Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Sidang MK, Simak Sebab Paslon 01 dan 03 ingin Pilpres Diulang

Ilustrasi Sidang MK tentang Pilpres Diulang
Sumber Foto: CNBC Indonesia

Sah! – Sidang MK telah digelar perdana pada tanggal 27 Maret 2024 teparnya pada hari Rabu. Tim Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud menanggapi perkara hasil akhir Pemilu 2024 oleh KPU dengan registrasi Nomor 1/PHPU.Pres-XXII/2024.

Sidang MK ini merupakan salah satu sidang yang diselenggarakan atas Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Pada sidang pertama yang diselenggarakan Rabu kemarin merupakan sesi untuk para pemohon terkait permohonannya dan pemeriksaan pendahuluan.

Melihat hasil Pilpres 2024 kemarin, dapat diketahui bahwa pasangan Prabowo-Gibran menang dengan memperoleh suara tertinggi yang diikuti oleh Anies-Muhaimin dan adapun yang ketiga adalah Ganjar-Mahfud.

Namun, pada ruang sidang MK, dua kubu dari paslon nomor urut 01 dan 03 menggugat supaya Pemilu bisa diselenggarakan kembali sebagaimana mestinya. Sidang MK tersebut dipimpin oleh Suhartoyo selaku ketua MK dengan versama anggotanya

Permohonan atas diulangnya Pemilu merupakan salah satu wujud. tanggapan dari keberlangsungan Pemilu kemarin yang penuh dengan teka teki soal kecurangan yang terjadi. 

Hal yang sama juga diberitahukan oleh Anies-Muhaimin bahwa semestinya Pemilu 2024 ini mampu digelar secara bebas, penuh kejujuran, dan menjunjung tinggi nilai keadilan. 

Dalam sidang perdana, Anies-Muhaimin turut hadir dalam ruang sidang pleno MK bersama dengan kuasa hukumnya salah satunya adalah Bambang Widjojanto. Dalam sidang pemohon melontarkan beberapa pokok permohonan menanggapi hasil pemungutan suara yang dikeluarkan oleh KPU.

Kemenangan pasangan nomor urut 02 yakni Prabowo-Gibran dengan perolehan suara sebanyak 58,6 telah memenuhi unsur kecurangan.

Dimana dalam pokok permohonannya, pasangan Prabowo-Gibran tidak memenuhi asas-asas Pemilu di antaranya seperti asas bebas, jujur dan adil. Selain itu dalam pelaksanaannya telah bertentangan dengan prinsip penyelenggaraannya.

Banyak modus kejahatan yang ditujukan dari Jokowi untuk berbuat curang hingga menurunkan kejahatan-kejahatan lainnya. Hal ini telah melanggar prosedur Pemilu sehingga sangat bisa mempengaruhi hasil Pemilu kemarin. 

Kuasa hukum Anies-Muhaimin telah menjelaskan dalam dalilnya bahwa konstitusi telah dikhianati yang dimulai dari intervensi kekuasaan sehingga bisa melumpuhkan independesnsi penyelenggaraan Pemilu sebagaimana mestinya. 

Selain itu adanya juga nepotisme yang dikeluarkan oleh pasangan nomor urut 2 sehingga pada saat itu memanfaatkan beragam cara curang seperti penyalahgunaan lembaga keperesidenan, mengangkat kepala daerah dengan masifnya, struktur di bawah telah dipengaruhi oleh pejabat di atasnya, banyak melibatkan para ASN, mengerahkan kades, terkait putusan yang dikeluarkan MK mengenai sengketa pencalonan usia cawapres. 

Adapun kala itu terjadi pembagian bantuan sosial dengan masif menjelang Pemilu kepada masyarakat. Hal tersebut telah melanggar regulasi hukum UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Kecurangan-kecurangan yang terjadi sangat berdampak baik bagi pasangan nomor urut 02 yakni Prabowo-Gibran sehingga kemenangan suara yang diperoleh menyebabkan juga dilaksanakannya Pemilu hanya satu putaran. 

Adapun kecurangan-kecurangan prosedural tersebut dilatarbelakangi oleh beberapa hal seperti memanipulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), banyaknya surat suara Pemilu yang sudah tercoblos pada pasangan Prabowo-Gibran, money politics, terjadi pemungutan suara yang dilakukan oleh anak-anak, serta juga wujud kecurangan KPU dengan menggelembungkan suara pasangan nomor urut 02 pada tampilan aplikasi Sirekap. 

Seperti di TPS 7 tepatnya berada di Kelurahan Kemanisan, Curug, Kota Serang, Banten yang mana secara sengaja dalam proses pemungutans suara banyak sekali anak-anak yang diikutsertakan. 

Kecurangan lainnya adalah KPU yang sebelumnya telah mengumumkan terkait jumlah tempat suara pemutakhiran dan data pemilih Pemilu 2024, tetapi hal tersebut tidak sesuai fakta yang ada di lapangan. 

Lalu, dalam sidang pleno MK tersebut, kuasa hukum Anies-Muhaimin selaku pemohon juga menyampaikan terkait pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden nomor urut 02 yang mana KPU telah meloloskan verifikasi berkas pendaftarannya tanpa revisi PKPU 19/2023 terlebih dahulu. 

Terlihat berdasarkan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023 sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia menjadi wakil presiden. 

Dalam hal tersebut, KPU semestinya melakukan revisi PKPU 19/2023 terlebih dahulu.sebelum melakukan verifikasi berkas didaftarkannya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada kala itu. 

Pemohon juga dalam hal ini mengemukakan argumennya bahwa begitu kuat pengaruh diloloskannya Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto. 

Padahal, sebelum adanya Gibran sebagai cawapres mengindikasi adanya dukungan langsung oleh Jokowi beserta para menterinya, dan juga perangkat desa untuk mengasosiasikan dukungan secara terang-terangan maupun tidak untuk mendukung paslon nomor urut 02. 

Kecurangan yang terjadi ini menurut pemohon telah bertentangan dengan Pasal 282 dan Pasal 283 ayat (1) Undang-Undang Pemilu. Dengan landasan huku tersebut, maka MK bisa membatalkan hasil suara Pemilu yang memenangkan pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gobran.

Selain dibatalkannya Putusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum, pemohon juga minta MK untuk bisa mendiskualifikasi paslon nomor urut 02 dalam kontestasi Pilpres 2024. 

Dengan didiskualifikasinya pasangan nomor urut 02 tersebut maka Pilpres dapat diulang kembali tanpa diikutsertakannya Prabowo-Gibran.

Pemohon dalam hal ini juga meminta supaya Bawaslu sebagai lembaga pengawas Pemilu mampu memberi supervisi dalam amar putusan ini. 

Hal yang sama juga dibeberkan kuasa hukum pasangan nomor urut 03 yakni Ganjar-Mahfud bahwa Pemilu yang diselenggarakan kemarin penuh dengan kecurangan. Prof Mhfud MD meminta supaya MK bisa berlaku adil dalam hal substansif sehingga bukan hanya keadilan formal prosedural saja. 

Mahfud juga mengatakan bahwa negara lain seperti Australia, Ukraina, Bolivia, Kenya, Malawi, Thailand, dan negara lainnya pernah melaksanakan judicial positivism sehingga mengakibatkan batalnya Pemilu 2024. 

Adapun kuasa hukum dari Ganjar-Mahfud di antaranya ada Todung M.Lubis dan Annisa Ismail yang memberikan dalil permohonannya yakni mengenai Perkara Nomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024. 

Dalam pokok pembahasanya bahwa Pemilu 2024 kemarin menyebabkan kekosongan hukum pada UU Pemilu 2024. Buktinya terjadi banyak neoptisme sehingga menimbulkan abuse of power yang tak terkendalikan. 

Annis melontarkan nepotisme yang dilakukan oleh Jokowi selaku presiden Indonesia yang mengajukan putranya yakni Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres yang berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Hal tersebut tentunya menjadikan abuse of power di semua lini kekuasaan maupun pemerintahan. Adapun UU Pemilu tidak dapat memberikan penanganan pada perkara yang bersangkutan sehingga terjadi kekosongan hukum di sini dengan jelas. 

Lalu pemohon dari tim kuasa Ganjar-Mahfud berpandangan bahwa para penegak hukum pelaksana Pemilu kehilangan independensinya sehingga dinilai tidak efektif. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga nampak memberikan perlindungan kepada termohon.

Tidak hanya itu, kuasa hukum Ganjar-Mahfud juga menilai ketidakefektifan lembaga Bawaslu untuk menuntaskan laporan-laporan yang masuk mengenai kecurangan Pemilu 2024.

Annis meminta supaya MK sebagai lembaga untuk memberi perlindungan terhadap konstitusi bangsa tidak terjebak pada Mahkamah Kalkulator. 

Dalam hal ini, pemohon dari pasangan nomor urut 03 memohon supaya MK dapat memutuskan pembatalan mengenai putusan KPU mengenai hasil pemungutan suara yakni putusan KPU Nomor 360 Tahun 2024. 

Dengan dibatalkannya putusan tersebut, pemohon juga meminta supaya pasangan nomor urut 02 Prabowo-Gibran dapat didiskualifikasi sebagai peserta Pemilu 2024 dalam putusan KPU Nomor 1632 tentang Penetapan Pasangan Calon Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024. 

Todung selaku kuasa hukum Ganjar Pranowo dan Prof Mahfud MD juga meminta supaya selambat-lambatnya Pemilu 2024 dapat diulang pada 26 Juni 2024. 

 

Demikianlah artikel yang membahas mengenai Sidang MK mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang mana pemohon dari pasangan nomor urut 01 dan 03 sama-sama memohon kepada MK untuk mengulang Pemilu 2024 tanpa adanya Prabowo-Gibran.

Sah! juga menyediakan beragam artikel menarik lainnya yang dapat diakses melalui Laman Sah.co.id. Anda bisa menjelajahi artikel dengan informasi-informasi yang bermanfaat tentunya.

Source:

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=20185&menu=2 

https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=20183&menu=2 

WhatsApp us

Exit mobile version