Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

Pentingnya Lisensi Merek untuk Mengoptimalkan Usaha

person holding white printer paper

Sah! – Salah satu bentuk dalam mengoptimalkan usaha sebagai pemilik merek adalah dengan mengkomersialisasinya dengan lisensi merek, hal ini juga sebagai upaya terhadap perlindungan merek dari pelanggaran merek. 

 

Apa itu Merek?

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG), merek adalah tanda yang memiliki daya pembeda dan digunakan untuk kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa. 

Daya pembeda ini berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 dan/atau 3 dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 atau lebih unsur tersebut.

Unsur yang paling utama dalam merek adalah daya pembeda dan diterapkan pada perdagangan barang dan jasa. 

Merek sangat penting untuk dilindungi karena adanya hak ekonomi dan hak moral yang muncul sebagai hak eksklusif. 

Hak ekonomi merupakan hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi karena merek memiliki nilai yang berharga. Sedangkan, hak moral merupakan hak yang melekat pada pencipta atau pemilik yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus. 

Hak atas merek ini diperoleh ketika merek tersebut telah terdaftar sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 UU MIG. Merek memperoleh perlindungan ketika didaftarkan atau menggunakan prinsip konstitutif atau fist-to-file. 

 

Lisensi Merek 

Pemilik merek berhak untuk menggunakan mereknya sendiri atau memberikan izin kepada pihak yang lainnya untuk menggunakan merek tersebut sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 5 UU MIG. 

Pemberian izin kepada pihak lain inilah yang dinamakan dengan lisensi merek. Secara umum, lisensi adalah pemberian suatu izin dalam memproduksi suatu barang dan/atau jasa. 

Lisensi juga sering diartikan dengan bentuk pemberian izin dalam memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual dengan maksud untuk memberikan lisensi kepada penerima untuk melakukan kegiatan usaha atau membuat suatu produk dengan menggunakan merek tersebut.

Berdasarkan Pasal 1 angka 18 UU MIG, lisensi merek adalah suatu izin yang diberikan oleh pemilik merek terdaftar kepada pihak lainnya atas dasar perjanjian tertulis untuk menggunakan merek terdaftar tersebut. 

Melalui lisensi merek, para pemilik merek dapat mengkomersialisasikan mereknya sehingga akan menjadi lebih populer dan mendapatkan nilai ekonomis. Selain itu, juga memberikan perlindungan terhadap pelanggaran merek tersebut. 

Berdasarkan Pasal 42 ayat (1) jo. Pasal 43 UU MIG, pemberian izin atas lisensi merek oleh pemilik merek (licensor) dapat memberikannya sebagian ataupun secara keseluruhan atas jenis barang dan/atau jasa kepada penerima lisensi (licensee) ataupun kepada pihak ketiga. 

Selanjutnya, Pasal 42 UU MIG juga menentukan bahwa perjanjian lisensi ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia, kecuali apabila diperjanjikan lain dalam perjanjian tersebut. 

Masih dengan pasal tersebut, lisensi merek juga wajib untuk didaftarkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yang akan diumumkan dalam Berita Resmi Merek, apabila tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. 

Pasal tersebut juga mengatur bahwa perjanjian lisensi atas merek dilarang berisikan ketentuan yang mengakibatkan kerugian ekonomi negara atau menghambat kemampuan bangsa dalam menguasai dan mengembangkan teknologi secara langsung ataupun tidak langsung. 

Direktur Merek dan Indikasi Geografis, Kurniaman Telaumbanua, mengungkapkan bahwa perjanjian lisensi atas merek ini berbeda dengan peralihan atas hak merek, lisensi ini hanya memberikan izin terhadap merek terdaftar kepada pihak lain. 

Keuntungan dari adanya lisensi merek ini bagi licensee adalah mendapatkan hak atas pemakaian merek milik licensor secara legal dan aman serta menjadi wadah untuk berinovasi ataupun melengkapi kekurangan pada produk. 

Sementara itu, bagi licensor dapat mengekspansi jangkauan pasar dan dapat mengoperasikan usahanya secara lancar serta mendapatkan keuntungan ekonomi. 

Namun perlu diperhatikan untuk melisensikan suatu merek terdapat 6 langkah menurut Ketua Umum Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia (WALI), Tri Raharjo, yakni mempunyai merek terdaftar dan membangun sebuah merek yang mempunyai nilai ekonomi. 

Selain itu, membentuk suatu Tim Pengembangan Lisensi Merek, mempromosikan potensi dari lisensi merek, membuat suatu perjanjian atas lisensi merek, serta mendaftarkannya ke DJKI Kemenkumham. 

 

Hak dan Kewajiban Pada Lisensi Merek

Seperti pada umumnya suatu kontrak hukum, substansi dari perjanjian lisensi merek wajib untuk meliputi tanggal penandatanganan perjanjian, nama dan alamat para pihak, ketentuan perjanjian termasuk hak dan kewajiban, jangka waktu lisensi, serta wilayah usahanya. 

Ketentuan lisensi merek ini perlu memperhatikan pembatasan penggunaan merek serta disesuaikan dengan kebutuhan dan memperhatikan potensi masalah yang mungkin terjadi. 

Kewajiban licensor adalah untuk menjamin penggunaan merek terhadap cacat hukum, adanya pembinaan dan pengawasan terhadap kualitas produk barang dan/atau jasa, permohonan atas persetujuan dalam penghapusan merek kepada DJKI apabila licensor meminta dihapus. 

Selain itu, licensor berkewajiban untuk memohonkan suatu pembatalan perjanjian lisensi merek apabila licensee tidak melaksanakan perjanjian dengan seharusnya. 

Sementara itu, licensee wajib untuk membayar royalti sesuai dengan yang diperjanjikan, meminta pencatatan perjanjian lisensi kepada DJKI, mempertahankan kualitas barang dan/atau jasa hasil dari produksinya sesuai dengan prosedur ataupun standar. 

Licensor berhak atas penerimaan pembayaran royalti sesuai dengan yang diperjanjikan, menggunakan mereknya sendiri, serta menuntut pembatalan perjanjian apabila licensee tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana yang diperjanjikan. 

Licensee berhak atas menggunakan merek yang dilisensikan sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan, memberikan lisensi kepada pihak pihak ketika apabila diperbolehkan pada perjanjian, serta menuntut pembatalan perjanjian apabila tidak sesuai dengan perjanjian. 

Selain itu, licensee juga berhak atas menuntut pembayaran kembali dari royalti yang telah dibayarkan kepada licensor apabila terdapat pembatalan dari perjanjiannya tersebut. 

Lisensi merek memiliki beberapa jenis, yaitu franchising atau waralaba, merchandising, brand extension, co-branding, component branding, dan standardization

 

Franchise 

Franchise atau waralaba adalah pemberian wewenang atas penggunaan suatu merek untuk dapat dijual secara komersial yang ditentukan berdasarkan perjanjian yang disetujui oleh notaris dan didaftarkan ke Kemenkumham. 

Menurut Bryce Webster, franchise adalah salah satu cara produksi dan distribusi barang dan/atau jasa kepada konsumen dengan suatu prosedur dan sistem eksploitasi tertentu, meliputi kesamaan dan penggunaan nama perusahaan merek, dan sistem produksi.

Selain itu, meliputi tata cara pengemasan, dan penggunaan dalam mengedarnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019, franchise adalah hak yang dipunyai perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan cirinya tersendiri. 

Ketentuan tersebut juga menjelaskan bahwa lisensi merek ini untuk memasarkan barang dan/atau jasa yang dapat digunakan oleh pihak lain berdasarkan pada perjanjian waralaba. 

Franchise memberikan kemudahan dan pengelolaan suatu usaha karena penerima franchise juga wajib untuk mengimplementasikan pedoman atau standar yang sama. 

Pertimbangan untuk mendirikan usaha franchise adalah memperhatikan proses bisnis yang digunakan oleh perusahaan pemilik lisensi, memperhatikan riwayat finansial calon penerima lisensi, dan memperhatikan persaingan usaha yang relevan. 

Keuntungan dalam usaha ini adalah perkembangan terhadap usaha yang dinilai lebih cepat, minim untuk melakukan promosi atau branding, memiliki rekan bisnis profesional, sebagai wadah dalam mempelajari suatu usaha. 

Contohnya, McDonald’s, Alfamart, SPBU, dan lainnya. 

 

Merchandising 

Pemberian izin terhadap lisensi merek untuk penggunaan desain dan karya cipta, seperti karakter fisik dan gambar seseorang dalam tampilan suatu produk barang dan/atau jasa yang beriringan dengan merek yang digunakan tersebut. 

Umumnya, memberikan izin produsen barang konsumsi, seperti piring, topi, pakaian, handuk, ataupun makanan yang dipresentasikan dalam suatu produk dengan merek pihak lain untuk meningkatkan ketertarikan dan keunikan di perspektif konsumen. 

Misalnya, Wet Brush berkolaborasi dengan Disney yang memproduksi suatu produk Disney Princess Wholehearted Wet Brush. 

 

Brand Extension

Suatu merek dapat berkolaborasi dengan pihak lainnya untuk menggunakan produk dari mereknya tersebut dalam membuat produk baru tersebut. Hal ini sebagai upaya suatu merek yang telah populer untuk mengenalkan suatu produk baru. 

Dampak positif dari brand extension adalah untuk mengoptimalkan reputasi merek, loyalitas konsumen, mengekspansi pasar yang lebih luas, mempunyai demografi baru, menyingkat anggaran promosi, serta mengoptimalkan penjualan. 

Namun, hal ini berdampak negatif juga atau terdapat kelemahan, yaitu berpeluang untuk merusak repusati merek asli, menurunkan ciri khas yang sudah ada, konsumen berpotensi mengalami over-saturation, menurunkan anggaran promosi, dan sulitnya segmentasi pasar. 

Misalnya, Nike sebagai merek dengan memproduksi barang olahrga, seperti Nike Air Max, Nike Pro, dan Nike Free. 

