Sah! – Dalam sistem pemerintahan presidensial seperti yang dianut negara kita, presiden memegang kekuasaan sebagai kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan.
Presiden memegang kekuasaan Eksekutif bersama Wakil Presiden dan jajaran menterinya yang turut menjalankan tugasnya untuk menjalankan roda pemerintahan. Akan tetapi, presiden selain memegang kekuasaan Eksekutif juga memiliki kewenangan di bidang legislatif yaitu:
- Merumuskan dan merancang undang-undang
- Membahas rancangan Undang-Undang bersama dengan DPR
- Mengesahkan Rancangan Undang-Undang
Kewenangan Legislatif Presiden
a. Merumuskan dan Merancang Undang-Undang
Merupakan bagian dari kewenangan presiden dibidang legislatif dimana sudah ditentukan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).
Dimana adapun bunyinya sebagai berikut “Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat”.
Sebelum amandemen, dalam Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945 disebutkan bahwa “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Melalui perubahan tersebut dapat dilihat bahwa terjadi pergeseran dalam pembentukan undang-undang (legislasi) karena sebelumnya Presiden mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang.
Konsekuensi perubahan tersebut berkonsekuensi dimana presiden tidak lagi memegang kekuasaan dalam membentuk undang-undang.
Hal tersebut disebabkan karena presiden hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
b. Penyelenggara pemerintahan
Kekuasaan selanjutnya yang dimiliki oleh presiden di bidang legislatif adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (2) UUD NRI 1945.
Bunyinya sebagai berikut “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya.”
Pasal tersebut memberikan penjelasan bahwa selain memiliki peran sebagai kepala Eksekutif, presiden juga mempunyai kewenangan sebagai penyelenggara pemerintahan.
Presiden mempunyai hak membentuk peraturan pelaksana undang-undang yang diperlukan untuk memperlancar kelangsungan pemerintahan negara.
Pandangan Pro Kontra Kewenangan Legislasi Presiden
Presiden merupakan produsen hukum terbesar dalam negara karena presiden memiliki peran yang paling mengetahui dan memiliki akses terluas dalam memperoleh suatu informasi yang diperlukan dalam proses pembentukan hukum.
Selain itu, presiden juga turut memiliki perang yang paling mengerti untuk siapa, berapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana peraturan tersebut dibuat. Oleh karena itu, kewenangan presiden untuk ikut serta dalam perancangan Undang-Undang adalah hal yang benar.
Apalagi sebelumnya UUD sudah pernah diamandemen dan dari perubahan tersebut dapat terlihat bahwa terjadi pergeseran dalam pembentukan undang-undang yakni fungsi legislasi.
Dimana sebelumnya presiden memiliki kewenangan atau kekuasaan membentuk undang-undang tetapi setelah terjadinya perubahan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka presiden tidak lagi memegang kekuasaan dalam pembentukan undang-undang.
Akhirnya presiden hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang saja. Akan tetapi, pasca amandemen terhadap Pasal 5 ayat (1) pun masih ada beberapa pihak yang beranggapan hal ini justru tumpeng tindih dengan peran DPR sebagai badan legislatif.
Dengan adanya kebijakan ini maka anggota DPR yang sebelumnya seharusnya berperan dalam merumuskan rancangan undang-undang menjadi lebih pasid dan tidak kreatif lagi.
Terdapat usul perubahan kelima UUD 1945 pada tahun 2011 terhadap Pasal 5 ayat (1). Bunyi pasal tersebut menyebutkan, “Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR dan DPD”.
Dengan adanya ketentuan tersebut maka nantinya pemerintah hanya dapat mengajukan usulan naskah RUU kepada DPR dan DPD tanpa dilibatkan dalam pembahasan.
Dengan adanya usulan untuk tidak melibatkan presiden dalam pembahasan rancangan Undang-Undang maka muncul anggapan bahwa kewenangan legislasi dari presiden berusaha untuk dipangkas oleh oknum-oknum tertentu.
Bambang Soeroso selaku ketua kelompok DPD saat itu memberikan penjelasan DPD hanya ingin memperkuat sistem presidensial. Dengan salah satu caranya yaitu dengan mengembalikan fungsi presiden yang benar-benar utuh menjadi lembaga Eksekutif.
