Berita Hukum Legalitas Terbaru

Prosedur Pencabutan Izin Usaha

Ilustrasi Prosedur Pencabutan Izin Usaha
Sumber foto: ojk.go.id

Sah! – Apabila suatu kegiatan usaha dianggap tidak memenuhi ketentuan yang berlaku atau melakukan pelanggaran yang tidak semestinya, terdapat suatu mekanisme dimana usaha tersebut dapat terancam eksistensinya karena berpotensi dicabut izin usahanya.

Tak dapat dipungkiri bahwa salah satu ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha agar dapat menjalankan kegiatan usaha di Indonesia adalah mengurus perizinan berusaha termasuk menjalankan kewajiban yang melekat kepadanya.

Dalam hal pengurusan perizinan usaha, para pelaku usaha kini dimudahkan dengan adanya sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik melalui layanan Online Single Submission atau yang sekarang dikenal dengan OSS berbasis risiko.

Dengan diberlakukannya perizinan berusaha berbasis risiko melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021, maka perizinan usaha yang diberikan kepada pelaku usaha disesuaikan dengan tingkat risiko usaha yang dijalankan. Perizinan usaha yang dimaksud adalah Nomor Induk Berusaha (NIB), Sertifikat Standar, dan Izin.

Perizinan berusaha diberikan kepada pelaku usaha untuk menjadi legalitas penunjang kegiatan usaha. Dan setiap pelaku usaha tentunya ingin agar bisnis yang dibangunnya terus berkembang dipercaya oleh publik. Sehingga faktor legalitas dari izin usaha sangat penting adanya.

Namun adakalanya, beberapa pelaku usaha melakukan pencabutan perizinan berusaha yang telah diperoleh. Pencabutan merupakan perbuatan administratif yang mengakibatkan dicabutnya perizinan berusaha berbasis risiko bisa karena permohonan pelaku usaha, putusan pengadilan atau sanksi.

Dalam peraturan BPKM Nomor 5 tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pencabutan perizinan usaha yang dimohonkan oleh pelaku usaha dibagi dua yaitu;

  1. Pencabutan izin usaha likuidasi, yaitu pencabutan karena pembubaran usaha orang perseorangan dan badan usaha. Pencabutan ini dilakukan terhadap seluruh perizinan berusaha yang dimiliki pelaku usaha mulai dari NIB, sertifikat standar sampai izin yang telah terverifikasi.
  2. Pencabutan izin usaha non-likuidasi, yaitu pencabutan yang tidak termasuk pembubaran usaha orang perseorangan atau badan usaha.

Untuk permohonan pencabutan izin usaha likuidasi dilakukan secara mandiri oleh pelaku usaha secara daring melalui layanan OSS yang akan memvalidasi data meliputi:

  1. Identitas pelaku usaha (direksi atau kuasa direksi)/likuidator/tim penyelesai;
  2. Akta notaris tentang pendirian badan usaha dan perubahan terakhir serta pengesahan dari Sistem Administrasi Badan Hukum (AHU-Online);
  3. LKPM dari Periode terakhir yang telah disetujui atas seluruh proyek yang dimiliki pelaku usaha; dan
  4. NPWP.

Dalam hal akta notaris belum divalidasi oleh sistem OSS, maka pelaku usaha orang perseorangan, likuidator, tim penyelesai dapat mengunggah sendiri dokumen persyaratan tersebut melalui sistem OSS.

Kemudian sistem akan memverifikasi dalam waktu lima hari sejak permohonan pencabutan diajukan.

Kemudian jika permohonan pencabutan perizinan usaha disetujui dan dinotifikasi oleh OSS, maka pencabutan izin usaha likuidasi akan disertai dengan pencabutan seluruh perizinan berusaha seperti NIB, Sertifikat standar, dan Izin.

Pencabutan perizinan berusaha juga menimbulkan kewajiban bagi pelaku usaha untuk menyelesaikan masalah-masalah terkait likuidasi pelaku usaha sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Namun demikian bukan berarti pelaku usaha sudah tidak dapat mengajukan perizinan kembali. Pelaku usaha masih bisa mengajukan perizinan berusaha baru dalam waktu enam bulan sejak tanggal pencabutan.

Namun jika dalam kurun waktu itu tidak mengajukan permohonan perizinan berusaha yang baru maka sistem OSS akan secara otomatis membatalkan hak akses. Sehingga waktu enam bulan akan menjadi limit waktu bagi pelaku usaha untuk dapat mengajukan izin kembali.

Dari sudut hukum administrasi negara, izin merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah, di dalamnya tertuang muatan yang bersifat konkret, individual, dan final.

Izin harus memenuhi unsur-unsur keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam UU No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga izin sebagai bentuk keputusan tata usaha negara merupakan salah satu dimensi relasi yuridis antara pemerintah dan warganya.

Namun, di sisi lain perizinan merupakan sebuah kewenangan pemerintah yang perwujudannya dalam bentuk pengaturan. Pengaturan perizinan dapat berupa pemenuhan persyaratan, kewajiban, maupun larangan.

Implikasinya adalah, jika persyaratan, kewajiban, dan larangan yang dimintakan dalam izin tidak terpenuhi, maka akan berdampak pada izin itu sendiri. Salah satu bentuk tidak terpenuhinya persyaratan, kewajiban, dan larangan itu adalah terjadinya pelanggaran yang berujung pada sanksi hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang melakukan pelanggaran.

Perizinan hadir sebagai upaya mengatur kegiatan-kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanisme perizinan yaitu melalui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan.

Perizinan merupakan bentuk pelaksanaan fungsi mengatur dan bersifat pengendalian yang dimiliki pemerintah, yaitu merupakan mekanisme pengendalian administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.

Masing-masing peraturan perizinan diatur dalam peraturan perundang-undangan tersendiri, maka dalam proses penerapannya harus memperhatikan peraturan perundangan yang menjadi dasarnya.

Saat terjadi pelanggaran perizinan, maka pemerintah sebelum menjatuhkan sanksi berupa paksaan pemerintahan, harus mengkaji secara cermat fakta pelanggaran hukumnya dengan membedakan dua jenis, yaitu:

  1.     Pelanggaran yang tidak bersifat substansial
  2.     Pelanggaran yang bersifat substansial

Dalam proses penetapan sanksi paksaan pemerintahan, harus didahului dengan surat peringatan tertulis yang dituangkan dalam surat keputusan tata usaha negara.

Surat tersebut berisi, peringatan definitif, menyebutkan organ berwenang, ditujukan pada orang yang tepat, ketentuan yang dilanggar jelas, pelanggaran harus jelas, peringatan harus memuat beberapa hal penting.

Beberapa hal penting itu meliputi penentuan jangka waktu, pemberian beban jelas dan seimbang, pemberian beban tanpa syarat, beban mengandung pemberian alasannya, dan peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.

Dari perspektif hukum administrasi negara pula, konteks izin itu sendiri erat kaitannya dengan prinsip contrarius actus. Penjelasan mengenai asas contrarius actus di antaranya dirumuskan oleh William  Livesey Burdick dalam bukunya The Principles of Roman Law and Their Relation to Modern  Law yang menyatakan bahwa:

If an obligation had been entered into by the expression of solemn words, it could be extinguished only in the same way, namely by the “unsaying” of the words in the same way and manner in which they had been originally spoken.

Contrarius actus mendalilkan bahwa pencabutan suatu KTUN yang telah dibuat dan berkekuatan hukum hanya dapat dilakukan sesuai dan sebagaimana cara KTUN tersebut dibuat.

Menurut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, sebagaimana yang dikutip oleh M. Lutfi Chakim asas contrarius actus dalam hukum administrasi negara adalah asas yang menyatakan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”) yang menerbitkan KTUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya.

Asas ini berlaku meskipun dalam KTUN tersebut tidak ada klausula pengaman yang lazim. Apabila dikemudian hari ternyata ada kekeliruan atau kekhilafan, maka keputusan ini akan ditinjau kembali.

Apabila disandingkan dengan penjelasan dalam artikel Menguji Ketepatan Asas Contrarius Actus dalam Perppu Ormas, maka hanya Pejabat TUN pembuat KTUN tersebut yang berwenang membatalkannya.

Apabila ditelusuri, rumusan dalam Pasal 64 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”) yang telah Anda singgung pun sejatinya berakar pada asas contrarius actus tersebut.

Hal ini dapat ditemukan dalam Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan susunan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (“Kemenpan RB”).

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa izin usaha pada hakikatnya erat kaitannya dengan keputusan hukum administrasi negara, namun meskipun demikian harus diketahui bahwa izin usaha tetaplah memiliki spektrum yang luas.

Apabila Anda ingin melakukan pengurusan izin usaha, Sah! dapat menjadi sarana alternatif untuk membantu Anda. Sah! adalah platform terpercaya yang berfokus kepada berbagai aspek legalitas dan hukum bisnis. Kunjungi laman sah.co.id untuk melihat artikel-artikel terkait.

Source:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko

https://www.hukumonline.com/berita/a/aturan-hukum-pencabutan-izin-usaha-lt62bc0fd484608/?page=all

https://lexmundus.com/articles/pencabutan-izin-usaha/

https://www.hukumonline.com/klinik/a/perbedaan-pencabutan-dan-pembatalan-keputusan-tata-usaha-negara-lt5d042aa150f13/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *