Sah!- Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara telah disahkan oleh pada 30 mei 2024.
Peraturan tersebut membuat dinamika baru bagi dunia pertambangan di Indonesia. Tidak sedikit masyarakat yang turut mengkritisi pengesahan Peraturan Pemerintah terbaru tersebut.
Pasalnya dalam PP Nomor 25 Tahun 2014 disisipkan Pasal 83A yang secara umum menjelaskan mengenai pemberian izin tambang bagi organisasi kemasyarakatan keagamaan.
Pada Pasal 83 A ayat 1 tujuan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) bagi organisasi keagamaan adalah demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun demikian tidak sedikit masyarakat yang menganggap organisasi kemasyarakatan keagamaan seharusnya fokus terhadap hal-hal yang berbau dengan keagamaan,
Penawaran prioritas WIUPK bagi Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan agama merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
PKP2B adalah suatu perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk bersama-sama melakukan kegiatan usaha pertambangan batubara.
Istilah perjanjian karya tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 196 tentang Pertambangan. Selain daripada itu definisi mengenai Perjanjian Karya dalam bidang pertambangan batubara juga tercantum dalam Keputusan Menteri Pertambangan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996.
Kontrak kerjasama batubara terbagi menjadi 3 generasi. Pada generasi pertama (1981-1993), presiden mengeluarkan Keppres Nomor 49 Tahun 1981 sebagai prinsip kerjasama batubara.
Sebelum munculnya keputusan tersebut, pada tahun 1972, perusahaan swasta sudah diizinkan melakukan penambangan batubara dalam lingkup yang lebih kecil.
Setelah dikeluarkan Keppres Nomor 49 Tahun 1981 pihak swasta dapat melakukan kegiatan pertambangan terhadap wilayah yang dicadangkan untuk negara yang termasuk di dalamnya 14 blok di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.
Padan tahun 1986 Kontrak Kerjasama Batubara ditutup sementara bagi investor asing dalam rangka memberikan kesempatan perusahaan dalam negeri untuk berkontribusi meningkatkan perkembangan pertambangan batubara.
Selanjutnya pada periode 1993-1996 memasuki perkembangan kerjasama pertambangan batubara generasi II. Pada generasi II perjanjian kerjasama batubara ditandai dengan dikeluarkannya Keppres Nomor 21 Tahun 1993 yang telah membuka kembali kesempatan bagi investor asing dalam mengelola tambang batubara dalam negeri.
PKP2B pada generasi III berlangsung dari tahun 1996 hingga saat ini. Pemerintah mengeluarkan Keppres Nomor 75 Tahun 1996 serta KMK Nomor 680.K/29/MPE/1997. perjanjian kerjasama batubara kemudian diubah dari Kontrak Kerjasama Batubara menjadi PKP2B.
Tidak dapat dipungkiri, batubara menjadi komoditas yang sangat penting, sama halnya seperti mineral atau hasil galian bumi lainnya. Batubara juga menjadi salah satu bahan bakar utama bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) selain dari pada minyak bumi.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menyatakan bahwa pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) PKP2B lebih dari Rp 38 Miliar. Dengan demikian dapat terlihat bahwa pertambangan batubara menjadi suatu komoditi yang berharga bagi pemasukan negara.
Komoditas yang memiliki nilai tinggi seperti hasil bumi tentu akan membawa keuntungan yang signifikan, namun demikian tidak sedikit bisnis pada bidang pertambangan mendapatkan banyak kritikan akibat dari maraknya kasus korupsi yang terjadi serta permasalahan lingkungan yang dihasilkannya.
Maka dari itu sebagian pihak yang mengkritisi kebijakan pemerintah yang mengizinkan organisasi masyarakat keagamaan untuk mengelola tambang. Dibukanya kesempatan pengelolaan tambang bagi ormas agama akan menimbulkan permasalahan baru.
Selain dari pada pembicaraan mengenai peraturan ini berbau politis lantaran dilaksanakan 4 bulan sebelum pemilu yang tentunya syarat akan kepentingan, pemberian izin tambang juga dilakukan secara prioritas di mana tidak ada urgensi memberikan prioritas bagi organisasi keagamaan untuk mengelola tambang batubara.
Pasalnya PP Nomor 25 Tahun 2024 telah menyalahi peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara.
Menurut M. Jamil Ketua Divisi Hukum dan Kebijakan Jatam, dalam UU Minerba, Izin Usaha Pertambangan (IUP) diberikan secara prioritas bagi BUMN dan BUMD sedangkan Ormas keagamaan bukan merupakan bagian dari BUMN maupun BUMD.
Timbul tanda tanya terkait makna prioritas yang tercantum dalam PP Nomor 25 Tahun 2024. Ormas jelas bukan merupakan BUMN dan BUMD yang berarti termasuk golongan swasta di mana pihak swasta harus mengikuti tahap pelelangan terlebih dahulu untuk mendapatkan IUPK.
Apakah kata prioritas akan menghilangkan kewajiban pelelangan bagi ormas? Hal tersebut masih dipertanyakan dan tentunya hal tersebut dapat menimbulkan permasalahan hukum yang baru.
Hingga saat ini, Nahdlatul Ulama (NU) menjadi Ormas Keagamaan pertama yang akan mendapatkan izin IUPK oleh pemerintah. Saat ini NU telah membuat badan usaha dan sedang menunggu proses pemberian IUPK tambang batubara oleh pemerintah.
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahli Lahadalia mengatakan bahwa NU akan mendapatkan WIUPK bekas milik PT Kaltim Prima Coal (KPC)
Sah! Menyediakan layanan pengurusan legalitas usaha, pendaftaran HAKI, serta pendaftaran hak cipta. Bagi para calon pelaku usaha yang hendak melakukan pengurusan legalitas usaha atau memiliki keinginan untuk membentuk badan usaha, bisa menghubungi kontak WhatsApp: 0851 7300 7406 untuk melakukan konsultasi atau dapat mengunjungi laman Sah.co.id
Sources:
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
https://www.dw.com/id/jatam-ormas-keagamaan-boleh-kelola-tambang-rawan-konflik/a-69296095