 

Co-Branding

Co-branding merupakan dua atau lebih merek yang mempunyai reputasi, walaupun tidak harus diposisikan pada level yang sama yang dapat digabungkan dalam suatu produk sehingga mewujudkan ketertarikan baru terhadap konsumen ataupun memperluas pasar. 

Dalam lisensi ini, para pihak menggabungkan beberapa sumber daya, misalnya keahlian, teknologi, dan pembiayaan untuk mewujudkan suatu produk baru yang meningkatkan nilai dari produk terhadap para konsumen. 

Lisensi ini bermanfaat untuk meningkatkan konsumen, ekspansi pasar, meningkatkan penjualan, perwujudan produk dengan berkualitas, meningkatkan keterandalan dan kehormatan, serta beban keuangan yang terbagi dalam pemasaran dan teknologi. 

Selain itu, memperoleh pendapatan yang bersumber dari teknologi atas usaha bersama dan membagikan risiko secara bersama-sama. 

Namun, co-branding juga memiliki kelemahan, yaitu berebut adanya pendapatan ataupun keuntungan, perubahan ciri khas, merger atau takeovers, dan perubahan terhadap pangsa pasar. 

Misalnya, McDonald’s dan Coca Cola bekerja sama untuk membuat suatu produk minuman khusus yang disediakan di McDonald’s, seperti McFloat dan McFizz. 

 

Component Branding 

Lisensi merek ini dimanfaatkan yang dimiliki merek pihak lain yang mempunyai muatan produk tersebut. Penggunaan atas merek dapat dipresentasikan dalam kemasan, iklan, atau pada produk utama yang berdampak pada persepsi konsumen terhadap produk tersebut. 

Reputasi merek tersebut akan berdampak pada nilai dan ketertarikan terhadap produk pertama. Umumnya, merupakan suatu produk yang mengandung beberapa produk di dalamnya dari merek yang berbeda. 

Component branding merupakan suatu strategi pemasaran mengenai merek komponen atau unsur atau bagian dari suatu produk diberi merek sendiri dan dipromosikan secara terpisah dari ciri khas utama produk dari merek tersebut. 

Misalnya, Bose yang merupakan suatu merek komponen dari sistem audio yang dimanfaatkan untuk berbagai mobil, seperti Audi, BMW, dan Porsche. 

 

Standardisasi

Standardisasi merupakan pemberian izin dalam menggunakan tanda dari suatu produk yang telah memeuni standar teknis atau standar lain yang ditambahkan pada nilai dari produknya. 

Untuk meningkatkan ketertarikan pada konsumen, pemilik dari suatu produk tersebut dapat memperoleh lisensi ini untuk menggunakan mereknya dari pihak yang memberikan sertifikasi. 

Pihak pemberi sertifikasi atau standardisasi ini dapat berupa Badan Pengaturan Standar Pemerintah atau Kendali Mutu Lembaga dan Organisasi Pengujian. Entitas ini berwenang untuk menyatakan bahwa produk tersebut telah memenuhi standar dan kualitas untuk suatu produk. 

Informasi yang menyatakan bahwa produk telah memenuhi standar kepada konsumen adalah dengan penggunaan suatu logo atau tanda tertentu yang dimiliki oleh entitas tersebut yang sudah menyetujuinya. 

Misalnya, penempatan logo halal, SNI, ISO, dan lainnya dalam suatu produk yang relevan. 

Sah! Menyediakan layanan berupa jasa legalitas usaha sehingga tidak perlu khawatir dalam menjalankan usahanya, termasuk juga untuk melindungi kekayaan intelektual, salah satunya perlindungan terhadap merek. 

Untuk yang hendak mendirikan suatu usaha dapat berkonsultasi dengan menghubungi WA 085173007406 atau mengunjungi laman sah.co.id

 

Source:

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Waralaba

Merek dan Indikasi Geografis (Tentang Pendaftaran Permohonan Merek dan indikasi Geografis Serta Perlindungannya) – Modul Kekayaan Intelektual Lanjutan oleh DJKI

https://dgip.go.id/artikel/detail-artikel/tingkatkan-keuntungan-usaha-melalui-lisensi-merek?kategori=

https://ntt.kemenkumham.go.id/berita-kanwil/berita-utama/12431-perjanjian-lisensi-merek-lindungi-pemilik-merek-dari-tindakan-pelanggaran-dalam-komersialisasi-ki

https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/komersialisasikan-merek-dengan-beragam-bentuk-lisensi?kategori=pengumuman

https://www.cimbniaga.co.id/id/inspirasi/bisnis/bisnis-franchise-kenali-pengertian-dan-keuntungannya

https://money.kompas.com/read/2021/08/07/093416226/apa-itu-franchise-dan-bagaimana-skema-bisnisnya

https://media.neliti.com/media/publications/29575-ID-strategi-co-branding-untuk-meningkatkan-ekuitas-merk.pdf

https://finance.detik.com/solusiukm/d-6308886/co-branding-adalah-pengertian-contoh-dan-kegunaan 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *