Berita Hukum Legalitas Terbaru
KUHP  

Permufakatan Jahat Menurut Pasal 13 UU No 1 Tahun 2023 KUHP Terbaru

Ilustrasi pasal KUHP

Sah !- “Malum consilium consultori pessimum” — “Nasihat buruk adalah nasihat terburuk bagi yang memberi nasihat.” Pasal 13 KUHP terbaru mengatur tentang permufakatan jahat, yang terjadi ketika dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan tindak pidana, dengan ketentuan hukuman yang diatur secara tegas dalam undang-undang.

Pengantar: Permufakatan Jahat dalam Konteks Hukum Pidana

Permufakatan jahat merupakan salah satu bentuk perbuatan pidana yang terjadi saat dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan tindak pidana tertentu.

Pasal 13 KUHP terbaru memberikan kerangka hukum yang jelas mengenai bagaimana permufakatan jahat ini diatur dan bagaimana sanksi pidana diterapkan terhadap mereka yang terlibat dalam persekongkolan untuk melakukan kejahatan.

Berikut adalah kutipan lengkap dari Pasal 13 KUHP terbaru:

  • Pasal 13: Permufakatan Jahat
    1. Permufakatan jahat terjadi jika 2 (dua) orang atau lebih bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana.
    2. Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana dipidana jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
    3. Pidana untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
    4. Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
    5. Pidana tambahan untuk permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

Penjelasan Mendalam: Permufakatan Jahat sebagai Bentuk Kejahatan Terorganisir

Pasal 13 KUHP terbaru memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana permufakatan jahat diatur dan bagaimana sanksi diterapkan dalam sistem hukum pidana Indonesia. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai elemen-elemen penting dari pasal ini:

1. Definisi Permufakatan Jahat

Ayat (1) menjelaskan bahwa permufakatan jahat terjadi ketika dua orang atau lebih bersepakat untuk melakukan suatu tindak pidana. Ini berarti bahwa kejahatan dalam bentuk permufakatan sudah terjadi pada saat ada kesepakatan untuk melakukan tindak pidana, meskipun tindak pidana tersebut belum dilakukan.

Contohnya adalah ketika sekelompok orang bersepakat untuk melakukan perampokan, meskipun perampokan tersebut belum terjadi, tindakan permufakatan ini sudah dapat dianggap sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana.

2. Ketentuan Hukum untuk Permufakatan Jahat

Ayat (2) menyatakan bahwa permufakatan jahat hanya dapat dikenai sanksi pidana jika ketentuan tersebut secara tegas diatur dalam undang-undang. Artinya, tidak semua bentuk permufakatan untuk melakukan tindak pidana dapat dipidana, kecuali telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagai contoh, undang-undang tertentu mungkin secara khusus mengatur bahwa permufakatan untuk melakukan tindak pidana tertentu, seperti terorisme atau narkotika, dapat dikenai hukuman, sedangkan bentuk permufakatan lainnya mungkin tidak dikenai sanksi pidana.

3. Batasan Hukuman untuk Permufakatan Jahat

Ayat (3) menetapkan bahwa hukuman untuk permufakatan jahat tidak boleh melebihi 1/3 dari maksimum ancaman pidana pokok untuk tindak pidana yang bersangkutan. Ketentuan ini memberikan batasan yang jelas agar hukuman yang dijatuhkan tetap proporsional dengan peran masing-masing pelaku dalam persekongkolan.

Sebagai contoh, jika ancaman hukuman untuk perampokan adalah 12 tahun penjara, maka hukuman maksimum untuk permufakatan jahat dalam kasus ini tidak boleh lebih dari 4 tahun penjara.

4. Hukuman untuk Permufakatan Jahat dalam Kasus Tindak Pidana Berat

Ayat (4) mengatur bahwa dalam kasus permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan adalah penjara selama 7 tahun.

Ini menunjukkan bahwa meskipun persekongkolan tersebut berkaitan dengan kejahatan yang sangat serius, ada batasan maksimum hukuman yang dapat dijatuhkan bagi pelaku permufakatan.

5. Pidana Tambahan untuk Permufakatan Jahat

Ayat (5) menjelaskan bahwa pidana tambahan yang dapat dijatuhkan untuk permufakatan jahat sama dengan pidana tambahan yang berlaku untuk tindak pidana yang bersangkutan. Pidana tambahan ini bisa berupa pencabutan hak-hak tertentu, denda, atau hukuman lainnya yang diatur dalam undang-undang.

Kesimpulan

Bapak/Ibu pembaca yang terhormat, Pasal 13 KUHP terbaru memberikan kerangka hukum yang jelas dan terstruktur mengenai bagaimana permufakatan jahat diatur dalam sistem hukum pidana Indonesia.

Dengan menetapkan definisi yang spesifik dan sanksi yang proporsional, pasal ini memastikan bahwa kejahatan yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui persekongkolan tetap dapat diadili dan dihukum dengan adil.

Memahami konsep permufakatan jahat ini membantu kita melihat bagaimana hukum pidana bekerja untuk menangani kejahatan terorganisir dan mencegah terjadinya kejahatan sebelum tindakan kriminal dilakukan. Pasal 13 ini adalah elemen penting dalam menjaga ketertiban dan keamanan dalam masyarakat melalui penegakan hukum yang tegas.

Semoga penjelasan ini memberikan wawasan yang lebih mendalam dan membantu Bapak/Ibu dalam memahami pentingnya definisi dan sanksi untuk permufakatan jahat dalam proses penegakan hukum pidana di Indonesia, serta bagaimana konsep ini diterapkan dalam praktik sehari-hari.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *