Sah! – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai tengah menjadi polemik bagi masyarakat. Pasalnya, pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, akan menaikkan jumlah PPN yang tadinya 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025
Pada Pasal 7 Ayat 1 huruf b UU Nomor 7 Tahun 2021, menyatakan jika tarif pajak pertambahan nilai yaitu sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025.
PPN atau Pajak Pertambahan Nilai adalah harga lebih yang harus dibayar oleh konsumen Ketika membeli atau tengah menikmati barang. Perlu digaris bawahi jika tidak semua barang kena PPN, hanya sebatas Barang Kena Pajak (BKP)
Pengenaan PPN kepada konsumen dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu ditarik dan ditetapkan besarannya oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang disebut PB1
Contoh PB1 adalah pajak yang dikenakan Ketika makan makanan di warung makan/restoran. Pajak tersebut adalah tambahan biaya dari keseluruhan pembelian konsumen yang ditarik oleh Pemda.
Sedangkan PPN yang nantinya dinaikkan menjadi 12% pada 2025 mendatang adalah yang ditarik oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu
Subjek hukum dari PPN ini adalah perusahaan yang termasuk ke dalam wajib pajak Badan. Walaupun subjek hukum PPN sesuai UU HPP ini adalah perusahaan, tetapi tetap yang menanggung adalah konsumen. Tugas daripada perusahaan disini adalah pemungut pajak perantara konsumen dan pemerintah
Sebagai contoh yang dikenakan PPN menurut UU HPP adalah pembelian rumah, layanan internet, penyewaan toko dan apartemen hingga jasa langganan Netflix.
Kenaikan PPN ini menimbulkan banyak pro dan kontra di kalangan masyarakat. Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute, Ariawan Rahmat memberikan saran kepada pemerintah untuk menunda rencananya menaikkan PPN dari 11% menjadi 12% di awal 2025 mendatang.
Kenaikan PPN disinyalir dapat mempengaruhi daya beli masyarakat, terutama beberapa barang yang saat ini dikenakan tarif PPN, mulai dari barang konsumsi, barang elektronik, apartemen, rumah, hingga mobil sekalipun dikenakan tarif PPN.
Selain itu, kesejahteraan masyarakat juga akan terdampak karena adanya kenaikan PPN. Masyarakat akan membayar ekstra untuk mendapatkan barang yang diinginkannya karena termasuk dalam barang yang dikenakan PPN.
Apalagi jika melihat kondisi masyarakat yang dibawah garis kemiskinan, mereka harus memaksakan diri untuk menekan niat untuk mengkonsumsi barang dan jasa yang seharusnya penting untuk didapatkan mereka
Namun disisi lain, kenaikan PPN ini akan menambah kantong perbendaharaan negara. Dalam keadaan tersebut, negara dapat membangun sektor lainnya sehingga terjadi pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Selain Ariawan, Jemmy Kartiwa Sastraatmadja seorang Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mengatakan jika kenaikan PPN tersebut menyebabkan daya beli masyarakat semakin terbebani.
Misalnya Ketika seseorang akan membeli sebuah rumah seharga 400 Juta secara tunai. Namun pada akhirnya ia mengurungkan niatnya membeli rumah tersebut karena ia melihat PPN yang sangat tinggi yang harus dibayarkan yaitu mencapai 48 Juta. Padahal ia sangat membutuhkan rumah tersebut sebagai tempat tinggal untuk keluarganya
Jemmy berharap, jika kenaikan PPN menjadi 12% bisa sedikit lebih ditunda. Hal ini melihat kondisi daya beli masyarakat yang belum pulih secara maksimal sehingga pemerintah perlu untuk menunda pelaksanaan kenaikan PPN menjadi 12%
Pernyataan untuk menunda PPN dinaikkan menjadi 12% juga dilontarkan oleh Ketua APSYFI, Redma Gita Wiraswasta. Ia mengatakan jika kenaikan PPN di tengah kondisi daya beli masyarakat yang rendah dapat mengakibatkan pembelian produk industri manufaktur atau kegiatan ekspor barang juga semakin drop atau tertekan.
Ketua Umum Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), Shinta Widjaja Kamdani memberikan pernyataan yang isinya mengenai usulan untuk pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam menaikkan tarif PPN sebesar 12% sesuai dengan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Shinta lebih menyarankan, untuk tidak menaikkan PPN menjadi 12 % tetapi lebih kepada mengurus permasalahan lain, seperti mengurus perusahaan informal yang belum membayar pajak. Hal tersebut lebih efektif dan efisien dalam menaikan penerimaan negara.
Ia memberikan pernyataan jika lebih mengurus perusahaan informal yang belum membayar pajak, melalui kebijakan ekstensifikasi karena saat ini masih banyak perusahaan informal yang tidak membayar pajak. Hal ini mengakibatkan kerugian bagi negara yang mana seharusnya negara mendapatkan penerimaan yang besar dari pembayaran pajak perusahaan tersebut
Meski banyak penolakan dari masyarakat, menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan jika rencana menaikkan PPN bakal tetap dilaksanakan mulai 1 Januari 2025 mendatang walaupun presiden telah berganti
“Kita bisa melihat kepada masyarakat Indonesia, jika mereka telah memantapkan pilihannya. Pilihan masyarakatnya pilihan keberlanjutan. Jadi berbagai program yang dicanangkan pemerintah tetap akan berlanjut termasuk kebijakan PPN pada UU HPP” ujar Airlangga Hartanto
Selain Airlangga Hartanto, Menteri Keuangan, Sri Mulyani juga memberikan pernyataannya mengenai kenaikan PPN 12% ini. Ia menyatakan jika masih belum ada rencana terkait kenaikan PPN hingga 12%.
Hal selaras juga dikatakan oleh staf khusus menkeu, jika penerapan kenaikan PPN 12% itu harus melihat dinamika. Ketika telah melihat dinamika tersebut. Maka nantinya akan ada penyesuaian dari pihak pemerintah sehingga tidak ada pihak yang dirugikan disini
Kesimpulan
Bahwa kenaikan PPN menjadi 12% dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat melalui Direktorat Jenderal Kemenkeu. Hal ini telah termuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Banyak pro dan kontra terhadap kenaikan PPN 12% ini. Hal tersebut disinyalir akan memberatkan masyarakat Indonesia khususnya bagi yang status ekonominya menengah kebawah
PPN ini nantinya dikenakan pada transaksi misalnya pembelian rumah, penyewaan apartemen atau rumah, pembelian kendaraan bermotor dan barang ataupun jasa lainnya juga ikut dikenakan PPN
Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau ulang pelaksanaan kenaikan PPN hingga 12%. Hal tersebut perlu untuk diperhatikan agar tidak memberatkan masyarakat. Terlepas dari keuntungannya, yaitu semakin bertambahnya uang kas negara
Bulan Ramadhan berbagi kasih
Sekian dan Terimakasih
Tapi tapi tapi, jangan sedih dulu sahabat SAH. Tetap akses website kami, Sah.co.id, karena kami akan terus membuat artikel dengan topik terkini, disusun secara komprehensif dan tentunya akan menarik untuk dibaca.
Sah juga melayani kebutuhan para pengusaha pemula, seperti perizinan, pendirian perseroan terbatas, dan masih banyak lagi. Apakah Berminat? Segera hubungi WA 0856 2160 034 atau dapat kunjungi laman Sah.co.id
Sumber
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Website
Indonesia, CNN. 2024. CNN Indonesia. Maret 12. Accessed Maret 29, 2024. https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20240311161431-532-1073117/apa-itu-ppn-yang-akan-naik-12-persen-dan-pengaruhnya-ke-masyarakat.
Masitoh, Siti. 2024. Kontan.co.id. Maret 09. Accessed Maret 29, 2024. https://nasional.kontan.co.id/news/tarif-ppn-akan-naik-jadi-12-berlaku-mulai-tahun-2025.
Rachman, Arrijal. 2024. CNBC Indonesia. Maret 21. Accessed Maret 29, 2024. https://www.cnbcindonesia.com/news/20240321191019-4-524230/ppn-naik-jadi-12-banyak-diprotes-airlangga-buka-suara.