Berita Hukum Legalitas Terbaru
Hukum  

Pentingnya memahami jenis-jenis perikatan berdasarkan hukum di Indonesia sebelum melakukan kesepakatan! Demi Menghindari Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum

closeup photo of black ballpoint pen on book

Sah! – Jenis-Jenis Perikatan

Macam-macam perikatan apabila mengacu pada rumusan sistematika Buku III Burgerlijk Wetboek (BW) dapat dibagi menjadi 8 jenis, yaitu: 

1. Perikatan berdasarkan sumbernya: Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1233 Burgerlijk Wetboek (BW) perikatan berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi 2, yakni:

  • Perikatan yang bersumber dari perjanjian

Hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. 

Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya sumber-sumber lain yang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian

  • Perikatan yang bersumber dari undang-undang. 

Perikatan yang lahir karena undang-undang itu sendiri maksudnya adalah bahwa perikatan itu timbul karena memang undang-undang mengaturnya Demikian sehingga memunculkan prestasi atau kewajiban untuk dipenuhi.

2. Berdasarkan wujud prestasinya: Merujuk pada ketentuan dalam 1234 Burgerlijk Wetboek (BW) perikatan berdasarkan wujud prestasinya dibedakan menjadi 3, yakni: 

– Perikatan Memberi Sesuatu. 

– Perikatan Berbuat sesuatu. 

– Perikatan Tidak Berbuat Sesuatu. 

3. Perikatan bersyarat: Perikatan bersyarat diatur dalam pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan Pasal 1267 Burgerlijk Wetboek (BW). 

Yang dimaksud dengan perikatan bersyarat adalah perikatan yang ditanggungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi.

 Baik secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW). 

4. Perikatan berdasarkan ketetapan waktu: Perikatan dengan ketetapan waktu diatur dalam Pasal 1268 Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan pasal 1271 Burgerlijk Wetboek (BW). 

Yang disebut dengan perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan yang ditangguhkan pelaksanaanya sampai pada waktu yang ditentukan. 

5. Perikatan alternatif: Perikatan mana suka atau alternatif diatur dalam Pasal 1272 Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan Pasal 1277 Burgerlijk Wetboek (BW). 

Dalam perikatan alternatif, debitor dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih salah satu diantara prestasi yang telah ditentukan. Di sini alternatif didasarkan pada segi sisi dan maksud perjanjian. 

6. Perikatan tanggung renteng: Perikatan tanggung renteng diatur dalam Pasal 1278 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d Pasal 1295 Burgerlijk Wetboek (BW). 

Perikatan tanggung renteng adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berutang berhadapan dengan satu orang kreditor.

Dimana salah satu dari debitor itu telah membayar utangnya pada kreditor, maka pembayaran itu akan membebaskan teman-teman yang lain dari utang. 

7. Perikatan dapat dibagi-bagi dan tak dapat dibagi-bagi: Perikatan dapat dibagi dan tak dapat dibagi diatur dalam Pasal 1296 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal 1303 Burgerlijk Wetboek (BW). 

Perikatan dapat dibagi adalah suatu perikatan dimana setiap debitor hanya bertanggung jawab sebesar bagiannya terhadap pemenuhan prestasinya. 

Dengan demikian dia pun terbebas dari kewajiban pemenuhan prestasi selebihnya. Masing-masing kreditor hanya berhak menagih sebesar bagiannya saja. Jadi, disini, jika barang atau harga yang menjadi objek prestasi memang sesuai untuk dibagi-bagi. 

8. Perikatan dengan ancaman hukuman (pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal 1312 Burgerlijk Wetboek (BW): Perikatan dengan ancaman hukuman diatur dalam pasal 1304 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal 1312 Burgerlijk Wetboek (BW). 

Perikatan dengan ancaman hukuman adalah suatu perikatan di mana seseorang untuk jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi.

 

Kapan Seseorang dikatakan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum?

1. Wanprestasi

Wanprestasi adalah “Pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.” 

Secara umum wanprestasi adalah: “Suatu keadaan dimana seorang debitur (berutang) tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian”. 

Wanprestasi terjadi apabila salah satu pihak tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun undangundang. 

Wanprestasi dapat terjadi baik karena disengaja maupun tidak disengaja. Pihak yang tidak sengaja, wanprestasi ini dapat terjadi karena memang tidak mampu untuk memenuhi prestasi tersebut atau juga terpaksa untuk tidak melakukan prestasi tersebut. 

Dalam pelaksanaan perjanjian apabila terjadi suatu keadaan, dimana debitur (pihak yang berkewajiban) tidak melaksanakan prestasi (kewajiban) yang bukan dikarenakan keadaan memaksa, maka debitur akan dimintai ganti rugi. 

Wanprestasi adalah suatu istilah yang menunjuk pada ketiadalaksanaan prestasi oleh debitur. Terjadinya wanprestasi mengakibatkan pihak lain (lawan dari pihak yang wanprestasi) dirugikan. 

Karena adanya kerugian oleh pihak lain, maka pihak yang telah melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa: 

Pembatalan perjanjian; pembatalan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi; pemenuhan perjanjian dan pemenuhan perjanjian disertai tuntutan ganti rugi.

2. Perbuatan Melawan Hukum

Dalam konteks hukum perdata, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah onrechtmatige daad. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, perbuatan melawan hukum adalah: 

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. 

Menurut Rosa Agustina, dalam bukunya Perbuatan Melawan Hukum dipaparkan bahwa dalam menentukan suatu perbuatan dapat dikualifisir sebagai melawan hukum, diperlukan 4 syarat: 

Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; Bertentangan dengan hak subjektif orang lain; Bertentangan dengan kesusilaan; Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian. 

Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, sebagaimana dikutip oleh Rosa Agustina, menguraikan unsur-unsur perbuatan melawan hukum yang harus dipenuhi, antara lain: 

Harus ada perbuatan (positif maupun negatif); Perbuatan itu harus melawan hukum; Ada kerugian; Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian; dan Ada kesalahan.

 

Kunjungi laman berita hukum terpilih yang disajikan melalui website Sah.co.id. Baca berita terbaru lainnya dan kunjungi juga website Sah.co.id atau bisa hubungi WA 0851 7300 7406 untuk informasi pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha

 

Source:

Ahmad Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011).

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, 2007.

Ardhiani Chrisnia, Christopher Wongso, Retno Hadiningtyas. 2021. Perikatan Generik, Alternatif, Fakultatif, dan Kumulatif. Fakultas Hukum Universitas Airlangga. https://fh.unair.ac.id/hukum-bisnis/perikatan-generik-alternatif-fakultatif-dan-kumulatif/ diakses pada 20 Maret 2024 pukul 22.20 WITA

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya, 2010

  1. Satrio, Hukum Perjanjian, Bandung: PT. Aditya Bhakti, 1992.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338 ayat 1

Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002.

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Cet I (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001).

Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Depok: Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia), 2003.

Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1990).

Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Bandung: Alumni, 1986. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *