Berita Hukum Legalitas Terbaru
Pajak  

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pemalsuan Bukti Pembayaran Pajak Oleh Korporasi 

financial, analysis, accounting

Sah!- Di era perkembangan teknologi sangat memungkinkan banyak terjadi kasus pemalsuan bukti pembayaran pajak oleh korporasi. Mengenai hal ini maka diperlukan penegakan hukum.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 

Pasal 39 ayat:

“Setiap orang yang mana dengan sengaja:

a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dipertegas sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. menyalahgunakan atau memakai tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;

c. tidak tersampaikannya Surat Pemberitahuan;

d. menyampaikan Surat Pemberitahuan atau dalam keterangan isinya tidak benar;

e. menolak dilakukannya pemeriksaan yang terdapat pada Pasal 29;

f. menunjukkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lainnya yang palsu atau dipalsukan seolah-olah hal yang dilakukan benar;

g. tidak melaksanakan pembukuan atau pencatatan di negara Indonesia, tidak menunjukkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;

h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau dilaksanakan dengan program aplikasi online di Indonesia yang dimaksudkan pada Pasal 28 ayat (11);

i. tidak menyerahkan pajak yang sudah dipotong atau dipungut sehingga bisa memunculkan kerugian pendapatan negara yang dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.”

(2) Jika pidana yang dimaksud dalam ayat (1) ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana jika seseorang melakukan ulang tindak pidana pada bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun, dihitung saat selesainya menjalani pidana penjara yang diberikan.

(3) Setiap individu yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau memakai tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang dimaksudkan pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 2 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Pasal 39A, berbunyi jika “setiap orang yang dengan sengaja:

a. menerbitkan dan/atau memakai faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak sesuai transaksi yang sebenarnya; atau

b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak pada faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak pada faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.”

Pasal 41

“(1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memberikan kewajiban dalam merahasiakan hal yang dimaksudkan pada  Pasal 34 akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00.

(2) Pejabat yang sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat yang dimaksudkan pada Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00. (3) Penuntutan pada tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya terjadi jika pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.”

Pasal 41A. Yang mana berbunyi “Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah).”

Pasal 41B. Yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”

Adapun Pasal 41C berbunyi:

“(1) setiap individu yang secara sengaja tidak mematuhi kewajiban yang dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00.

(2) Menjelaskan jika setiap individu yang secara sengaja menjadikan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain yang dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00.

(3) Menjelaskan bahwa setiap individu yang secara sengaja tidak memberi data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak yang dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00.

(4) Menjelaskan bahwa setiap individu yang secara sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan hingga memunculkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00.”

Dengan adanya korporasi ini sebenarnya banyak menimbulkan keuntungan yang diperoleh masyarakat dan negara, selain adanya keuntungan terdapat juga dampak atau kerugian yang bisa ditimbulkan dari adanya korporasi itu sendiri.

Dengan timbulnya dampak negatif ini bisa mengakibatkan koeporasi menjadi mengejar sebuah keuntungan yang sangat besar.

Pada konteks perpajakan korporasi memiliki peran yang penting yang terdapat pada UU No. 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan.

Tujuan dibentuknya usaha dalam rangka untuk mencari keuntungan. Badan Hukum atau Korporasi dapat melakukan suatu hubungan hukum atau mengadakan perjanjian secara tertulis maupun tidak tertulis dengan pihak ketiga.

Badan hukum atau korporasi memiliki hak perdata baik atas benda bergerak dan tidak bergerak, benda berwujud maupun tidak berwujud. Badan Hukum atau korporasi bisa menggunakan nama dan bisa juga melakukan perbuatan yang melawan hukum.

Dalam pemahaman terkait penegakan hukum untuk korporasi yang melakukan tindak pidana pemalsuan bukti pembayaran pajak dan bagaimana bisa terjadi pemalsuan bukti pembayaran pajak yang diperlukan serta dalam memberikan keadilan dan meninggikan angka pelayanan kepada wajib pajak.

Selain itu, supaya dapat meningkatkan kepastian hukum dalam mewaspadai perkembangan pada bidang teknologi informasi dan perkembangannya yang terjadi pada ketentuan material pada konteks perpajakan yang perlu dilakukan dengan perubahan pada UU No. 6 Tahun 1983 yang mana telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2000, yang mana telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007 mengenai Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang dikhususkan di bagian “menimbang”.

 

Demikianlah artikel yang membahas seputar penegakan hukum terhadap korporasi yang melakukan pemalsuan terhadap bukti pembayaran pajak. 

Sah!- juga menyediakan artikel lainnya yang dapat Anda akses melalui laman Sah.co.id. Tentunya banyak artikel bermanfaat dan selalu update. 

 

Source:

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/54743 

https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/7918 

https://j-innovative.org/index.php/Innovative/article/view/7918/5553 

WhatsApp us

Exit mobile version