Sah! – “Adolescens non est criminalis ex se” — “Seorang anak muda tidak bisa dianggap kriminal secara sendiri.” Pasal 25 KUHP terbaru mengatur tentang hak pengaduan bagi korban tindak pidana aduan yang belum berumur 16 tahun, dengan ketentuan khusus mengenai siapa yang berhak mengajukan pengaduan jika korban masih di bawah umur.
Pengantar: Pengaduan Tindak Pidana bagi Korban di Bawah Umur
Dalam kasus tindak pidana aduan, korban yang masih di bawah umur sering kali tidak memiliki kemampuan atau keberanian untuk mengajukan pengaduan sendiri.
Pasal 25 KUHP terbaru memberikan aturan rinci mengenai siapa yang dapat bertindak atas nama korban yang belum berumur 16 tahun, memastikan bahwa hak-hak korban tetap terlindungi meskipun mereka belum mencapai usia dewasa.
Berikut adalah kutipan lengkap dari Pasal 25 KUHP terbaru:
- Pasal 25: Pengaturan Pengaduan bagi Korban Tindak Pidana di Bawah Umur
- Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.
- Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.
- Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
- Dalam hal Korban Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.
Penjelasan Mendalam: Mekanisme Pengaduan bagi Korban di Bawah Umur
Pasal 25 KUHP terbaru memberikan panduan yang komprehensif mengenai proses pengaduan tindak pidana aduan yang melibatkan korban di bawah umur. Berikut adalah penjelasan rinci mengenai elemen-elemen penting dari pasal ini:
1. Hak Orang Tua atau Wali untuk Mengadu
Ayat (1) menyatakan bahwa jika korban tindak pidana aduan belum berumur 16 tahun, hak untuk mengajukan pengaduan ada pada Orang Tua atau wali korban. Ini adalah langkah pertama yang memastikan bahwa anak di bawah umur memiliki perwakilan yang sah dalam mengajukan pengaduan.
Contoh: Jika seorang anak menjadi korban pencemaran nama baik, Orang Tua atau wali mereka memiliki hak untuk mengajukan pengaduan atas nama anak tersebut.
2. Pengaduan oleh Keluarga Garis Lurus
Ayat (2) menjelaskan bahwa jika Orang Tua atau wali korban tidak ada atau mereka sendiri yang menjadi pihak yang harus diadukan, maka hak untuk mengajukan pengaduan beralih kepada keluarga sedarah dalam garis lurus, seperti kakek, nenek, atau saudara kandung yang lebih tua.
Contoh: Jika seorang anak di bawah umur menjadi korban kekerasan oleh Orang Tuanya sendiri, maka kakek atau neneknya dapat mengajukan pengaduan.
3. Pengaduan oleh Keluarga Garis Menyamping
Ayat (3) menetapkan bahwa jika tidak ada keluarga sedarah dalam garis lurus yang dapat mengajukan pengaduan, hak tersebut beralih kepada keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga, seperti paman, bibi, atau sepupu.
Contoh: Jika seorang anak di bawah umur tidak memiliki Orang Tua atau kakek-nenek yang masih hidup, maka paman atau bibinya dapat mengajukan pengaduan atas namanya.
4. Pengaduan oleh Diri Sendiri atau Pendamping
Ayat (4) memberikan solusi terakhir, yaitu jika korban tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah baik dalam garis lurus maupun menyamping sampai derajat ketiga, maka korban dapat mengajukan pengaduan sendiri atau melalui pendamping yang dipercaya. Ini memastikan bahwa korban tetap memiliki akses ke keadilan meskipun tidak ada keluarga yang dapat mewakili mereka.
Contoh: Seorang anak yatim piatu yang menjadi korban tindak pidana dapat mengajukan pengaduan sendiri atau dibantu oleh pendamping hukum atau sosial.
Kesimpulan
Bapak/Ibu pembaca yang terhormat, Pasal 25 KUHP terbaru memberikan perlindungan khusus bagi korban tindak pidana aduan yang belum mencapai usia 16 tahun.
Dengan menetapkan prosedur yang jelas mengenai siapa yang berhak mengajukan pengaduan, hukum pidana Indonesia berupaya untuk melindungi hak-hak anak dan memastikan bahwa mereka mendapatkan keadilan meskipun dalam situasi yang sulit.
Aturan ini mencerminkan komitmen hukum pidana untuk tidak hanya melindungi masyarakat secara umum, tetapi juga untuk memberikan perhatian khusus kepada kelompok-kelompok yang rentan, seperti anak-anak di bawah umur.
Dalam konteks ini, peran keluarga dan pendamping menjadi sangat penting dalam memastikan bahwa proses hukum tetap berjalan dengan lancar dan adil.
Dengan pemahaman yang jelas mengenai mekanisme pengaduan bagi korban di bawah umur, kita dapat memastikan bahwa sistem hukum tetap responsif terhadap kebutuhan dan hak-hak anak, yang sering kali tidak memiliki suara kuat dalam masyarakat.
Pasal 25 ini mengingatkan kita bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan hukum yang maksimal, dan bahwa setiap kasus harus ditangani dengan sensitivitas dan perhatian yang layak.
Kunjungi laman sah.co.id dan instagram @sahcoid untuk informasi menarik lainnya.