Berita Hukum Legalitas Terbaru
HAKI  

Perlindungan Hukum bagi Pencipta Buku Modul atas Penggandaan dan Plagiarisme 

pathway in the middle of piled books

Sah! – Tindakan penggandaan dan plagiarisme di era digitalisasi sangat marak terjadi. Perkembangan globalisasi yang begitu pesat mengakibatkan terbangunnya sistem jual beli secara online di dunia maya melalui internet atau suatu aplikasi.

Kehidupan yang semakin modern mampu mengubah sikap masyarakat Indonesia untuk mengikuti zaman, salah satunya melakukan jual beli barang atau jasa secara online. Tentunya, E-Commerce sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.

Globalisasi juga memengaruhi sistem hukum dan ekonomi Negara Indonesia salah satunya adalah adanya HKI.

HKI (Hak Kekayaan Intelektual) adalah suatu hak yang diperoleh seseorang karena telah menciptakan  kreativitas intelektual.

Manusia yang mengehasilkan kreativitas dan apa yang diciptakan mampu bermanfaat bagi banyak orang tentu sangat berhak menikmati Hak Kekayaan Intelektual.  Hak cipta adalah salah satu unsur dari kekayaan intelektual.

Pada dasarnya Hak Kekayaan Intelekual (HKI) adalah suatu hak atas kebendaan yang diberikan kepada seseorang atas hasil pemikiran invensi akal budi manusia, kreasi, dan desain yang mana hasil karyanya dapat dimanfaatkan untuk diperjualbelikan (E-Commerce).

Hak cipta adalah salah satu unsur dan ruang lingkup dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI).  Buku modul pembelajaran merupakan bentuk karya cipta nyata dan bukan berbentuk abstrak.

Buku adalah salah satu bentuk karya cipta yang harus dilindungi yang mana peran buku sendiri di Negara Indonesia sangat penting yakni sebagai alat untuk menecerdaskan kehidupan bangsa seperti yang sudah dipaparkan dalam Mukaddimah UUD 1945.

Fungsi buku yang lain antaranya adalah sebagai media atau perantara, sebagai miliki, sebagai pencipta suasana, dan sebagai sumber kreativitas.

Buku yang merupakan karya cipta tentunya melahirkan yang Namanya hak cipta dari seorang pencipta. Perlindungan hukum terhadap hak cipta adalah salah satu upaya untuk membangun semangat gairah mencipta dalam menciptakan suatu karya cipta diberbagai bidang, misalnya ilmu pengetahuan, sastra, dan seni.

Dalam hal ini, pemerintah Negara Indonesia sudah mengatur perundang-undangan tentang hak cipta yang secara dinamis peraturannya mengikuti perkembangan globalisasi saat ini.

Namun, dalam realita yang terjadi di Indonesia banyak sekali kasus- kasus pelanggaran hak cipta yang dilakukan oleh beberapa pihak.

Menurut Jumhana yakni perlindungan hukum terhadap hak cipta harus ditekankan kepada penciptanya. Dapat dikatakan tidak melakukan plagiat (plagiarisme) dari pencipta dengan adanya suatu perjanjian dan perizinan antara kedua belah pihak.

Perizinan tersebut dilakukan antara pencipta dengan seseorang yang berkeinginan untuk melakukan kegiatan menjiplak yang mana dikatakan bahwa suatu karya cipta tersebut adalah benar-benar hasil cipta dari seorang pengarang.

Oleh karena itu, sudah diatur dalam hukum Indonesia bahwa dapat terlebih dahulu dibuktikan dengan adanya pendaftaran merek dagang atau pendaftaran dari merek suatu karya cipta tersebut di Departemen Kehakiman.

Hak cipta melahirkan suatu hak yaitu hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah hak untuk memanfaatkan melalui penjualan hasil karya ciptanya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Hak ekonomi atau yang sering dikenal dengan Economic rights adalah suatu hak yang melekat pada diri pencipta suatu karyanya untuk menggandakan dan hak untuk memberi izin kepada orang lain untuk melakukan penggandaan atau memperbanyak suatu karya cipta dari pencipta tersebut.

Lain halnya dengan hak moral atau yang dikenal dengan Moral rights di mana hak moral tersebut lebih menitikberatkan pada kepentingan pencipta.

