Sah! – Dalam dunia bisnis yang dinamis, keberadaan Perseroan Terbatas (PT) adalah wujud legal dari sebuah entitas usaha. Namun, tidak semua PT bertahan selamanya. Ada saatnya perusahaan harus mengakhiri aktivitas hukumnya melalui proses pembubaran, likuidasi, dan akhirnya penghapusan status hukum.
Proses ini diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT).
Pembubaran adalah titik awal berakhirnya status hukum sebuah PT. Berdasarkan Pasal 142 UU PT, pembubaran perseroan dapat terjadi karena:
- Berakhirnya jangka waktu berdirinya PT yang ditentukan dalam anggaran dasar.
- Berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
- Berdasarkan penetapan pengadilan.
- Karena dicabutnya kepailitan setelah dinyatakan pailit.
- Harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
- Karena harta hasil likuidasi tidak cukup untuk membayar seluruh utang.
- Dicabutnya izin usaha dan/atau perusahaan melakukan kegiatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Setelah pembubaran, perusahaan tidak otomatis hilang. Ia memasuki fase likuidasi, yaitu proses pemberesan aset dan kewajiban. Sesuai Pasal 143 sampai Pasal 152 UU PT, dalam tahap ini:
- Likuidator ditunjuk (oleh RUPS, pengadilan, atau dalam hal tertentu pihak lain yang berwenang).
- Seluruh aset PT dihitung dan dijual untuk membayar utang kepada kreditor.
- Sisa aset (jika ada) dibagikan kepada pemegang saham.
Selama proses ini, nama PT harus menyertakan kata “dalam likuidasi” di belakangnya
Pasal 143 UU PT menjelaskan bahwa meskipun sebuah perseroan dinyatakan bubar, status badan hukumnya tetap melekat hingga proses likuidasi selesai dan laporan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan.
Selama masa ini, semua surat resmi harus mencantumkan kata “dalam likuidasi” setelah nama perseroan. Ini penting agar publik tahu bahwa perusahaan tidak lagi beroperasi seperti biasa, melainkan sedang menyelesaikan tahap akhir hidup hukumnya.
Pembubaran PT bisa terjadi secara otomatis, misalnya jika masa berlaku PT yang tercantum dalam anggaran dasar telah habis. Dalam hal ini, Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) harus segera bertindak.
RUPS diberi waktu paling lambat 30 hari untuk menunjuk seorang likuidator. Sejak masa berlaku PT berakhir, direksi tidak lagi diperbolehkan membuat perjanjian atau tindakan hukum atas nama PT (Pasal 145 UU PT).
Namun, pembubaran tak hanya terjadi karena berakhirnya masa berlaku. Pengadilan juga dapat membubarkan PT jika terbukti melanggar kepentingan umum, terdapat cacat hukum sejak pendiriannya, atau perusahaan sudah tidak bisa lagi dijalankan secara wajar (Pasal 146 UU PT).
Permohonan pembubaran oleh pengadilan bisa diajukan oleh banyak pihak. Mulai dari kejaksaan, pemegang saham, direksi, hingga pihak lain yang berkepentingan secara hukum.
Setelah PT resmi dibubarkan, maka tugas besar pun berpindah ke tangan likuidator. Sesuai Pasal 147 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007, dalam waktu 30 hari sejak pembubaran, likuidator wajib mengumumkan pembubaran kepada para kreditor dan Menteri Hukum dan HAM.
Pengumuman kepada kreditor wajib dimuat dalam Surat Kabar dan Berita Negara Republik Indonesia. Tujuannya agar transparansi terjaga, dan kreditor punya kesempatan menagih haknya.
Sesuai Pasal 147 ayat (2), isi pengumuman ini harus lengkap. Di antaranya mencantumkan dasar hukum pembubaran, nama dan alamat likuidator, cara mengajukan tagihan, dan batas waktunya.
Adapun jangka waktu pengajuan tagihan ditetapkan selama 60 hari sejak tanggal pengumuman tersebut (Pasal 147 ayat (3)). Setelah itu, hak tagih kreditor bisa dianggap hangus jika tidak diajukan.
Tak hanya kepada kreditor, likuidator juga wajib memberitahu Menteri Hukum dan HAM agar status PT sebagai entitas yang sedang dilikuidasi dapat dicatat resmi dalam daftar Perseroan (Pasal 147 ayat (4)).
Pemberitahuan ini harus dilampiri bukti hukum pembubaran serta bukti bahwa pengumuman kepada kreditor telah dilakukan sesuai ketentuan. Semua ini demi menjamin proses yang tertib dan sah menurut hukum.
Pasal 149 menjelaskan peran penting likuidator saat Perseroan dibubarkan. Likuidator bertugas membereskan seluruh harta kekayaan Perseroan dengan cara yang transparan dan tertib hukum.
Dalam Pasal 149 ayat (1) disebutkan, tugas-tugas likuidator meliputi mencatat dan mengumpulkan kekayaan dan utang Perseroan. Setelah itu, ia wajib mengumumkan rencana pembagian hasil likuidasi lewat Surat Kabar dan Berita Negara.
Setelah pengumuman, likuidator harus membayar kewajiban kepada kreditor. Bila ada sisa kekayaan, maka dibagikan kepada para pemegang saham. Tindakan lain yang dibutuhkan juga harus dilakukan demi menyelesaikan pemberesan secara menyeluruh.
Jika dalam prosesnya diketahui utang lebih besar dari kekayaan, maka sesuai ayat (2), likuidator wajib mengajukan permohonan pailit. Ini bertujuan agar pemberesan utang dilakukan sesuai prosedur hukum.
Namun, pailit bisa dihindari jika tidak diwajibkan oleh peraturan lain, dan semua kreditor yang diketahui alamatnya setuju pemberesan dilakukan di luar kepailitan. Jadi, fleksibilitas tetap ada bila semua pihak sepakat.
Kreditor juga diberi ruang untuk bersuara. Menurut ayat (3), mereka boleh mengajukan keberatan atas rencana pembagian kekayaan dalam waktu 60 hari sejak pengumuman dilakukan. Jika keberatan ditolak, kreditor tak langsung kehilangan haknya. Ayat (4) menyatakan bahwa mereka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri, maksimal 60 hari setelah penolakan diterima.
Sah! menyediakan layanan berupa pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha. Untuk yang hendak mendirikan lembaga/usaha atau mengurus legalitas usaha bisa hubungi WA 0851 7300 7406 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id.
Sumber
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4756.
Sihotang, Rachel Tasya. “Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham.” Jurnal Darma Agung 31, no. 3 (June 2023): 500–510. ISSN 2654-3915.
Oetari Probowat, Niken, Abunawas Abunawas, dan Resi Pranacitra. “Analisis Yuridis Aturan Hukum Pembubaran Perseroan Terbatas dan Kepailitan.” Acta Diurnal: Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan 9, no. 6 (2022).
Paula, P. “Tanggung Jawab Perseroan Terbatas dalam Likuidasi.” Acta Diurnal: Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan 4, no. 2 (2021): 132–349. https://doi.org/10.23920/acta.v4i2.595.
Hukumonline. “Prosedur Likuidasi Perseroan Terbatas.” Hukumonline.com. Terakhir diubah pada Januari 15, 2014. Diakses April 19, 2025. https://www.hukumonline.com/klinik/a/prosedur-likuidasi-perseroan-terbatas-lt52d60272898d1/.