Hal tersebut telah terlihat jelas bahwa seharusnya dalam sistem presidensial dimana fungsi presiden benar-benar menjadi lembaha Eksekutif. Oleh sebab itu sudah seharusnya lembaga Eksekutif yakni presiden tidak lagi terlibat dalam pembahasan UU.
Pakar hukum tata negara yakni Margarito Kamis juga turut menyumbangkan pendapatnya bahwa pemangkasan kewenangan presiden dalam legislasi sudah tepat hal itu tentunya akan dapat mewujudkan adanya keefektifan dalam pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia.
Kompensasi Atas Hilangnya Hak Legislasi
Kompensasi kompensasi atas hilangnya hak legislasi, presiden diusulkan memiliki hak veto untuk menolak sebuah RUU yang sudah disetujui DPR dan DPD. Namun, hak veto tidak berlaku jika RUU yang dimaksud disetujui oleh minimal anggota DPR dan anggota DPD.
Usulan ini juga dianggap akan lebih mengefektifkan sistem presidensial.
Bagir Manan menyatakan bahwa kekuasaan Presiden di bidang perundang-undangan memang cukup luas. Presiden turut berbagi kekuasaan dengan badan legislatif dalam membuat undang-undang.
Sistem pemerintahan presidensial merupakan pilihan model dalam membangun dan menata sistem pemerintahan negara Indonesia di era pasca reformasi.
Dari sisi teoretik, dalam sistem pemerintahan presidensial terjadi pemisahan tegas antara fungsi cabang kekuasaan lembaga eksekutif dengan kekuasaan legislatif. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan (single executive) yang kedudukannya terpisah dari parlemen.
Dalam penggunaan fungsi legislasi terjadi pemisahan antara lembaga legislatif dan pemegang kekuasaan eksekutif
Solusi Penyeimbang dan Kontrol Terhadap Produk Undang-Undang
Kombinasi dominasi eksekutif dan rendahnya kualitas dan sikap pasif anggota DPR dalam pengajuan rancangan undang-undang, serta konfigurasi peta kekuatan politik di DPR.
Dapat dengan mudah dibaca sebagai suatu dinamika yang mengkhawatirkan jika ternyata rancangan undang-undang yang diajukan eksekutif ternyata tidak sejalan dengan apa yang dikehendaki rakyat.
Pada kondisi seperti ini, peran strategis Mahkamah Konstitusi sangat dibutuhkan sebagai penyeimbang dan melakukan kontrol terhadap produk undang-undang yang dihasilkan oleh Presiden dan DPR.
Hal itu bertujuan untuk memastikan bahwa produk undang-undang tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusi.
Pembuatan dan penerapan hukum yang tidak linier dengan kehendak rakyat dan tanpa persetujuan rakyat sudah jelas mencederai prinsip demokrasi dan negara hukum. Lembaga legislatif merupakan penyangga utama yang memperkokoh struktur bangunan negara hukum.
Lembaga legislatif merupakan jantung negara hukum. Bangunan negara hukum akan runtuh dan tidak memiliki arti apa-apa tanpa adanya lembaga legislatif.
Lembaga legislatif juga menjabarkan amanat konstitusi dalam bentuk undang-undang sehingga menjadi dasar legalitas atau pedoman bagi setiap pejabat dan aparatur negara dalam menjalankan fungsi pemerintahan.
Kunjungi laman berita hukum terpilih yang disajikan melalui website Sah.co.id. Baca berita terbaru lainnya dan kunjungi juga website Sah.co.id atau bisa hubungi WA 0856 2160 034 untuk informasi pengurusan legalitas usaha serta pembuatan izin HAKI termasuk pendaftaran hak cipta. Sehingga, tidak perlu khawatir dalam menjalankan aktivitas lembaga/usaha.
Source:
Isra, Saldi. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia. RajaGrafindo Persada, 2010.
Susilo, D. Roesli, M. “Konsepsi Kekuasaan Legislasi Presiden Dalam Undang-Undang Dasar 1945”. Mimbar Yustitia 2, No, 2. (2018): 164-167
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945