Kepentingan individu tersebut dalam artian seperti hak untuk mengumumkan karya, menulis judul dari karya ciptanya, menulis nama asli maupun samarannya, dan mempertahankan nilai integritas dari suatu karyanya tersebut.

Upaya perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual seperti hak cipta memang sangat penting diterapkan karena kemajuan teknologi yang pesat di era globalisasi seperti sekarang memungkinkan berbagai pihak dengan mudah melakukan kegiatan plagiat atau pun penggandaan karya dengan tujuan komersil atau diperjualbelikan kembali.

Perlindungan hukum atas hak cipta sudah diterapkan oleh negara maju melalui perumusan hukum secara internasional agar dapat membentengi sekaligus memberikan perlindungan kepada warga negaranya terkait Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari apa yang sudah dicipatakan oleh mereka.

Tahun 1994 sudah ada Agreement Establishing The World Trade Organization di Marakesh. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 mengatur tentang persetujuan pembentukan organisasi WTO.

 

World Trade Organization memuat lampiran IC yang berisi Agreement On Trade-Related Aspects Of Intellectual Property Rights (TRIPs).

Lampiran tersebut menyatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi adalah lingkup hak cipta, merek dagang, indikasi geografis, desain industri, paten, desain tata letak sirkuit terpadu, perlindungan informasi rahasia dan kontrol praktek monopoli dalam perjanjian lisensi.

Hak Kekayaan Inteletektual (HKI) telah diatur sejak zaman kolonial Hindia Belanda. Indonesia telah mempunyai Undang-Undang tentang Hak Kekayaan Intelektual khususnya lingkup hak cipta yaitu pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

Pada mulanya, Undang-Undang terkait peraturan hak cipta yang diterapkan di Indonesia melalui asas konkordansi yang mana peraturan tersebut sudah berlaku sejak dulu di Negeri Belanda.

Perlindungan hukum melalui Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 terkait hak cipta memuat larangan penggandaan buku untuk kegiatan komersil secara banyak dan pembajakan sudah diatur dalam Pasal 9 ayat (3).

Namun, pada realitanya perlindungan hukum melalui Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2014 Pasal 9 ayat (3) tidak memberikan perlindungan secara penuh karena masih banyak pihak- pihak tertentu menyalahgunakan karya cipta dari pihak lain dalam artian di sini adalah penciptanya.

Dalam hal ini, perlindungan hukum di Negara Indonesia melalui peraturan yang sudah tersebut di atas tidak memberikan efek jera kepada para pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum misalnya menjiplak menggandakan dengan jumlah banyak dari hasil cipta pihak lain dengan tujuan komersil atau untuk diperjualbelikan.

Apalagi melihat kenyataan yang ada bahwa saat ini perkembangan teknologi di era globalisasi sangat pesat sehingga penggandaan dan kegiatan menjiplak (plagiarisme) oleh pihak lain dapat dengan mudah dilakukan.

Plagiarisme adalah kegiatan mengambil dan menjiplak ciptaan hasil karya pencipta tanpa menyebutkan sumbernya dengan lengkap. Plagiarisme saat ini banyak terjadi dan dilakukan oleh berbagai pihak misalnya terjadi pada dunia akademik.

Misalnya melakukan plagiat terhadap isi buku dari pihak lain yang mana buku tersebut juga akan ditujukan untuk kegiatan jual beli. Tentunya hal ini sangat merugikan pihak pencipta buku karena merasa dirugikan atas pelanggaran pihak lain yang melakukan plagiat terhadap isi buku.

Dalam Pasal 15 Undang- Undang Hak Cipta telah memaparkan konsep tindakan plagiasrisme yang memberikan pembatasan dan perlindungan terhadap pencipta.

 

Demikianlah artikel yang membahas seputar hak cipta pada buku modul pembelajaran dan perlindungan hukum terkait tindakan penggandaan dan plagiarisme. 

Sah! menyediakan beragam artikel yang membahas seputar informasi maupun berita terupdate. Sah! juga menyediakan jasa layanan perizian usaha, merek, pajak, dan lain-lain. Langsung saja akses laman Sah.co.id atau hubungi melalui WA 0851 7300 7406.

 

Source:

https://ejournal.balitbangham.go.id/index.php/kebijakan/article/download/1521/pdf_1

https://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/download/42478/pdf_1

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/view/43086/20727

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *