Sah! – Kasus korupsi yang melibatkan PT Timah kembali menguatkan pentingnya akuntabilitas dalam tata kelola perusahaan. Direksi dan komisaris sebagai organ utama perseroan memiliki peran strategis dalam pengawasan dan pengambilan keputusan.
Ketika terjadi penyimpangan, keduanya bisa dimintai pertanggungjawaban hukum. Dalam konteks hukum korporasi, peran aktif atau kelalaian pimpinan perusahaan menjadi kunci dalam menentukan keterlibatan.
Oleh karena itu, pembahasan kali ini meliputi, apa saja struktur organisasi dalam PT, bagaimana bentuk tanggung jawab hukum direksi dan komisaris, analisis kasus korupsi pada PT Timah serta upaya pencegahan korupsi dalam sebuah PT.
Struktur organisasi PT dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terdiri dari tiga organ utama: Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
- RUPS merupakan organ tertinggi dalam PT yang terdiri dari seluruh pemegang saham. RUPS memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang bersifat strategis
- Direksi, bertanggung jawab untuk menjalankan dan mengelola kegiatan usaha PT sehari-hari. Direksi terdiri dari Direktur Utama dan Direktur-direktur yang bertugas menjalankan fungsi-fungsi operasional perusahaan.
- Dewan Komisaris, memiliki tugas mengawasi jalannya perusahaan dan memastikan bahwa Direksi menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan kepentingan perusahaan.
Karena direksi bertanggung jawab atas pengurusan PT, maka setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian PT apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
Namun, menurut Pasal 97 ayat (5) UU PT, anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian apabila dapat membuktikan:
- kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
- telah melakukan pengurusan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan;
- tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
- telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Dalam tindak pidana korupsi dikenal konsep pertanggungjawaban pidana oleh korporasi. Berdasarkan UU No.40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas ditentukan bahwa jika terdapat tindakpidana korupsi maka yang bertanggung jawab adalah Komisaris dan Direktur perseroan.
Sebelum menganalisis kasus korupsi pada PT Timah, maka kita perlu memahami terlebih dahulu apa saja macam-macam korupsi dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :
- Melawan hukum, memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan/perekonomian negara (Pasal 2)
- Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / kedudukan yang dapat merugikan keuangan / perekonomian Negara ( Pasal 3 )
- Penyuapan (Pasal 5, Pasal 6, dan Pasal 11)
- Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10)
- Pemerasan dalam jabatan (Pasal 12)
- Berkaitan dengan pemborongan (Pasal 7 )
- Gratifikasi (Pasal 12B dan Pasal 12C)
Secara Umum korupsi adalah semua tindakan tidak jujur dengan memanfaatkan jabatan atau kuasa yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tujuh kelompok besar yaitu :
- Perbuatan yang merugikan negara.
- Suap.
- Gratifikasi.
- Penggelapan dalam jabatan.
- Pemerasan.
- Perbuatan curang.
- Benturan kepentingan dalam pengadaan.
PT. Timah Tbk merupakan satu dari sekian bagian dari BUMN yang didirikan sejak 1976 dalam pengelolaan rangkaian bisnis pertambangan timah, mulai dari eksplorasi hingga pemasaran. PT Timah Tbk merupakan anggota dari Holding BUMN pertambangan MIND ID.
Kasus korupsi Timah tersebut bermula pada tahun 2018 saat Direktur Utama PT Timah dan Direktur Keuangan menggunakan PT Stanindo Inti Perkasa dan CV Venus Inti Perkasa untuk membuat perjanjian kerjasama sewa menyewa peralatan peleburan timah dengan PT Timah.
Kasus korupsi PT Timah tersebut merupakan tindak pidana korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Dimana kasus ini melibatkan sejumlah pihak, termasuk direksi PT Timah Tbk, smelter, dan penambang ilegal.
Penyalahgunaan wewenang oleh Direktur Utama Pt Timah dan Direktur Keuangan menghasilkan kerugian negara mencapai triliun rupiah. Kerugian itu dinilai bukan saja dalam aspek finansial pendapatan tetapi juga pada ekologi, sosial, dan ekosistem.
Perusahaan tersebut melaksanakan pertambangan timah secara ilegal pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang dimiliki PT Timah Tbk. Ada pula penggelapan dana tersebut dilakukan oleh Harvey Moeis dan rekan melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR).
Merujuk Pasal 91 UU Nomor 19 Tahun 2003, pelibatan pihak swasta melalui perusahaan boneka jelas melanggar ketentuan tersebut. Pelanggaran ini tampak dalam pembentukan perusahaan boneka yang menampung dan mengelola bijih timah yang dijual ke PT Timah Tbk.
Lebih lanjut, korupsi di PT Timah Tbk tidak mengimplementasikan ketentuan hukum di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 disebutkan bahwa:
“Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan oleh anggaran dasar.”
RUPS memilik wewenang dalam permintaan pertanggungjawaban Dewan Komisaris atau Direksi yang meliputi pengelolaan perusahaan, perubahan Anggaran Dasar, pengangkatan dan pemberhentian jabatan, pembagian serta manajemen tugas antar departemen.
Amanat RUPS dan kewenangan komisaris sebagaimana termaktub di dalam UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN dan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tidak diimplementasikan maksimal oleh PT Timah sehingga korupsi tidak dapat dicegah lebih awal.
Padahal, slama kurun tiga tahun di 2015-2022 PT Timah jelas memiliki agenda rutin RUPS yang seharusnya dapat dijadikan sebagai ruang evaluasi mengenai berbagai bentuk kerja sama yang dapat dirujuk melalui kerugian di dalam laporan sejak tahun 2015.
Upaya pencegahan korupsi dalam PT :
- RUPS dapat meminta keterangan laporan keuangan dan kerja sama secara detil kepada Direksi agar dapat dipelajari secara detil. Kerugian PT. Timah Tbk setiap laporan keuangan dapat menjadi landasan pemegang saham untuk meminta keterangan di dalam RUPS.
- Apabila perusahaan tidak mau memberi data dan keterangan, maka pemegang saham dapat menempuh jalur pengadilan melalui surat tertulis. Di sisi lain, Komisaris juga dapat mengevaluasi dugaan-dugaan laporan keuangan yang lebih dulu di singgung di RUPS.
- Laporan harta kekayaan penyelenggara negara juga menjadi alat penting untuk mendeteksi potensi tindak pidana korupsi dan illicit enrichment. Ketidakpatuhan atau keterlambatan dalam pelaporan harta kekayaan dapat menimbulkan kecurigaan adanya ketidakjujuran atau upaya menyembunyikan sesuatu.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya. Sah! juga menyediakan layanan berupa konsultasi pendirian badan usaha seperti UMKM hingga layanan sertifikasi profesional dan terpercaya. Untuk yang hendak mendirikan usaha atau mengurus legalitas usaha dapat menghubungi WA 0856-2160-034 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id.
Sumber Peraturan Perundang-Undangan :
- UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Pasal 1 Ayat (2) UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
- Pasal 97 ayat (1) dan (2) UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
- Pasal 97 ayat (3) dan (5) UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
- Pasal 91 UU Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara
Sumber Jurnal :
- Iqbal, Muhamad. “Efektifitas Hukum Dan Upaya Menangkal Hoax Sebagai Konsekuesni Negatif Perkembangan Interkasi Manusia.” Literasi Hukum 3.2 (2019): 1-9.
- Ido Gustiawan Putra, dkk. TELAAH KORUPSI PT TIMAH TBK MENURUT IMPLEMENTASI HUKUM PERUSAHAAN INDONESIA. Jurnal Legisia. 2024
Sumber Internet :
- Muhammad Syahputra Sandiyudha, Yang Luput dari Kasus Korupsi Tata Niaga Timah, Hukum Online, https://www.hukumonline.com/berita/a/yang-luput-dari-kasus-korupsi-tata-niaga-timah-lt677f90799e9c2/, diakses pada 18 April 2025
- Brandon Mulya Wijaya, Reportase Kasus Korupsi Timah 271 Triliun dari Kacamata Hukum: Suatu Analisis, LK2 FHUI, https://lk2fhui.law.ui.ac.id/portfolio/reportase-kasus-korupsi-timah-271-triliun-dari-kacamata-hukum-suatu-analisis/, diakses pada 18 April 2025
- PT TIMAH TBK, “Sejarah,” PT TIMAH TBK, https://timah.com/blog/tentangkami/sejarah.html, diakses pada 18 April 2025
- Susi Setiawati, “Jadi Sorotan Skandal Korupsi, Keuangan PT Timah Rugi Rp 449 M,” CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/research/20240329190840-128-526644/jadi-sorotan-skandal-korupsi-keuangan-pt-timah-rugi-rp-449-m, diakses pada 18 April 2025
- Redaksi, “Update Baru & Kronologi Lengkap Kasus Timah yang Seret Harvey Moeis,” CNBC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/market/20240330095717-17-526671/update-baru-kronologi-lengkap-kasus-timah-yang-seret-harvey-moeis, diakses pada 18 April 2025