasan tersebut menjadi penting sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Daerah (Perda) 1/2023 yang meliputi :
- zona pelabuhan laut
- zona perikanan tangkap
- zona pariwisata
- zona pelabuhan perikanan
- zona pengelolaan energi
- zona perikanan budi daya
- juga beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang diinisiasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Adanya pagar laut di wilayah yang merupakan kawasan pemanfaatan umum tentu menjadi masalah terutama bagi masyarakat yang bergantung kepada wilayah tersebut karena kehadiran pagar laut tentu akan menganggu aktivitas masyarakat di sana.
Kawasan pemanfaatan umum sendiri berfungsi untuk mendukung masyarat dalam berbagai aktivitas pembangunan dan penggunaan kegiatan sosial, ekonomi, dan infrastrukur.
Kawasan ini memang dirancang untuk memenuhi keseimbangan antara lingkungan dan kebutuhan manusia dengan cara pemanfaatan dan penggunaan lahan yang terencana dan terintegrasi.
Pagar laut tersebut menjadi permasalahan karena kian bertambah panjang yang akan membawa lebih banyak gangguan dan hambatan bagi aktivitas masyarakat di sekitar pagar laut tersebut.
Untuk menyelesaikan polemik pagar laut tersebut, KKP menggandeng berbagai pihak mulai jajaran KKP, Ombudsman RI, Kementerian ATR/BPN, DKP Banten serta Tangerang, HAPPI, hingga kepala desa setempat serta pihak-pihak terkait lainnya.
Menindaklanjuti upaya tersebut, DKP Banten diketahui menyegel pagar laut misterius tersebut di Tangerang pada 9 Januari 2025. Setelah itu, pagar laut berusaha dibongkar oleh 600 anggota TNI AL.
Pembongkaran pagar laut Tangerang awalnya ditentang Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Wahyu Sakti Trenggono dengan alasan masih dalam proses investigasi. Namun, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto memastikan pembongkaran tetap berlanjut.
Pada akhirnya investigasi tetap berlanjut sambil pagar laut tersebut dibongkar dan KKP juga bekomitmen untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum untuk memastikan akuntabilitas dan transparani dalam penyelesaian kasus ini.
Setelah diinvestigasi terungkap bahwa pagar laut tersebut ternyata memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM). Masing-masing sertifikat terdiri dari 263 bidang tanah SHGB dan 17 bidang SHM yang terbit untuk kawasan tersebut.
Keberadaaan sertifikat-sertifikat tersebut dikonfirmasi oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.
Berdasarkan keterangan dari Nusron, 263 bidang tanah berbentuk HGB tersebut terdiri dari 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perorangan.
KKP sendiri sudah berupaya untuk memanggil kedua perusahaan tersebut akan tetapi mengalami kesulitan karena alamatnya yang berubah-ubah, pada saat mengunjungi alamat tersebut, KKP tidak menemukan apa-apa.
Bagaimana Legalitas dari SHGB Tersebut?
Permasalahan yang menjadi perhatian utama adalah awalnya sempat tidak diketahui siapa pemilik dari pagar laut tersebut dan atas izin siapakah pagar laut tersebut bisa ada di laut di Tangerang.
Implikasinya menurut Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (DJPKRL), Kusdiantoro, bahwa apabila pemanfaatan ruang laut tanpa memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) maka merupakan pelanggaran.
Hal tersebut karena adanya indikasi bahwa terdapat upaya untuk hak atas tanah di perairan laut dengan cara yang terlarang.
Dampaknya pemegang hak tesebut dapat berkuasa penuh dalam menguasai, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, serta berpotensi menyebabkan perubahan fungsi ruang laut.
Pemagaran laut tersebut juga tidak sesuai dengan praktek internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982).
Melansir dari hukumonline, status SHGB ilegal tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 3/PUU-VIII/2010 yang mengubah kepemilikan hak kebendaan atas ruang laut menjadi mekanisme perizinan.
Sebelum putusan tersebut berlaku hak kebendaan lewat instrumen Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3) aan tetapi menurut permohonan perkara tersebut HP-3 tidak sesuai dengan Pasal 33 (2) dan (3) UUD 1945.
Seharusnya cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat seperti bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
HP-3 lebih cenderung dikategorikan hak perorangan yang hanya memberi kewenangan terbatas yaitu memanfaatkan/menikmati benda atau hasilnya bukan memberi kewenangan luas seperti melakukan semua perbuatan hukum atas benda tersebut.
HP-3 seharusnya tidak dilekati dengan sfat-sifat hak kebendaan yang memberikan kewenangan luas karena nantinya dapat memberikan sifat-sifat seperti dapat dialihkan, dihibahkan, hingga dapat dijadikan jaminan utang.
Putusan tersebut sebenarnya terhambat karena dalam Permen ATR/BPN No 18 Tahun 2021 memperbolehkan adanya hak atas tanah lewat izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) akan tetapi pagar laut tersebut tetap ilegal karena tidak ada izin.
Nusron selaku Menteri ATR/BPN menyatakan akan mencabut SHGB dan SHM pagar laut tersebut karena dinilai cacat prosedur dan material Seharusnya sertifikat-sertifikat tersebut tidak boleh karena berada di luar garis pantai dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.
Sertifikat tersebut rata-rata terbit tahun 2022-2023, usianya masih di bawah lima tahun sehingga proses pembatalannya akan menjadi lebih mudah dan tidak perlu mekanisme pengadilan karena PP No 18 Tahun 2021 memberikan kewenangan pada menteri ATR/BPN.
Kusdiantoro sebagaimana di lansir dari Liputan6, menyatakan bahwa mereka memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua.
Muncul Pagar Laut Lain di Bekasi
Polemik pagar laut ternyata tidak hanya terjadi di Tangerang saja. Pagar laut yang dianggap ilegal oleh pemerintah juga di temukan di Bekasi.
Pagar laut di bekasi tersebut memiliki panjang 8 kilometer. Pagar laut tersebut di temukan di area Desa Segara Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Pagar laut tersebut diketahui merupakan proyek kerja sama swasta dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Pihak swasta tersebut adalah PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN).
Namun, pagar laut tersebut disegel karena proyek tersebut dianggap tidak memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
PT TRPN sendiri telah mengakui pelanggaran dalam kegiatan reklamasi dan menyatakan kesiapan untuk dikenakan sanksi administratif. PT TRPN juga harus melakukan pembongkaran bangunan serta pemulihan fungsi ruang laut.
Tertarik dengan artikel serupa? baca artikel lebih banyak dengan mengunjungi laman Sah.co.id atau jika kamu tertarik untuk mendirikan badan usaha ataupun HAKI, jangan ragu menghubungi untuk berkonsultasi WA 0851 7300 7406
Source :
https://tirto.id/apa-itu-pagar-laut-di-tangerang-fungsi-dan-kenapa-ilegal-g7jv
https://megapolitan.kompas.com/read/2025/02/07/18312621/selasa-pt-trpn-bongkar-pagar-laut-bekasi