Berita Hukum Legalitas Terbaru
KUHP  

Penjelasan Pasal 21 KUHP Terbaru, Pembantuan dalam Tindak Pidana

Ilustrasi pasal KUHP

Sah !- “Actus non facit reum nisi mens sit rea” — “Seseorang tidak bersalah hanya karena tindakannya, kecuali ada niat jahat.” 

Pasal 21 KUHP terbaru mengatur tentang pembantuan dalam tindak pidana, yang mencakup tindakan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan tindak pidana, serta memberikan bantuan pada saat tindak pidana dilakukan.

Pengantar: Peran Pembantu dalam Tindak Pidana

Pembantuan dalam tindak pidana adalah konsep penting dalam hukum pidana yang memperluas tanggung jawab pidana tidak hanya kepada pelaku utama, tetapi juga kepada mereka yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan tindak pidana. Pasal 21 KUHP terbaru menetapkan berbagai bentuk pembantuan yang dapat dikenai sanksi pidana, serta batasan-batasan hukuman yang relevan.

Berikut adalah kutipan lengkap dari Pasal 21 KUHP terbaru:

  • Pasal 21: Pembantuan dalam Tindak Pidana
    1. Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja:
      • a. memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan Tindak Pidana; atau
      • b. memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan.
    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II.
    3. Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
    4. Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
    5. Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.

Penjelasan Mendalam: Pembantuan dalam Tindak Pidana

Pasal 21 KUHP terbaru memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana pembantuan dalam tindak pidana diatur dan bagaimana sanksi diterapkan dalam sistem hukum pidana Indonesia. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai elemen-elemen penting dari pasal ini:

1. Definisi Pembantuan dalam Tindak Pidana

Ayat (1) menjelaskan bahwa seseorang dapat dipidana sebagai pembantu tindak pidana jika mereka dengan sengaja:

  • Memberikan kesempatan, sarana, atau keterangan yang membantu pelaku utama dalam melakukan tindak pidana; atau
  • Memberikan bantuan secara langsung pada saat tindak pidana tersebut dilakukan.

Contoh: Seseorang yang menyediakan kendaraan untuk digunakan dalam perampokan atau memberi informasi tentang jadwal keamanan di sebuah tempat dapat dianggap sebagai pembantu dalam tindak pidana tersebut.

2. Pengecualian untuk Tindak Pidana dengan Denda Ringan

Ayat (2) memberikan pengecualian bahwa ketentuan pembantuan tidak berlaku untuk tindak pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II. Ini berarti bahwa pembantuan dalam tindak pidana yang bersifat ringan, yang hanya diancam dengan denda kecil, tidak akan dikenai hukuman pidana.

3. Batasan Hukuman untuk Pembantuan Tindak Pidana

Ayat (3) menetapkan bahwa hukuman untuk pembantuan tindak pidana tidak boleh melebihi 2/3 dari maksimum ancaman pidana pokok untuk tindak pidana yang bersangkutan. Ini memberikan batasan yang jelas agar hukuman yang dijatuhkan tetap proporsional dengan peran pembantu dalam kejahatan tersebut.

Contoh: Jika ancaman hukuman maksimum untuk tindak pidana adalah 12 tahun penjara, maka hukuman maksimum untuk pembantuan tindak pidana tersebut adalah 8 tahun penjara.

4. Hukuman untuk Pembantuan Tindak Pidana Berat

Ayat (4) mengatur bahwa dalam kasus pembantuan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, hukuman maksimum yang dapat dijatuhkan adalah penjara selama 15 tahun.

Ini menunjukkan bahwa meskipun pembantu tidak melakukan tindak pidana secara langsung, mereka tetap dapat dikenai hukuman yang berat jika tindak pidana yang dibantu adalah kejahatan serius.

5. Pidana Tambahan untuk Pembantuan Tindak Pidana

Ayat (5) menjelaskan bahwa pidana tambahan yang dapat dijatuhkan untuk pembantuan tindak pidana sama dengan pidana tambahan yang berlaku untuk tindak pidana yang bersangkutan. Pidana tambahan ini bisa berupa pencabutan hak-hak tertentu, denda, atau hukuman lainnya yang diatur dalam undang-undang.

Kesimpulan

Bapak/Ibu pembaca yang terhormat, Pasal 21 KUHP terbaru memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana hukum pidana Indonesia memperlakukan pembantuan dalam tindak pidana.

Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau sarana untuk melakukan kejahatan dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, dengan ketentuan yang proporsional berdasarkan peran mereka dalam tindak pidana tersebut.

Hukum pidana tidak hanya mengejar pelaku utama kejahatan, tetapi juga mereka yang berkontribusi secara signifikan dalam pelaksanaan tindak pidana. Dengan memahami pasal ini, kita dapat melihat bagaimana hukum berfungsi untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dalam kejahatan, baik secara langsung maupun tidak langsung, tetap bertanggung jawab atas tindakan mereka.

Setiap bentuk kontribusi terhadap tindak pidana, baik itu secara fisik maupun melalui dukungan moral atau materiil, memiliki konsekuensi hukum yang jelas. Pasal 21 KUHP ini mengingatkan kita bahwa dalam masyarakat yang adil, tidak ada peran dalam kejahatan yang bisa dianggap remeh atau dibiarkan tanpa sanksi.

Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *